KEPTV | Sudah satu dekade Peraturan Pemerintah No. 45/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun berjalan, namun hingga kini besaran iuran dan batas upah sebagai dasar perhitungan belum juga disesuaikan. Kondisi ini membuat manfaat Jaminan Pensiun bagi buruh belum maksimal. Padahal, program ini adalah hak mendasar pekerja untuk menjamin kehidupan layak di masa tua.
Indra Munaswar Ketua Umum FSPI, Presidium GEKANAS dan Koordinator BPJS Watch, menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh membiarkan pekerja hanya menerima manfaat yang sangat kecil ketika memasuki masa pensiun. “Sejak PP Jaminan Pensiun terbit, iuran tidak pernah naik dan batas upah yang dijadikan dasar perhitungan juga tidak berubah. Akibatnya manfaat yang diterima buruh di hari tua tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak,” ujarnya.
Data terbaru menunjukkan bahwa hingga Juni 2025 jumlah peserta aktif program Jaminan Pensiun telah mencapai 14,96 juta orang, sementara dana kelolaannya menembus Rp 207 triliun. Dari jumlah itu, sekitar 180 ribu penerima manfaat sudah menikmati pensiun berkala, termasuk ahli waris (janda/duda/anak). Jika dibandingkan, jumlah peserta Jaminan Hari Tua (JHT) lebih besar, yakni sekitar 19 juta orang, sedangkan total peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan di semua program mencapai 39,7 juta orang per April 2025.
“Bayangkan, dengan dana sebesar itu dan peserta yang terus bertambah, buruh seharusnya bisa mendapat manfaat yang lebih adil. Tapi karena aturan tidak diperbarui, mereka hanya menerima pensiun yang nilainya jauh dari cukup,” tambah Indra Munaswar.
Ia menekankan, buruh harus lebih peduli terhadap hak jaminan sosialnya, khususnya Jaminan Pensiun. Menurutnya, perjuangan serikat pekerja tidak hanya soal upah minimum, tetapi juga memastikan kesejahteraan di hari tua terjamin. “Kalau sekarang kita diam, maka di masa tua nanti kita sendiri yang menanggung akibatnya,” tutup Indra.




