CEMWU, JAKARTA — Sekretaris Pengurus Pusat Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi , dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP KEP SPSI), Sulistiyono, S.H., mengatakan, penyebab utama Kecelakaan kerja di Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park Tbk., (IMIP) di smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) yang meledak dan menyulut kebakaran karena adanya Standard Operational Procedure (SOP) yang tidak dilaksanakan.
“Penyebab utamanya kalau dari kronologi yang saya dapat, kecelakaan terjadi pada saat perbaikan atau maintenance rutin, artinya sudah direncanakan. Menurut saya kemungkinan ada SOP yang tidak dijalankan atau mengejar downtime kondisi tempat kerja belum aman sudah dipaksakan untuk dikerjakan,” kata Sulistiyono melalui pesan Whattaps kepada nikel.co.id, Kamis (10/1/2024).
Menurutnya, dari pantauan yang tercatat di Kawasan IMIP selama ini, sudah beberapa kali kecelakaan terjadi dalam setahun. Namun, diakhir tahun 2023 ini merupakan kecelakaan terbesar yang dialami oleh ITSS.
“Menurut catatan saya dalam satu tahun belakangan ada tiga kali kecelakaan. Akan tetapi kejadian di tanggal 24 Desember 2023 yang paling parah karena sampai hari ini info korban meninggal sudah 20 pekerja,” ujarnya.
Dia juga mengungkapkan, dari berbagai kecelakaan di pertambangan maupun smelter yang terjadi selama ini hampir tidak ada sanksi yang diberikan pemerintah kepada perusahaan tambang tersebut.
“Menurut catatan kami juga seperti itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) tidak pernah memberikan sanksi kepada perusahaan karena lalai sehingga menimbulkan kecelakaan tersebut,” ungkapnya.
Ia menilai, untuk dapat mengurangi atau mencegah kecelakaan terjadi pemerintah harusnya memiliki langkah yang tegas, sehingga perusahaan tambang lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitas operasionalnya.
“Harapannya kejadian kemarin pemerintah berani memberikan sanksi kepada perusahaan,” imbuhnya.
Sulistiyono memaparkan, pentingnya peran Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) diterapkan oleh seluruh pekerja dalam pelaksanaan operasional kerja.
“Menurut catatan saya tidak semua perusahaan punya P2K3 ataupun kalau ada tidak berfungsi efektif,” paparnya.
P2K3 itu sendiri adalah badan pembantu di temapt kerja yang merupakan wadah kerja sama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerja sama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (belajar K3).
Dia menjelaskan, seharusnya Pengawas Ketenagakerjaan berperan lebih aktif tidak hanya datang ketemu perusahaan terus pulang, harusnya ketemu serikat pekerja atau serikat buruh (SP/SB) diperusahaan.
“Dan cek langsung kondisi ke tempat kerja disamping efektifitas peran P2K3 harus lebih aktif dan di dalam tim harus melibatkan serikat pekerja di perusahaan tersebut,” jelasnya.
Atas insiden kecelakaan ini, ia meminta pemerintah untuk segera membentuk tim untuk melakukan pengusutan hingga tuntas sehingga bisa diketahui akar permasalahannya dan dilakukan tindakan selanjutnya.
“Kami meminta kepada Kemnaker untuk membentuk tim investigasi yang didalamnya ada unsur Tripartit untuk mengusut kejadian tersebut karena ini sudah merupakan tragedi kemanusiaan pemerintah gak boleh abai terhadap nyawa rakyatnya hanya mementingkan investasi ,” pungkasnya. (Shiddiq)
Sumber : https://nikel.co.id/2024/01/11/spsi-menilai-ledakan-smelter-itss-akibat-sop-tidak-dilaksanakan/