AKU DIANTARA MINYAK GORENG LANGKA, TIPISNYA TEMPE DAN PENUNDAAN PEMILU/AMANDEMEN UUD 1945
Ditengah sulitnya masyarakat memperoleh minyak goreng hingga tempe semakin tipis setipis isi dompet ku, isu masa jabatan 3 Periode Hingga Penundaan Pemilu yang dilontarkan sejumlah politisi dapat saja Mematikan Nilai Konstitusi (dibaca UUD 1945).
Ditambah ada juga partai yang mengusulkan bukan sekedar ditunda, tapi amandemen UUD 1945 khusus untuk memberikan pintu masuk jabatan 3 periode Presiden.Padahal gagasan 3 periode udah dibantah keras oleh Presiden Joko Widodo yang bilang enggak setuju bahkan beliau mencurigai ada motif ingin menampar muka saya, cari muka atau ingin menjerumuskan, begitu beliau ungkapkan.
Padahal juga, KPU sudah menetapkan tanggal Pemilu yakni 14 Februari 2024 yang waktu itu udah disetujui (setidaknya dirapatkan) bersama dengan DPR RI (yang juga diisi oleh politisi yang menggaungkan isu penundaan) dan Pemerintah.
Dampak Pemilu ditunda Tidak hanya perpanjangan masa jabatan untuk Presiden dan Wakil Presiden akibat penundaan pemilu ini, Tapi juga semua politisi di DPR sekaligus otomatis ngikut kut (jadi sentra isu ini bukan hanya tertuju kepada isu Pak Presiden semata)Biaya pemilu yang katanya ratusan Triliun jadi enggak kepake kan hemat? Iya hemat untuk saat itu kalo ditunda tapi akan tetap kepake kan pada waktunya pemilu ada. Lagian kok mahal banget iya biaya pemilu segitu dan terus naik tiap diselenggarakan??
Bagaimana caranya penundaan atau nambah Periodesasi:Pintu masuk paling logis untuk melanjutkan wacana tersebut (di luar logika kenekatan penyelenggara negara tanpa memandang konstitusi) setidaknya mungkin bisa dilakukan dengan 2 cara:
1. Amandemen UUD 1945 melalui sidang MPR yang melibatkan DPR dan DPD.
2. Uji Konstitusional (Judicial Review Ke MK) UU/pasal terkait masa jabatan atau syarat presiden/wapresMisalnya:- Untuk isu penundaan bisa pake:Pasal 167 ayat (1) UU No 7 tahun 2017 tentang PEMILU yang bilang Pemilu dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali.- Untuk isu tambah jadi 3 Periode Pasal 169 mengenai Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon wakil presiden.
Belum pernah menjabat sebagai presid.en atau wakil presiden , selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;itu pun kalo uji Konstitusional MK dikabulkan atau ditafsirkan sesuai keinginan yang mau nunda dan nambah periode.Khusus untuk pintu masuk melalui amandemen UUD 1945, ini yang agak ngeri dan menurut saya justru bisa mematikan nilai konstitusi UUD 1945 itu sendiri.
UUD 1945 kita udah tegas bilang dipasal 22E ayat (1) dan (2) PEMILU dilaksanakan selama lima tahun sekali untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD.
Bahkan Pasal 7 UUD 1945 udah ngonci masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Tapi melalui amandemen konstitusi bisa jadi pasal 7 dan 22E bisa diubah melalui sidang MPR. Tapi amandemen konstitusi membolehkan itu?Ya secara hukum sih di buka ruang itu (silahkan tengok syaratnya di Pasal 37 UUD 1945) bahkan semakin mungkin terjadi ditengah jumlah partai pendukung pemerintah begitu mendominasi kursi di Senayan.Namun konstitusi di buat bukan dalam ruang kosong dengan tidak hanya sebatas menerapkannya pada pasal yang terkandung didalamnya mengenai bisa tidaknya suatu hal dilakukan, konstitusi menurut banyak para ahli lebih dari sekedar itu, seingat saya K. C Wheare bahkan pernah bilang konstitusi setidaknya selain berisi selain aspek hukum/legal juga ada aspek etika moral yang bersifat universal.
Jadi perubahan norma konstitusi bisa saja dilakukan tapi perubahannya juga harus melihat aspek etika moral yang bersifat universal. Wajar gak sih perpanjangan secara moral itu dilakukan? Jika ditengok sekilas saja, rasanya Maksud pembentuk UUD dalam amandemen UUD 1945 mengenai batasan masa jabatan Presiden berakar dari pengalaman masa lalu bangsa ini yang pada akhirnya memerlukan adanya pembatasan jabatan Presiden dan wakil Presiden.
Terlebih hari gini sebagaimana gagasan Indonesia sebagai negara hukum demokratis, masa ia masa jabatan mau terus diperpanjang dan (khawatir kembali dipermaklumkan) untuk diperpanjang dan diperpanjang terus.Ahli Hukum tata negara Sri Soemantri pernah menegaskan pentingnya pembatasan kekuasaan, dimana dikatakan materi pokok muatan konstitusi selain berisi Jaminan pemenuhan hak asasi juga berisi pembagian dan pembatasan kekuasaan, bagi saya pembatasan kekuasaan yg dimaksud bukan hanya kewenangnanya, tapi juga dimaknai mengenai jangka waktu kekuasaan juga.
