HILANGKAN DIKOTOMI KAYA-MISKIN DALAM JKN

by -127 Views

KEPTV News, Jakarta — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin beberapa waktu lalu mengeluarkan pernyataannya di Komisi IX DPR RI, yang mengharapkan agar orang kaya jangan membebani BPJS Kesehatan dan negara.

Inilah sikap Menteri Kesehatan yang tidak berasal dari dunia kesehatan. Budi Gunawan berlatar belakang bankir, ekonom dengan alma mater ITB. Jadi pikirannya dengan dunia kesehatan dan jaminan sosial tidak terkoneksi dengan baik.

Pasal 28H ayat (3) UUD 1945, tidak mengenal pemisahan orang kaya, orang miskin dalam memperoleh hak atas jaminan sosial.

Dalam UU SJSN, salah satu prinsipnya menganut prinsip GOTONG ROYONG. Artinya setiap orang tanpa melihat atau mengukur status sosialnya saling tolong menolong maupun bantu membantu diantara sesama warga bangsa.

Apa salahnya jika orang yang tergolong miskin membantu orang kaya. Apalagi Dana PBI itu dari NEGARA bukan uangnya menteri keuangan atau milik Menkes atau uang milik BPJS Kesehatan.

Atas dasar prinsip gotong royong itu lah, pada saat pembahasan RUU BPJS, kami yang tergabung dalam KAJS (Komite Aksi Jaminan Sosial) sepakat untuk meleburkan JPK (Jaminan Pelayanan Kesehatan) PT. Jamsostek ke dalam BPJS Kesehatan.

Jika saja ketika itu KAJS ingin tetap mempertahankan JPK tetap berdiri sendiri, bisa saja. Karena Dana JPK selalu surplus setiap tahun, dan pekerja yang sebagai peserta Jamsostek langsung dilayani di RS tanpa harus melalui FKTP segala, dan bisa reimburse ke PT Jamsostek ketika pekerja membayar terlebih dahulu biaya pengobatannya.

Selain itu, iuran JPK ditanggung sepenuhnya oleh Pengusaha. 6% dari upah untuk pekerja berkeluarga dan 3% dari upah untuk pekerja lajang.

Ketika orang kaya diklaim lebih besar menggunakan Dana JKN ketimbang iuran yang dibayarkan, dan mengambil banyak anggaran PBI, klaim itu tidak sepenuhnya benar.

Kita jangan melihat sepotong-potong iuran dan pelayanan. Pertanyaannya, siapa saja yang berhak mendapatkan rawat inap di Kelas 1?

Menurut regulasi, ternyata bukan saja peserta yang membayar iuran Rp150.000/bulan (disebut orang kaya) yang mendapat fasilitas rawat inap Kelas 1. Peserta PPU pun yang mendapatkan upah di atas Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah)/bulan berhak atas fasilitas rawat inap Kelas 1.

Apakah sudah dihitung berapa banyak Peserta PPU yang sudah memanfaatkan fasilitas Kelas 1 ketika rawat inap? Dan itu pun bukan hanya pekerja ybs tapi juga isteri/suami dan 3 anak.

Karena itu, jangan lagi ada dikotomi kaya – miskin dalam pelaksanaan Jaminan Sosial Kesehatan Nasional. Mari kita perbaiki bersama berbagai kekurangan yang masih ada dalam pelaksanaan JKN.

Sementara itu Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Rahmad Handoyo berpendapat, bahwa masalahnya banyak orang kaya yang terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan jalur Penerima Bantuan Iuran (PBI). Padahal, PBI diperuntukkan buat rakyat miskin.

Pengelolaan Data PBI ada pada Kementerian Sosial, bukan oleh BPJS Kesehatan atau Kementerian Kesehatan. Silakan dibenahi data PBI di Kemensos agar terdata dengan benar siapa saja yang berhak menerima PBI.

Indra Munaswar
Koordinator BPJS Watch