Masih Seputar 78 tahun Kemerdekaan RI: Jakarta, 25 Agustus 2023 PERLINDUNGAN PEKERJA PEREMPUAN Oleh: Indra Munaswar
Perempuan diciptakan dengan penuh keistimewaan dan berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh kaum maskulin. Sungguh perempuan adalah sosok yang multi tasking, yaitu mampu melakukan beberapa pekerjaan dalam satu waktu.
Terbukti, sejak Indonesia memasuki dunia industri mulai 1826, sampai sekarang ini banyak kaum perempuan yang masuk ke dunia industri, tapi tetap mampu dan sanggup berperan ganda di ranah domestik sebagai ibu rumah tangga.
Keistimewaan utama perempuan yaitu memiliki sistem reproduksi yang dapat menghasilkan keturunan. Dari sistem reproduksi tersebut mampu menghasilkan ASI yang dapat menyusui bayi yang baru dilahirkannya hingga berusia 2 tahun, sambil tetap bisa bekerja.
Selain kelebihan yang dimiliki tersebut, perempuan memiliki kelemahan yang kelemahan tersebut sering menimbulkan tindakan-tindakan diskriminasi dari pihak laki- laki baik dalam bentuk kebijakan maupun tindakan yang sangat merugikan perempuan.
Oleh karena itu, dalam dunia kerja menjadi kewajiban negara berdasakan perintah konstiitusi membuat seperangkat peraturan dan meratifikasi konvensi internasional untuk memberikan perlindungan pekerja perempuan dari tindakan diskriminasi, keselamatan dan kesehatan kerja, dan perlindungan dari tindakan kekerasan seksual dan penyimpangan seksual.
LARANGAN DISKRIMINASI
Kebijakan dalam memberikan perlindungan dari praktik diskriminasi dan ketidakadilan gender di tempat kerja telah diatur dengan jelas dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa, setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan; dan setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
LARANGAN DISKRIMINASI UPAH
Konvensi ILO No. 100 Tentang Upah Yang Setara Bagi Pekerja Laki-Laki dan Perempuan Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan UU No. 80 tahun 1957, menyatakan bahwa tidak boleh diberlakukan diskriminasi upah berdasarkan jenis kelamin untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Negara harus menjamin pelaksanaan azas pengupahan yang setara bagi pekerja laki-laki dan perempuan atas pekerjaan yang sama nilainya untuk semua pekerja.
LARANGAN DISKRIMINASI JABATAN
Konvensi ILO No. 111 Tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan UU No. 21 Tahun 1999, menyebutkan bahwa, diskriminssi dalam pekerjaan dan jabatan adalah setiap perbedaan, pengecualian atau pilihan atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal usul dalam masyarakat, yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kesetaraan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan.
PERLINDUNGAN MATERNITAS
Pekerja perempuan harus diberikan perlindungan atas fungsi reproduksinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat (2), Pasal 81 ayat (1), Pasal 82 UU No. 13/2003, yaitu:
- Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Pelanggaran atas larangan ini oleh Pasal 187 dinyatakan sebagai tindak pidana pelanggaran dengan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp100 juta.
- Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
- Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan; dan bagi pekerja perempuan yang melahirkan, dilarang di-PHK.
- Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan; dan bagi pekerja perempuan yang mengalami gugur kandungan, dilarang di-PHK.
Pekerja perempuan yang tidak diberikan istirahat hamil dan melahirkan, dan tidak mendapat istirahat gugur kandungan, maka berdasarkan Pasal 181 UU No. 13/2003 dinyatakan sebagai tindak pidana kejahatan, dan karenanya dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.
HAK BAYI PEKERJA PEREMPUAN MENDAPATKAN ASI EKSLUSIF
Berdasarkan Pasal 83 dan Pasal 153 ayat (1) huruf e UU No. 13/2003, pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja; dan bagi pekerja perempuan yang menyusui anak, dilarang di-PHK.
UU No. 36/2009 tentang Kesehatan yang kemudian diganti dengan UU No. 17/2023 Tentang Kesehatan, setiap bayi berhak memperoleh ASI eksklusif sejak dilahirkan sampai usia 6 (enam) bulan. Karena itu bagi perusahaan yang tidak menyediakan ruang menyusui bayi dapat dikenakan sanksi pidana kurungan dan denda.
Hak pemberian ASI eksklusif bagi bayi dari pekerja perempuan di tempat kerja diatur pula dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Ekslusif, Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak No. 03 Tahun 2010 Tentang Penerapan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui, dan Peraturan Menteri Keseharan No. 15 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu
LARANGAN PHK
Pasal 153 ayat (1) huruf d, huruf e dan huruf f UU No. 13/2003, melarang pengusaha melakukan PHK terhadap pekerja perempuan, kerena: a. Menikah; b. hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya; dan c. karena mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan.
