Ketua MK: DPR tidak bisa hadir dengan alasan sedang masa RESES,
Ahli DR Wicipto: JR seperti ini bisa saja tidak perlu terjadi manakala Partisipasi masyarakat dalam pembuatan UU mulai dari Perencanaan yang bertujuan agar tidak banyak yang menentang dilakukan
Kamis, 12 Agustus 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan kembali perkara pengujian formil UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh kuasa hukum 6 (enam) Perkara yakni Perkara Nomor 91, 103, 105, 107/PUU-XVIII/2020, 4, 6/PUU-XIX/2021.
Pada sidang kali ini didengarkan keterangan ahli dari perkara Nomor 107/PUU-XVIII/2020, 4, 6/PUU-XIX/2021 setelah 3 perkara sebelumnya telah diberikan kesempatan serupa pada persidangan lalu.
Pada persidangan kali ini, ahli yang diajukan oleh pemohon perkara Pemohon Perkara Nomor 107/PUU-XVIII/2020, 4, 6/PUU-XIX/2021 menghadirkan masing-masing seorang ahli yakni DR. Aan Eko Widiarto, DR. Wicipto Setiadi, dan DrR Fitriani Achlan Sjarief.
661 Pemohon dari GEKANAS, melalui kuasa hukumnya menghadirkan Ahli DR. Wicipto Setiadi. Ketiga ahli yang dihadirkan Nampak senada dalam paparannya dikatakan bahwa terdapat permasalahan dalam proses pembentukan UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
DR Wicipto Setiadi yang dihadirkan oleh 661 Pemohon GEKANAS, merupakan pihak yang dahulu terlibat dalam pembentukan UU No 12 tahun 2011 yang menjadi salah satu bahan kajian dalam uji formil bagi Mahkamah Konstitusi untuk memutus. Tidak hanya itu, ahli yang pernah menjadi birokrat di pemerintahan menekankan semenjak terlibat dalam proses pembuatan suatu UU dari zaman Presiden Soeharto, baru kali menteri non Portopolio dalam hal ini Menko Perekonomian.
Ahli juga menegaskan, boleh saja metode Omnibus Law itu dibuat namun format baku sebagaimana diatur dalam UU No 12/20011 Jo UU No 15/2019 tentang Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan tetap menjadi acuan. Kita pernah melakukan omnibus dalam UU Ketenagakerjaan yang mencabut beberapa ordonasnsi dan peraturan lainnya, juga ada UU Kepemiluan yang dijadikan satu dari 3 atau 4 UU sebelumnya. Namun hal tersebut dilakukan tidak mencampur banyak regulasi yang tidak berhubungan seperti UU cipta kerja.
Ahli lainnya DR. Aan memaparkan bahwa UU Cipta Kerja terobosan yang bukan pada tempatnya. Dikatakan bahwa Omnibus dalam UU Cipta Kerja bukan terjadi karena problem pada normanya tapi pada pelaksanaannya, jika mau merubah 80 UU seperti UU cipta kerja ini, UU PPP bisa diadopsi untuk digunakan dengan mengubah tiap undang-undang tersebut.
Ahli DR Fitriani juga menegaskan bhawa UU Cipta Kerja bukan solusi terbaikd ari hyper Regulation atau masalah disharmonis peraturan perundang-undangan karena banyak delegasi aturan perundang-undangan yang justru lahir dari uu cipta kerja itu sendiri. Selain itu ahli menjelaskan dalma bentuk partisipasi masyarakat, kita harus memastikan memiliki adrresat, atau subyek yang diatur terlibat dalam partisipasi publik bahkan dari masyarakat yang minoritas, yang sulit mendapatkan akses perlu dilibatkan, juga pihak yang dirugikan, karena pasti akan protes karena tidak diikutsertakan.
Sidang kali ini kembali tidak dihadiri oleh perwakilan DPR, surat yang ditujukan kepada MK disampaikan Ketua MK menyatakan bahwa DPR masih dalam Reses, Kuasa hukum GEKANAS, Saepul Anwar menyatakan rasnaya sudah jelasa pembuktian yang tersaji di persidangan megnenai cacatnya prosedur pembenutkan UU Cipta Kerja, sehingga cukup wajar MK membatalkannya.
Lebih dari itu, Saepul juga menyayangkan ketidahdiran DPR RI kembali dalam persidangan kali. Saat buat UU Cipta kerja yang sedang kita uji seinget saya DPR begitu sigap dan Spartan membentuk UU ini walu ditengah pandemic dan disaat masa reses, namun kini saat rkatya menguji di MK terkesan DPR tidak peduli akan protes rakyat terhadap pembentukan UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Sidang selanjutnya akan digelar pada hari Rabu, 25 Mei 2021 Pukul 09.00 WIB dengan mendengarkan Keterangan 3 (tiga) Saksi yang 2 (dua) diantaranya akan dihadirkan oleh GEKANAS. (CN)