Oleh: Indra Munaswar
Beberapa hari lalu terungkap adanya tindak pelecehan seksual terhadap seorang pekerja perempuan bernama AD oleh seorang manajer di perusahaan PT. II di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
Bentuk dari pelecehan seksual yang dilakukan sang manajer adalah dengan mengajak AD untuk staycation berdua saja sebagai syarat jika kontrak kerjanya ingin diperpanjang.
Diakui oleh AD bahwa kontrak kerjanya akan berakhir pada 13 Mei 2023. Akibat dari penolakan oleh AD tersebut membuat sang manajer marah.
Dalam buku Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja yang diterbitkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan ILO tahun 2011 dinyatakan bahwa bentuk-bentuk pelecehan seksual salah satunya adalah pelecehan psikologis/emosional terdiri atas permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.
Sedangkan Konvensi No. 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja, merumuskan bahwa “kekerasan dan pelecehan” dalam dunia kerja merupakan serangkaian perilaku dan praktik yang tidak dapat diterima, atau ancaman terhadapnya, baik yang terjadi sekali maupun berulang, yang bertujuan, menghasilkan, atau cenderung membahayakan secara fisik, psikologis, seksual atau ekonomi, dan termasuk kekerasan dan pelecehan berbasis gender;
Kekerasan dan pelecehan di dunia kerja bisa terjadi di tempat kerja, termasuk ruang publik dan pribadi yang menjadi bagian dari tempat kerja; atau di tempat-tempat di mana pekerja dibayar, beristirahat atau makan, atau menggunakan fasilitas sanitasi, mencuci dan berganti pakaian; atau selama perjalanan, pelatihan, acara atau kegiatan sosial yang terkait dengan pekerjaan; atau melalui komunikasi terkait pekerjaan, termasuk yang dimungkinkan oleh teknologi informasi dan komunikasi; atau di akomodasi yang disediakan pemberi kerja; atau saat bepergian ke dan dari tempat kerja.
UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dengan jelas melindungi perempuan dari tindak pelecehan.
Pasal 33 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari tindak merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.
Pasal 49 ayat (2) menyatakan bahwa wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatannya.
Atas dasar ketentuan-ketentuan tersebut, jelas bahwa pekerja perempuan apa pun statusnya dalam hubungan kerja harus mendapat perlindungan dari tindak pelecehan seksual sebagai diamanatkan dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan kehormatan, dan martabat.
Pelecehan seksual yang dihadapi oleh AD ini bukan urusan pribadinya sendiri. Ini menjadi masalah nasional yang melibatkan koorporasi.
Karena itu serikat pekerja/serikat buruh di tingkat nasional mesti berteriak sekuat-kuatnya guna melindungi pekerja perempuan dari pihak koorporasi dan dari kaum laki- laki bengal.
Jakarta, 8 Mei 2023 Ketua Umum FSPI