UNBUNDLING MERUPAKAN BENTUK PRIVATISASI YANG AKAN MENGHILANGKAN KONTROL NEGARA DALAM KEDAULATAN ENERGI (LISTRIK)

by -191 Views
SIARAN PERS GEKANAS, 
SENIN, 15 JANUARI 2024 
UNBUNDLING MERUPAKAN BENTUK PRIVATISASI YANG AKAN MENGHILANGKAN KONTROL NEGARA DALAM KEDAULATAN ENERGI (LISTRIK)   WAHAI DPR DAN PRESIDEN, LAKSANAKAN PERINTAH KONSTITUSI!!!

CEMWU, Jakarta — 3 (tiga) ahli telah dihadirkan oleh Pemohon Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS) dalam Persidangan Constitutional Review oleh Mahkamah Konstitusi dalam Register Perkara Nomor 39/PUU-XXI/2023 mengenai pengujian Materiil bagian Ketenagalistrikan undang-undang 6 tahun 2023 tentang Persetujuan Perppu menjadi UU.

Pertama ahli Ketenagalistrikan yang mengkonfirmasi bahwa praktek unbundling (Pemisahan usaha ketenagalistrikan) dimana terdapat pembangkit listrik yang sama sekali tidak terdapat kontrol negara didalamnya karena tidak menguasai kepemilikan pembangkit tersebut sehingga bagi GEKANAS unbundling di republik ini dan melanggar putusan Mahkamah Konsittus.

Kedua, ahli dari Universitas New York, DR Shaun Sweeney yang menjelaskan kegagalan privatisasi sektor ketenagalistrikan di beberapa negara,

dan ahli yang ketiga adalah salah satu hakim MK Periode pertama Prof Maruarar Siahaan yang dalam keterangannya dipersidangan menegaskan bahwa unbundling tidak boleh dilakukan karena melawan konsep konstitusional mengenai pengusaan negara sebagaimana pernah termuat dalam beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi yang terakhir dalam putusan perkara 111/PUU-XIII/2015.

Pandangan hakim MK periode pertama juga ini mengingatkan kita hampir satu windu lalu, yakni pada 6 april 2016 dimana saat itu almarhum Prof Natabaya sebgai salah satu Hakim MK periode pertama yang juga ikut memutus inkonsittusionalitas UU No 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan register perkara 001-021-022/PUU-1/2003 menyampaikan pandangannya diperidangan MK yang menyatakan norma dalam Pasal 10 ayat (2) UU Ketenagalistrikan sebagaimana masih tertuang dalam UU Cipta kerja itu tak ubahnya pasal tipu tipu.

Berdasarkan statisk PLN 2022, Produksi total PLN (Produksi sendiri, sewa, beli, dan proyek) pada tahun 2022 sebesar 308.002,30 GWh dimana energi listrik yang dibeli dari luar PLN sebesar 123.665,25 GWh (40,15%).

Pembelian energi listrik tersebut meningkat 17.379,27 GWh atau 16,35% dibandingkan tahun sebelumnya.

Dari data Pembelian energi Listrik tersebut menunjukan semakin meningkatnya Ketergantungan negara dari tahun ketahun terhadap Pembangkit Swasta (Independent Power Producer/IPP) dan Para Pemohon duga praktek unbundling (pemisahan usaha ketenagalistrikan setidaknya disektor pembanggkitan) telah terjadi.

Lebih dari itu sesungguhnya tak dapat dipungkiri negara semakin banyak membeli Listrik dan akan membebani keuangan negara yang sesungguhnya bisa lebih efisien jika memproduksi sendiri.

Apabila kondisi ini dibiarkan terus menerus maka jika semakin besar ketergantungan IPP maka kontrol dan penguasaan negara dalam cabang strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti halnya Listrik ini akan semakin hilang dan Masyarakat dapat terdampak dengan bisa saja tarif Listrik dinaikan karena penyesuaian atas pembelian Listrik negara oleh IPP tersebut.

GEKANAS sebagai aliansi gerakan serikat pekerja/serikat buruh yang terdiri dari belasan federasi dan serikat pekerja/serikat buruh swasta dan BUMN, akademisi, tokoh ,dan lembaga pemerhati perburuhan sebagai pemohon dalam perkara Nomor 39/PUU-XXI/2023 jelas tidak ingin konstitusionalitas penguasaan negara dalam penyediaan energi Listrik ini dilanggar oleh pembentuk UU maupun pelaksana undang-undang lainnya.

Saatnya negara berdaulat energi Listrik dan kurangi ketergantungan kepada IPP yang menyalahi mekanisme keterlibatan swasta sebagaimana amanat putusan Mahkamah Konstitusi Berdasarkan hal-hal tersebut, GEKANAS meminta kepada:

1. Segenap elemen negara untuk Perkuat pengusaan listrik oleh negara sebagai amanat konstitusi dengan menolak privatisasi listrik dengan mekanisme unbundling (pemisahaan usaha ketenagalistrikan)

2. Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional Pasal 42 angka 5 Pasal 7 ayat (1), angka 6 Pasal 10 ayat (2), angka 7 Pasal 11 ayat (1), angka 15 Pasal 23 ayat (2), angka 23 Pasal 33 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023