Cikampek, 16 April 2020 – Membaca berita dari situs kumparan tentang anggota legislatif yang tetap membentuk Baleg DPR-RI untuk memaksa membahas UU Omnibus law Cipta kerja, sungguh sangat menyayat hati saya sebagai kaum buruh. Kalimat perkalimat saya baca berita di kumparan tersebut dengan seksama agar saya bisa benar benar memahami isi dari berita tersebut.

Mereka suruh kita jaga jarak, tapi mereka sendiri melakukan tos sebagai tanda kesepakatan pembahasan RUU Omnibus Law (sumber foto kumparan)
Mulai dari paragraf pertama, kegelisahan hati ini semakin berkecamuk saat saya membaca bahwa Baleg sepakat membentuk Panitia Kerja RUU Cipta Kerja berjumlah 40 orang, melakukan uji publik dan membuka ruang partisipasi masyarakat, dan menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) untuk dibahas dari bab paling mudah hingga ke kluster ketenagakerjaan yang akan dibahas terakhir. Disini menggambarkan bahwa ternyata aspirasi kita selama pertengahan thn. 2019 sampai awal 2020 sebelum ada pandemi corona agar mereka tidak membahas UU Omnibus Law sama sekali tidak didengarkan. Maka Jangan salahkan kami ketika kami juga mengabaikan himbauan pemerintah untuk tetap diam di rumah menghindari penyebaran virus corona, dengan melakukan aksi Turun Ke jalan. Karena para legislatif juga tetap saling berpegangan tangan untuk menindas kami.
Lebih menyedihkan lagi saat saya membaca berita kumparan tersebut pada paragraf ke dua, dimana ditulis bahwa Rapat bersama DPR dan pemerintah hingga melahirkan putusan tersebut dilakukan meski anggota DPR belum membaca draf undang-undang sapu jagad atau omnibus law RUU Cipta Kerja. Sungguh sangat luar biasa dimana ada sekumpulan anggota legislatif yang seharusnya bagian dari orang orang cerdas namun memutuskan suatu undang undang tanpa membaca terlebih dahulu draft undang undang yang akan di putuskan. Logika berfikir kaum bodoh ini menjadi ambyaaaarrr.
juga jika suatu undang-undang tidak bisa mengikutsertakan masyarakat ya itu salah dalam konteks good law-making process,” ucap Bivitri Susanti salah seorang ahli hukum dan juga sebagai salah satu pendiri Pusat Stadi Hukum dan Kebijakan (PSHK) kepada kumparan, Rabu (15/4).
Berdasarkan catatan Yayasan Auriga Nusantara—lembaga nirlaba yang fokus terhadap isu sumber daya alam—dan Tempo, ada 262 orang dari 575 anggota DPR (sekitar 45,5 persen) terafiliasi pada 1.016 perusahaan. Bahkan empat dari lima pimpinan DPR periode 2019-2024 diketahui memiliki atau terafiliasi dengan perusahaan. Ini jelas bahwa RUU Cipta Kerja dirancang bukan karena kebutuhan masyarakat, tapi justru karena kebutuhan pengusaha yang ada di balik partai politik atau dibalik anggota DPR.
Tentunya apa yang dilakukan oleh DPR-RI ini akan terus mendapat kecaman bukan hanya dari kaum buruh namun dari seluruh elemen masyarakat lainnya juga menyuarakan penolakan pembahasan RUU Omnibus Law tersebut.

MPBI (Majlis Pekerja Buruh Indonesia) dalam menyatakan sikap bersama menolak RUU Omnibus Law
Menurut presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea, dalam wawancaranya dengan koran BABE permasalahan Omnibus law sangat komplek. Sehingga pembahasannya tidak tepat jika dilakukan di tengah situasi pandemi seperti ini. Terlebih lagi sejak awal tidak ada keterlibatan serikat buruh di dalam pembahasan draft RUU Cipta Kerja. Lebih lanjut bung Andi Gani juga mengatakan bahwa kurangnya partisipasi publik yang menjadi syarat terbentuknya undang-undang, itu tidak ada. Dengan demikian undang undang ini tidak mengakomodir kaum buruh.
MPBI yang terdiri dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) juga sudah mengirimkan surat kepada presiden Joko Widodo dan DPR RI, untuk menyampaikan bahwa MPBI akan menggelar Aksi besar besar secara nasional apabila pembahasan Omnibus Law tetap dilakukan.

Forum Buruh Indotaisei adalah salah satu bentuk kekuatan Buruh yang bersatu untuk melawan kekuatan Legislatif
Sementara itu menurut Ketua SP KEP SPSI PT SUMI RUBBER INDONESIA bung Denny RH mengatakan bahwa seharusnya pemerintah mendalami perasaan pekerja, Disaat kita semua sedang dalam kondisi bencana karena wabah covid 19, yang mana ini kewajiban pemerintah untuk membangun semangat kepada semua masyarakat, bukan malah melemahkan masyarakat khusus nya pekerja dengan terus mendorong pembahasan RUU omnibuslaw cipta kerja ini..
Pada akhirnya pemerintah sama saja dengan memaksa kita untuk turun kejalan, menyampaikan aspirasi melalui aksi. Dan disana akan muncul masalah baru yaitu potensi mengabaikan protokoler kesehatan Terkait covid 19.
“Kita tetap berkomitmen akan melakukan aksi sesuai dengan intruksi MPBI, walaupun dengan berbagai resiko besar.. Karena Covid 19 dan RUU omnibuslaw sama-sama masalah kemanusiaan” lanjut bung Denny RH (Ketua SP KEP SPSI PT SUMI RUBBER INDONESIA)
Aksi yang rencananya akan di lakukan di akhir bulan April ini, tentunya akan menjadi aksi besar besaran buruh di tahun ini dan akan menjadi perjuangan yang sangat berat dan keras bagi kaum buruh menjelang perayaan May Day 2020. (Sumber :MediaAksi -spkepdunlop)
Pemerintah dan wakil rakyat yg dipilih untuk mewakili rakyatnya justru menjadi tangan besi bagi rakyat yg sudah memilihnya, sangat menyedihkan. Kalau sudah begini tidak ada jalanlain selain membuat parlemen jalanan. Jangan salahkan kami kalau kami melanggar protokol pandemic, ini semua karna wakil rakyat yg terhormat yg sudah memberikan contoh yg buruk pada kami.
Melihat ini saya merasa bukan berada di Indonesia.
Posisi yang saya rasakan sepertinya saya sedang berada di MEDAN PERTEMPURAN menghadapi musuh-musuh licik yang dipersenjatai dengan SENJATA PEMUSNAH MASAL