Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 terkait pengujian formil pada intinya menyatakan UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Departemen Hukum Tata Negara, Yance Arizona, menilai MK secara jelas menyatakan UU No.11/2020 inkonstitusional bersyarat, tapi pemerintah merespons sebaliknya dengan menyatakan putusan MK itu konstitusional bersyarat.
Menurut Yance, respon pemerintah itu menyimpan bahaya constitutional perversion yakni pembalikan makna dari yang dimaksud konstitusi. Hal tersebut akan berpotensi memunculkan gugatan hukum terhadap tindakan administrasi pemerintah sebelum dilakukan perbaikan terhadap UU No.11/2020.
” Akan ada potensi gugatan jika pemerintah menjalankan UU No.11/2020 jika belum dilakukan perbaikan,” kata Yance Arizona dalam webinar bertajuk “Perbaikan Mendasar dan Menyeluruh Aspek Formil Pembentukan UU Cipta Kerja” yang diselenggarakan FH UGM, Rabu (15/12/2021) lalu.Yance menjelaskan “konstitusional bersyarat” berarti suatu UU atau bagiannya adalah konstitusional sepanjang memenuhi syarat yang ditetapkan MK.
Jika syaratnya tidak dipenuhi, maka UU tersebut menjadi inkonstitusional (bertentangan dengan UUD 1945).
Amar putusannya menolak permohonan. Bila syarat yang ditetapkan MK dalam putusan itu tidak dipenuhi, maka bisa diajukan pengujian kembali. Seperti yang terjadi dalam perkara pengujian Sumber Daya Air tahun 2005, karena pemerintah tidak melaksanakan syarat dalam putusan MK. Beleid itu kemudian digugat kembali tahun 2015 dan UU itu dibatalkan seluruhnya oleh MK.