KEPTV– Bekasi, 14 Januari 2025 – Sejatinya pelaksanaan keselamatan dan Kesehatan kerja tiada lain ditujukan untuk melindungi dan menjamin para pekerja, hal tersebut dapat dilihat dari pengertian K3 yang ditetapkan pada PP 50 Tahun 2012 yang menyebutkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Kondisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Indonesia saat ini secara umum masih sangat memprihatinkan. Hal tersebut diantaranya terlihat dari angka kecelakaan kerja selama beberapa tahun terakhir terus menunjukkan angka kenaikan yang signifikan, sepanjang tahun 2024 dari bulan Januari sampai dengan bulan November saja jumlah kasus kecelakaan kerja berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan sudah mecapai 399.788 kasus, angka ini sudah melampaui angka kecelakaan kerja yang terjadi tahun 2023 sejumlah 370.747 kasus.
Angka jumlah kecelakaan kerja ini pada kenyataannya dipastikan jauh lebih besar daripada data kecelakaan kerja yang berasal dari BPJS Ketenagakerjaan, hal ini dikarenakan masih banyaknya pekerja yang tidak diikutsertakan sebagai peserta dalam BPJS Ketenagakerjaan. Pada tahun 2024 tercatat peserta BPJS Ketenagakerjaan aktif sebanyak 43 juta orang pekerja dari total 142 juta jumlah penduduk bekerja di Indonesia. Sebab berikutnya yaitu banyaknya kecelakaan kerja yang tidak dilaporkan oleh pengusaha baik dengan tujuan untuk mengejar predikat perusahaan zero accident maupun untuk menghindari tuntutan secara ekonomis.
Persoalan kecelakaan kerja di Indonesia menjadi tambah memprihatinkan karena paling banyak dialami oleh para pekerja muda, berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2022 lalu sebesar 54% kecelakaan kerja terjadi kepada pekerja yang berusia dibawah 35 tahun. Para pekerja muda ini secara umum adalah para pekerja yang baru saja lepas dari sekolah dan memasuki dunia kerja, pada periode ini sebagian besar para pekerja terikat dalam hubungan kerja rentan seperti pekerja PKWT, harian, borongan dan hubungan kerja fleksibel lainnya.
Bonus demografi yang digadang gadang akan mendorong Indonesia menjadi negara dengan tingkat ekonomi yang kuat tidak akan terjadi apabila situasi ini terus berlangsung dan tidak ditangani dengan baik.
Selain kecelakaan kerja hal lainnya yang masih menjadi pe rsoalan serius di Indonesia adalah terkait dengan Penyakit Akibat Kerja, dalam kurun waktu sejak 2015 sampai dengan tahun 2022 jumlah PAK yang masuk ke BPJS Ketenagakerjaan sangatlah rendah sekali, persoalan PAK ini seperti fenomena gunung es, data yang sebenarnya jauh lebih besar. Hal tersebut disebabkan banyaknya PAK yang tidak teridentifikasi, tidak dilaporkan dan tidak diadvokasi.
Secara Umum Indonesia masih memilki berbagai persoalan K3 lintas sektoral yang sampai dengan saat ini belum sepenuhnya terselesaikan, yaitu diantaranya:
- Masih buruknya kondisi K3 di semua sektor (Konstruksi, Manufaktur, sektor penerbangan, Platform).
- Kasus Kecelakaan Kerja yang terjadi di Indonesia semakin meningkat.
- Banyak kecelakaan kerja yang tidak dilaporkan.
- Jam kerja Panjang di beberapa industri.
- Penyakit Akibat Kerja (PAK) masih menjadi fenomena gunung es.
- Indonesia masuk dalam 10 negara dengan akses terhadap sanitasi dasar terburuk di dunia.
- Trend kecelakaan lalu lintas (Korbannya didominasi Pekerja) termasuk berbagai persoalan di jalan raya seperti; jalan rusak, rambu lalu lintas yang tida memadai, kendaraan bermotor tidak memenuhi standar.
- Masih rendahnya perlindungan pekerja perempuan, kekerasan dan pelecehan seksual, termasuk pelanggaran maternitas.
- Masih maraknya Kebakaran di tempat kerja yang menyebabkan banyak korban jiwa yang disebabkan oleh banyak faktor diantaranya desain gedung dan pabrik tidak standar serta tidak dipenuhinya hak pekerja dalam K3.
- Jumlah pengawas di Indonesia sanat tidak sebanding dengan jumlah Perusahaan yang harus diawasi, sehingga penegakkan aturan K3 tidak dilakukan dengan komprehensif.
- Jumlah Perusahaan yang memiliki P2K3 sebagai lembaga bipartite untuk mengembangkan kerjasama efektif dalam pelaksanaan K3 di perusahaan jumlahnya masih sangat sedikit, data terakhir jumlah P2K3 di perusahaan baru sebanyak 2772.
- Dalam membangun budaya K3, sementara ini belum ada upaya promotif bagi siswa sekolah/anak TK dalam materi pelajaran secara terintegrasi.
- K3 belum berjalan baik pada sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) yang menurut aturan seharusnya tercakup.
- Munculnya risiko dan bahaya baru seiring dengan perkembangan teknologi dalam pekerjaan; Revolusi industri 4.0, Nano Teknologi.
Terkait dengan situasi tersebut di atas, sangat penting bagi pekerja untuk mengetahui apa saja hak-hak yang paling mendasar terkait dengan K3 yang harus pekerja peroleh. Dalam pemenuhan hak ini juga bearti pengusaha wajib memberikan hak tersebut kepada para pekerja.