PERLINDUNGAN USIA KERJA
Pasal 76 ayat (1) UU No. 13/2003 melarang pengusaha mempekerjakan pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
Pelanggaran atas larangan ini oleh Pasal 187 dinyatakan sebagai tindak pidana pelanggaran dengan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp100 juta.
KEWAJIBAN PENYEDIAAN FASILITAS KERJA
Berdasarkan Pasal 76 ayat (3) dan ayat (4), Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib:
a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b. menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.
Kewajiban pengusaha tersebut dipertegas dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. 224/Men/2003 Tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00.
PERLINDUNGAN ATAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Bahwa keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terutama pekerja perempuan, masih perlu diperhatikan. Nyatanya belum semua tempat kerja menyediakan perlindungan tersebut, yang dapat berdampak negatif bagi keselamatan dan kesehatan pekerja perempuan terutama kesehatan maternal dan reproduksi pekerja perempuan.
Pekerja perempuan masih dihantui oleh kondisi tidak ramahnya situasi di tempat kerja. Masih banyak kasus pelecehan seksual terjadi di ranah kerja.
Dalam pelaksanaannya, seringkali masih ada pekerja perempuan dan perusahaan yang belum menyadari pentingnya K3 sehingga penerapannya di tempat kerja belum maksimal.
Dalam Pasal 86 ayat (1) huruf a UU No 13/2003 menyatakan bahwa, setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja;
Mengenai K3 bagi pekerja perempuan juga diatur dalam Konvensi ILO No. 45 Tentang Kerja Perempuan Dalam Segala Macam Tambang Di Bawah Tanah yang diratifikasi dengan Indonesia Staatsblad 1937 No: 219, yang mengatur bahwa, setiap perempuan tanpa memandang umurnya tidak boleh melakukan pekerjaan dalam tambang di bawah tanah.
Dikecualikan dari larangan tersebut, adalah:
(a) Perempuan yang memegang jabatan pimpinan yang tidak melakukan pekerjaan tangan;
(b) Perempuan yang bekerja pada jabatan kesehatan dan kesejahteraan;
(c) Perempuan yang berhubungan dengan pelajarannya harus berada di bawah tanah dalam rangka latihan untuk waktu tertentu; dan
(d) Perempuan yang kadang-kadang harus masuk kebagian-bagian tambang di bawah tanah untuk maksud melakukan pekerjaan yang bukan bersifat pekerjaan tangan.
PERLINDUNGAN DARI TINDAK KEKERASAN SEKSUAL
Berdasarkan Pasal 76 ayat (3) huruf b dan Pasal 86 ayat (1) UU No. 13/2003, pengusaha wajib menjaga kesusilaan dan keamanan pekerja perempuan selama di tempat kerja, dan pekerja perempuan berhak memperoleh perlindungan atas: moral dan kesusilaan; dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama
Kekerasan seksual di dunia kerja hingga kini masih menjadi fenomena gunung es. Menurut cstatan Komnas Perempuan, di 2023 ini terdapat 57,6% atau 1.127 bentuk kasus kekerasan seksual dari total 1.956 bentuk kasus kekerasan di ranah publik. Termasuk di dalamnya adalah kasus eksploitasi seksual, yang terjadi di dunia kerja dan lembaga pendidikan.
Seperti luas diberitakan, terjadi pelecehan seksual yang dialami pekerja perempuan di Cikarang, Bekasi, yang diajak untuk staycation di hotel, sebagai syarat jika ingin diperpanjang kontrak kerja.
UU No. 12/2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, mengatur bahwa korporasi yang melakukan Tindak Pidana Kekerasan Seksual terhadap pekerja perempuan dalam bentuk kekerasan seksual, seperti: pelecehan seksual nonfisik; pelecehan seksual fisik; eksploitasi seksual; perbudakan seksual; dan kekerasan seksual berbasis elektronik. dipidana dengan pidana penjara dan denda.
Selain pidana penjara dan denda, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari Tindak Pidana Kekerasan Seksual; b. pencabutan izin tertentu; c. pengumuman putusan pengadilan; d. pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu; e. pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan Korporasi; f. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha Korporasi; dan/atau g. pembubaran Korporasi.
PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN
Perlindungan bagi pekerja migran Indonesia menjadi penting karena sampai sekarang ini didominasi oleh pekerja perempuan yang bekerja di sektor domestik atau PRT.
Menurut UU No. 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, pekerja migran berhak mendapatkan perlindungan dari mulai sebelum bekerja; selama bekerja; dan setelah bekerja.
Perlindungan tersebut meliputi: praktik perdagangan manusia, perbudakan, kerja paksa, tindak kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia, jaminan sosial, dan lain-lain.