MUNGKINKAH DIBENTUK: DEWAN BURUH NASIONAL?? oleh : Indra Munaswar
Dalam sejarah kepemimpinan bangsa yang sudah 8 kali ganti presiden, hanya Presiden Ir. Sukarno yang serius peduli dengan gerakan buruh Indonesia.
Presiden Pertama RI, Ir Soekarno yang akrab dipanggil Bung Karno menyampaikan pesan penting kepada para buruh untuk mempertahankan politieke toestand.
Politieke toestand adalah sebuah keadaan politik yang memungkinkan gerakan buruh bebas berserikat, bebas berkumpul, bebas mengkritik, dan bebas berpendapat.
Politieke toestand ini memberikan ruang bagi buruh untuk melawan dan berjuang lebih kuat. Selain itu buruh juga harus melakukan machtsvorming, yakni proses pembangunan atau pengakumulasian kekuatan.
Machtsvorming dilakukan melalui pewadahan setiap aksi dan perlawanan kaum buruh dalam serikat-serikat buruh, menggelar kursus-kursus politik, mencetak dan menyebarluaskan terbitan, mendirikan koperasi-koperasi buruh, dan sebagainya.
Dalam bahasa sederhana, machtsvorming bisa dipahami sebagai proses mengakumulasi kekuatan untuk menaikkan daya kuasa politik. Kekuatan di sini bisa bermakna penambahan jumlah anggota, perluasan pengaruh, penambahan dukungan, penerimaan gagasan secara luas, dan lain-lain.
Soekarno berbicara soal machtsvorming sebagai strategi membangun atau mengakumulasi kekuatan agar punya daya kuasa untuk memenangkan kepentingan politiknya.
Soekarno meyakini, jika kaum buruh menginginkan kehidupan yang layak, naik upah, mengurangi tempo-kerja, dan menghilangkan ikatan-ikatan yang menindas, maka perjuangan kaum buruh harus bersifat ulet dan habis-habisan.
Ia juga mengingatkan kaum buruh bahwa perjuangan buruh bukan bergantung pada siapa yang memerintah namun perjuangan kesejahteraan buruh sepenuhnya merupakan dari konsistensi perjuangan itu sendiri.
Pertanyaan mendasar tentang kondisi serikat buruh saat ini di Indonesia dapatkah menjalankan Politieke toestand dan machtsvorming?
Ketika di era Orde Baru saja yang hanya satu organisasi buruh yaitu FBSI, gerakan serikat buruh penuh tekanan dari aparat ABRI dan Pemerintah.
Penulis pernah mengalaminya sebagai Ketua Basis (sekarang PUK). Tidak tanggung-tanggung kami dihadapkan dengan KOPKAMTIB (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban), di Jl. Merdeka Barat No. 5. Panglimanya ketika itu Laksamana TNI Muhammad Sudomo, sebagai algojo Orde Baru.
Di pabrik ditongkrongi 1 Pleton Angkat Laut bersenjata laras panjang, seperti di pabrik itu mau perang.
Bahkan kening ini merasakan dinginnya laras pistol dari seorang anggota serdadu dari Kodim 0505 Jakarta Timur, Kapten Worek. Itu terjadi jam 23 ketika pekerja masih mogok Shift 2 tidak mau pulang dan shift 3 tidak masuk ke dalam ruang kerja. Menumpuklah pekerja di halaman pabrik. Pak H. Muhammad Rodja Wakil Ketua PP SBTS marah melihat penulis ditodong pistol. Sambil berteriak di muka si Worek. “Tembak. Jika kamu prajurit sejati, Tembak.” Si Worek malah masukkan pistolnya kesarung.
Belum lagi ketika Kongres, Musda, Muscab maupun Musnik, kawan yang ingin jadi Pemgurus harus discrining oleh Kodam, Kodim, Koramil sesuai tingkatan, dan juga dari Pemerintah.
Kekejaman itu nyata. Bukan rekayasa.
Kondisi Kekinian
Dalam kondisi sekarang ini, dengan adanya undang-undang tentang serikat buruh yang memberi ruang sangat mudah untuk lahirnya sebuah konfederasi buruh (nasional center/vaksentral). Cukup dengan 3 federasi buruh sudah dapat membentuk 1 konfederasi buruh. Sampai hari ini, sudah terbentuk 26 konfederasi serikat buruh di tingkat nasional.
Sudah pasti akan sulit menyatukan gerakan, karena masing-masing konfederasi punya kepentingan yang berbeda, meski visi dan misinya sama. Selain itu setiap pimpinan konfederasi punya latar belakang politik praktis yang berbeda.
Kerena itu, dalam upaya mewujudkan Politieke toestand dan machtsvorming sebagai strategi membangun atau mengakumulasi kekuatan agar punya daya kuasa untuk memenangkan politik buruh akan sulit dilaksanakan dengan berlimpah ruahnya konfederasi buruh.
Nampak terlihat dengan kasat mata perjuangan serikat buruh saat ini tidak ulet dan tidak habis-habisan. Bahkan rapuh dan terbelah-belah. Sulit untuk diajak bersatu dalam satu gerakan.
Berfikir Out of the Box
Mungkin ini sesuatu yang tidak lazim dalam standar perburuhan international. Ada organisasi buruh di atas konfederasi. Jika di suatu negara sudah terbentuk satu atau dua konfederasi, sudah tidak ada lagi organisasi buruh di atas konfederasi itu.