Dalam pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) setidaknya ada 3 (tiga) hak dasar pekerja yang harus dipenuhi oleh Pengusaha:
1. Hak atas Informasi.
Hak pekerja yang pertama adalah hak pekerja untuk mendapatkan semua informasi dan penjelasan mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan persoalan kesehatan dan keselamatan kerja dalam pekerjaannya di perusahaan. termasuk didalamnya bagaimana pekerja diinformasikan mengenai berbagai faktor bahaya di tempat kerja dan bagaimana menanganinya.
Pengusaha mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan tempat kerja yang aman dan sehat, maka mereka harus memberikan informasi dan pelatihan kepada pekerja tentang bagaimana cara menangani bahaya tersebut.
Hak ini sudah dinyatakan secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Pengusaha juga diharuskan melaksanakan pelatihan bagi para pekerja baru mengenai kebijakan K3 yang dimiliki perusahaan, prosedur kerja yang aman dan bahaya-bahaya spesifik yang ada di tempat kerja.
Materi-materi berikut ini wajib disampaikan dalam orientasi/pelatihan yang dilaksanakan oleh pengusaha sebagai hak pekerja untuk mendapatkan informasi, yaitu:
- Prosedur keselamatan dan bagaimana cara mempraktekannya secara spesifik sesuai dengan industry atau jenis pekerjaan tertentu yang ada di tempat kerja.
- Informasi mengenai bahaya-bahaya yang ada di tempat kerja dan prosedur yang dikembangkan untuk menangani bahaya-bahaya tersebut (termasuk kebijakan tentang perlindungan atas kekerasan dan pelecehan, sebagaimana juga perlindungan terhadap bahaya fisika, kimia, biologi, ergonomic, psikososial dan safety)
- Bagaimana membaca dan menggunakan Lembar Data Keselamatan Bahan/MSDS (Material Safety Data Sheet) untuk mengenali bahan berbahaya di tempat kerja dan tindakan pencegahan yang perlu dilakukan saat bekerja dengan bahan berbahaya tersebut.
- Tempat atau lokasi persediaan atau fasilitas pertolongan pertama (P3K); Ruangan P3K, tempat-tempat dimana tersedia kotak P3K, Tandu, Mobil Ambulans, Shower untuk pembilasan tubuh/mata saat terkena bahan berbahaya dan informasi mengenai para petugas P3K.
- Prosedur pada saat terjadi keadaan darurat atau peristiwa kebakaran; Jalur evakuasi untuk penyelamatan, jalur komunikasi yang perlu dilakukan.
- Identifikasi tempat terlarang atau terbatas yang ada di tempat kerja.
- Bagaimana memilih, menggunakan serta merawat alat pelindung diri (APD) secara benar (dilakukan dalam sebuah training khusus).
- Prosedur untuk pelaporan bahaya dan kecelakaan
Pengusaha harus memastikan tidak ada pekerja yang diberikan izin untuk melakukan pekerjaan kecuali:
- Pekerja telah diberikan pelatihan dan mempunyai pegalaman yang cukup untuk bekerja secara aman serta bertindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Berada di bawah pengawasan yang ketat dan kompeten.
2. Hak untuk Berpatisipasi
Hak ini merupakan hak yang dimiliki oleh pekerja dan Serikat pekerja untuk berpartisipasi dalam kegiatan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja. Berbagai Konvensi internasional seperti Konvensi ILO dan juga hukum nasional yang berlaku di Indonesia memberikan Pengurus SP sebagai perwakilan Pekerja untuk dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan K3 di perusahaan. Ini meliputi hak pekerja untuk menjadi anggota P2K3 yang dibentuk di perusahaan untuk memberikan saran tentang peningkatan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja, Hak untuk diminta konsultasi terkait penyusunan kebijakan K3 di Perusahaan, termasuk hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengawasan penerapan K3 dan berpartisipasi dalam penyelidikan terkait peristiwa kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Pengurus Serikat Pekerja sebagai perwakilan pekerja juga berhak mendapatkan pemberitahuan mengenai pelaksanaan K3 di perusahaan.
Pengusaha juga wajib meminta konsultasi kepada pengurus SP dalam penetapan Kebijakan K3 di perusahaan sebagaimana aturan mengenai pelaksanaan Sistem manajemen K3 di perusahaan (SMK3)
3. Hak untuk menolak pekerjaan yang tidak Aman.
Hak ini merupakan hak yang dimiliki oleh pekerja untuk menolak pekerjaan yang tidak aman, baik tidak aman bagi dirinya ataupun orang lain. Pekerjaan tidak aman ini berarti pekerjaan yang akan dilakukan dalam kondisi tidak aman (berpotensi menyebabkan kecelakaan), pekerjaan yang tidak biasa dilakukan oleh pekerja sebelumnya (tanpa orientasi dan Pelatihan sebelumnya atau tanpa diawasi oleh pekerja yang berkompeten), pekerjaan yang dilakukan tanpa pemenuhan syarat K3, seperti tidak disediakan Alat Pelindung Diri (APD) atau APD yang disediakan pengusaha tidak sesuai dengan syarat K3 APD untuk pekerjaan yang dilakukan.
Pekerja yang menolak melaksanakan pekerjaan yang tidak aman tersebut perlu memberitahukan kepada atasan tentang penolakan tersebut dan harus dilindungi dari tindakan diskriminatif (misalnya pemberian surat peringatan/sanksi atau bahkan berupa pemutusan hubungan kerja yang tidak adil).
Melihat situasi K3 di Indonesia yang semakin memprihatinkan ini, semua pihak harus mendorong pemenuhan ketiga hak mendasar ini ke dalam peraturan dan praktik pelaksanaan K3 di Perusahaan, rencana revisi UU 1 Tahun 1970 yang sedang disiapkan oleh pemerintah sudah semestinya memasukkan dan mengembangkan tiga hak mendasar menjadi semakin kuat.
Penulis: Hermansyah, SH, AK3