Tak bosan membidik kaum buruh, Pemerintah terbitkan aturan kejam untuk pencairan JHT

by -139 Views

Tak bosan membidik kaum buruh, Pemerintah terbitkan aturan kejam untuk pencairan JHT.

KEPTV NEWS – Jakarta — FSP KEP SPSI menyatakan perlawanan keras terhadap buntut dari pemerintah yang tetap memberlakukan OMNIBUS LAW yang diputus oleh MK yaitu inkonstitusional bersyarat.

Dampak dari semua itu pemerintah terus gencar membidik Buruh untuk selalu sebagai alat di marginalkan. Dari semenjak Rezim ini berkuasa , Pemerintah seakan tak henti-hentinya Sampai sekarang pun masih terus membidik untuk melemahkan buruh Indonesia, Apa salah buruh indonesia sehingga pemerintah tak bosan-bosannya memberikan aturan aturan baru yang selalu menyengsarakan kau buruh dari pembatasan UPAH, menghilangkan Upah sektoral, sampai dengan ketidak pastian hubungan kerja dan gampangnya Buruh di PHK.

Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP KEP SPSI) mengkritik Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah karena mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Galih Wawan Ketua V PP FSP KEP SPSI menyebut Permenaker tersebut mengatur pembayaran Jaminan Hari Tua bagi buruh yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) baru bisa diambil apabila buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada usia 56 tahun.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 ini juga sekaligus mencabut Peraturan Menteri Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat Jaminan Hari Tua.

Peraturan Menteri yang telah diundangankan pada 4 Februari 2022 itu, menyebutkan dalam pasal 3 bahwa manfaat JHT baru dapat diberikan saat peserta masuk masa pesiun di usia 56 tahun.

Selanjutnya, dalam Pasal 4 disebutkan bahwa manfaat JHT bagi peserta yang mencapai usia pensiun itu juga termasuk peserta yang berhenti bekerja.

Dengan aturan baru itu, bagi buruh yang di PHK atau mengundurkan diri, baru bisa mengambil dana Jaminan Hari Tuanya saat usia pensiun.

Jadi kalau buruh/pekerja di-PHK saat berumur 30 tahun maka dia baru bisa ambil dana JHT-nya di usia 56 tahun atau 26 tahun setelah di-PHK. Padahal saat ini dana kelolaan BPJS Tenaga Kerja sudah lebih dari Rp 550 Trilyun.

Padahal kita sebagai pekerja sangat membutuhkan dana tersebut untuk modal usaha setelah di PHK.

Di aturan sebelumnya pekerja terkena PHK atau mengundurkan diri atau habis masa kontraknya bisa mencairkan JHT setelah 1 bulan resmi tidak bekerja dengan begitu kata dia, bila buruh yang terkena PHK sebelum usia 56 tahun, maka harus menunggu lama sekali untuk mencairkan JHT.

“Peraturan baru ini sangat kejam bagi buruh dan keluarganya,” kata Galih Wawan melalui keterangan yang disampaikan, Jumat (11/2/2022).

Menurut Galih Wawan, Permenaker No 2 tahun 2022 harus dievaluasi dan dicabut. Apalagi kata dia, aturan itu merupakan aturan turunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Selain itu, Galih Wawan juga menyebut sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menaker untuk membuat aturan agar JHT buruh yang terkena PHK dapat diambil oleh buruh yang bersangkutan ke BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) setelah satu bulan di PHK

“Dengan demikian, Permenaker ini menjilat ludah sendiri dari kebijakan Presiden Jokowi dalam upaya membantu buruh yang ter-PHK yang kehilangan pendapatannya agar bisa bertahan hidup dari JHT yang diambil 1 bulan setelah PHK,” kata dia.

Sebagai tindak lanjut, Galih mengatakan bahwa serikat pekerja/ buruh dalam waktu dekat akan mengadakan protes keras terhadap beberapa kebijakan yang selalu membidik dan melemahkan kesejahteraan kaum buruh. (GW)