Seperti di Jepang hanya terdapat 2 (dua) konferasi, yakni:
(1) Konfederasi Serikat Buruh Jepang (Rengo) anggota 7 jutaan; dan
(2) Konfederasi Nasional Serikat Buruh (Zenroren), 1.2 juta
Ini terjadi karena perbedaan ideologi yang mendasar di Jepang.
Bahkan di Amerika Serikat cukup satu Federasi buruh yang besar yaitu Federasi Buruh Amerika dan Kongres Organisasi Industri (AFL-CIO).
AFL-CIO adalah pusat serikat buruh nasional yang merupakan federasi serikat buruh terbesar di Amerika Serikat. Organisasi ini terdiri dari 60 serikat buruh nasional dan internasional, yang secara bersama-sama mewakili 12,471,480 pekerja aktif dan pensiunan.
AFL-CIO terlibat dalam pengeluaran dan aktivisme politik yang besar, biasanya dalam rangka mendukung kebijakan yang progresif dan pro-buruh.
Di Singapura hanya ada satu pusat serikat pekerja nasional (national center) yaitu National Trades Union Congress (NTUC), yang juga dikenal sebagai Singapore National Trades Union Congress (SNTUC) di tingkat internasional. NTUC memimpin gerakan buruh Singapura, yang terdiri dari 59 serikat pekerja terafiliasi, 5 asosiasi perdagangan terafiliasi, 6 perusahaan sosial, 6 organisasi terkait, dan mitra perusahaan lainnya, dengan jumlah anggota 1 juta lebih.
Boleh donk berfikir out of the box. Untuk di Indonesia dalam upaya menyatukan gerakan buruh yang sudah terlanjur terbelah-belah, perlu dibentuk Dewan Buruh Nasional yang progresif – revolusioner.
Dewan Buruh Nasional akan menggabungkan konfederasi dan federasi non-konfederasi. Dewan Buruh Nasional hanya berada di tingkat nasional dan tidak memiliki perangkat di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten, kota.
Perangkat Dewa Buruh Nasional adalah Konfederasi dan Federasi non-konfederasi sebagai anggotanya.
Dewan Buruh Nasional ini mempunyai Misi memengaruhi dan mengawal kebijakan negara yang melanggar konstitusi dan merugikan kaum buruh dan keluarganya.
Untuk itu di dalam Dewan Buruh Nasional ini perlu dibentuk komite-komite seperti:
- Komite Hukum Ketenagakerjaan; komite ini melakukan kompilasi perundang-undang baik yang berada di kementerian ketenagakerjaan maupun di kementrian lain yang masih relevan dengan kondisi kekinian. Komite ini Harus terlibat lansung dalam pembuatan peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan baik dalam bentuk UU, PP maupun Permen. Tidak seperti sekarang Anggota Tripnas unsur buruh hanya sebagai pelengkap penderita saja.
- Komite Industri dan Perdagangan; komite ini harus dapat memengaruhi kebijakan pemerintah dalam soal impor barang dan jasa yang dapat merugikan industri dalam negeri dan hilangnya kesempatan kerja bagi pekerja dan angkatan kerja Indonesia.
- Komite Transportasi Vital (penerbangan, kapal laut, kereta api); komite ini menyatukan buruh/serikat buruh, untuk bergerak bersama ketika pemerintah mengambil kebijakan yang sangat merugikan rakyat.
- Komite Pertanian dan Perkebunan; Komite ini terlibat dalam penentuan harga pupuk yang hingga saat ini sangat memberatkan petani. Mengawasi upah buruh tani yang sampai saat ini masih rendah.
- Komite Sistem Pengupahan Nasional; Komite ini merumuskan sistem pengupahan nasional yang berlaku dari Sabang hingga Merauke.
- Komite Hubungan dengan Partai Politik; Komite ini membangun hubungan dengan Partai Buruh dan Partai-partai lain yang punya kepedulian dengan masalah perburuhan.
- Komite Hubungan Luar Negeri; Komite ini membangun komunikasi dengan serikat-serikat buruh internasional dan lembaga-lembaga yang peduli perburuhan, untuk memberi dukungan terhadap perjuangan Dewan Buruh Nasional.
- Komite Perpajakan; komite ini mengoreksi berbagai pungutan pajak yang memberatkan masyarakat dan buruh.
- Komite Kebijkan Anggaran (APBN); Komite ini memperjuangkan Anggaran Negara untuk gerakan buruh, seperti anggaran untuk pembentukan serikat buruh di setiap perusahaan/di kawasan industri/di kawasan perdagangan; anggaran pendidikan dan pelatihan bagi aktivis serikat buruh di dalam dan di luar negeri, anggaran untuk menghadiri Sidang Tahunan ILO. Biaya kantor dan biaya operasional.
Anggaran ini harus bisa, karena buruh sudah membayar pajak ke negara secara lansung dan tidak 1langsung. Karenanya sebagian mesti kembali ke buruh.
Hal ini sangat mungkin diperjuangkan, karena sudah pernah dilaksanakan pada era Orde Baru, namun masih melalui Sekneg dan Kemenaker. Dan sekarang ini harus langsung disalurkan ke Dewan Buruh Nasional.
“Kemakmuran hidup kaum buruh, bukan saja mengenai soal kemakmuran rakyat, tetapi mengenai pula keselamatan negara seluruhnya” (Soekarno, 15 Februari 1950)
Semoga.
Rusunawa Pasar Rumput, 15 September 2024
Sumber:
BerdikariOnline, 6 Mei 2020
Wikipedia Indonesia