Terinspirasi model kekuasaan Putin, Xi Jinping, hingga Erdogan?Pada umumnya di negara-negara yang menerapakan sistem demokrasi, konstitusinya memberikan pembatasan masa jabatan pemimpin yg dipilihnya, biasanya 4 atau 5 tahun sekali dengan maksimal 2 periode. Artinya gak dibolehkan nyapres lagi untuk periode ketiga.
Barangkali isu tambahan periodesasi masa jabatan menjadi 3 kali nyapres ataupun isu penundaan pemilu yang sebenarnya juga memperpanjang kekuasaan itu terinspirasi dari kisah beberapa Penguasa di negara lain, diantaranya bisa kita tengok contoh Presiden Rusia Vladimir Putin yang telah berkuasa sudah lebih dari 2 dasawarsa sejak awal milenial tahun 2000 hingga kini (walaupun periode 2008-2012 Presidennya Medvedev, namun banyak analis yg bilang sesungguhny Putin tetap yg memimpin).
Dengan berbagai alasan dan situasi, toh saat itu Presiden Vladimir Putin memenangkan PEMILU dan kemudian membuat aturan masa jabatan dari 4 tahun menjadi 6 tahun. Bahkan konon katanya amandemen terbaru konstitusinya membuka peluang Putin nyapres lagi saat PEMILU 2024 hingga dan PEMILU 2030.Atau juga bisa kita tengok cerita kekuasaan Presiden Erdogan di Turki memimpin hampir 2 dasarwarsa dengan bermula menjadi Perdana Menteri sejak 2003 dan kemudian terpilih sebagai Presiden sejak 2014, lalu pada 2018 dengan pelbagai perubahan konstitusi tahun 2017 memberikan kewenangan Presiden yang lebih luas dengan menghapus jabatan Perdana Menteri. Serta kemudian terbuka Presiden Erdogan nyapres lebih dua periode pada 2023 dan menjabat hingga 2029.Atau barangkali terinspirasi dari kisah Presiden Cina, dimana Kongres Cina tahun 2018 menyepakati menghapus masa jabatan Presiden 2 Periode sehingga terbuka Presiden Xi Jinping untuk nyapres lagi tahun 2023 dan selanjutnya tanpa batasan periodesasi.Dari beberapa model tersebut, tentu konstitusinya tak lepas dibentuk dalam kondisi dan hal lain yang melatarbelakangi dan bagaimana situasi negaranya, yang jelas pintu masuknya perpanjangan masa jabatan dari perubahan konstitusi yg erat kaitannya dengan peran partai politik. namum, apapun latar belakang dan situasinya, pada akhirnya melihat kasus Putin dan Erdogan, Tetap memenangi PEMILU.
Isu Strategis (seharusnya) PEMILU hingga masalah fundamental tak berkesudahan?Merupakan suatu hal yang dapat diteropong kiranya maksud dan tujuan bagi politisi untuk mendorong perubahan masa jabatan hingga penundaan PEMILU, namun nilai-nilai konstitusi serta kehendak rakyat kiranya patut diperhatikan dengan tetap mendorong konsep pembatasan kekuasaan yang tidak berhenti pada titik pembagian/pemisahan kewenangan lembaga negara, tapi juga perlunya batasan waktu masa jabatan guna mencegah kekuasaan yang semakin absolute tanpa mengesampingkan upaya membangun bangsa dengan menyejahterakan rakyatnya.
Bagi saya, saat ini isu syarat mencalonkan Presiden (Presidensial Tresshold) justru justru jauh lebih stratagis digarap sehingga diharapkan warga negara punya lebih banyak pilihan dalam Calon Pemimpin yang barangkali akan menghasilkan kontestan yang semakin berkualitas dengan rakyat diberikan banyak alternatif memilih dengan didukung oleh penyelenggaraan PEMILU yang baik.
Sudah sebulanan lebih minyak goreng belum (mampu) dikendalikan harga kedelai tinggi yang membuat tempe kian tipis, Polemik JHT 56 tahun tak kunjung tuntas, korupsi terus berjalan dan misteriusnya keberadaan Harun Masuki seharusnya tidak berlama-lama diselesaikan dan dibiarkan untuk menjadi prioritas penanganan segera.Pada akhirnya semua ditentukan pada Rakyat (selama Regulasi belum mengubah model pemilihan umum tiap warga negara punya hak nyoblos) untuk memilih pemimpin dan model pemimpin seperti apa yang diharapkan dengan berbagai harapan yang ada dengan catatan rakyat semakin diberikan ruang dan kesempatan untuk dapat kritis dan tidak apatis terhadap kerja-kerja para wakilnya.Disisi lain, isu ini akan semakin bergulir tak terkendali kalo dibiarkan.
Perlu ada statemen tegas dari pihak yg tersenggol langsung dengan isu penundaan pemilu maupun tambahan periodesasi jabatan jadi 3 periode jika memang tidak setuju atau sebaliknya. Btw, jadi kepikiran, kalo masa jabatan presiden sudah diatur maksimal 2 periode, bagaimana jika DPR juga dibuat ada batasan menjabat? (Arlaz)