,

Ketua Umum PP FSP KEP SPSI Desak Kenaikan Upah Minimum 2026 Minimal 10–12%: “Pekerja Tidak Boleh Lagi Hidup di Batas Sangat Minimum”

by -40 Views

Jakarta, 23 November 2025, Rencana pemerintah terkait formula baru kenaikan upah minimum tahun 2026 kembali menjadi sorotan setelah Menteri Ketenagakerjaan memberi bocoran bahwa penetapan UMP tahun depan akan melibatkan perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL) serta peran lebih besar Dewan Pengupahan di daerah, sebagaimana diamanatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi.

Menanggapi isu tersebut, Ketua Umum PP FSP KEP SPSI, R. Abdullah, menyampaikan bahwa arah perubahan kebijakan ini merupakan langkah positif, namun belum menjamin kesejahteraan pekerja apabila angka kenaikannya tetap kecil dan tidak sejalan dengan kenyataan hidup di lapangan.

Abdullah: “Kenaikan kecil sama saja membiarkan pekerja semakin tertinggal.”

Abdullah menegaskan bahwa inflasi, kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya transportasi, pendidikan, dan perumahan terus meningkat sejak 2023 hingga 2025. Menurutnya, daya beli pekerja turun drastis karena upah minimum beberapa tahun terakhir tidak mengalami kenaikan signifikan.

“Kami menghargai bahwa pemerintah kembali memasukkan KHL seperti amanat Mahkamah Konstitusi. Tetapi kalau hasil akhirnya hanya 3–5%, itu tidak ada artinya. Kenaikan kecil sama saja membiarkan pekerja semakin tertinggal oleh biaya hidup,” tegas Abdullah.

Ia menambahkan bahwa disparitas upah antardaerah saat ini terlalu tinggi dengan provinsi upah rendah hanya sekitar Rp2,1 juta, sementara daerah tertinggi mencapai Rp5,6 juta. Menurutnya, formula baru harus memastikan pemerataan dan keadilan bagi pekerja terutama di daerah dengan UMP rendah.

Putusan MK 168 Harus Jadi Acuan: Inflasi + Pertumbuhan Ekonomi × Alfa + KHL

Abdullah menegaskan bahwa rumus pengupahan wajib mengikuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168, yaitu:

Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi × Alfa)
dengan mempertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai basis utama.

“Putusan MK 168 adalah acuan konstitusional. UMP 2026 tidak boleh menggunakan formula di luar itu. Alfa harus dihitung secara objektif, dan menurut pandangan kami nilai Alfa yang ideal adalah 1,” jelas Abdullah.

Dengan Alfa = 1, maka pekerja ikut menikmati pertumbuhan ekonomi secara penuh dan sesuai kontribusinya terhadap produktivitas nasional.

Desakan Serikat: KHL harus dihitung berdasarkan kondisi riil, bukan angka administrasi

Abdullah menegaskan bahwa penentuan upah harus mencerminkan realitas belanja pekerja, bukan angka rata-rata yang tidak sesuai dengan lapangan.

“KHL tidak boleh hanya menjadi formalitas. Harus dihitung berdasarkan belanja nyata pekerja, termasuk kenaikan biaya kontrakan, BBM, pangan, dan transportasi,” ujarnya.

USULAN KENAIKAN UPAH 2026 VERSI PP FSP KEP SPSI

Sebagai sikap resmi organisasi, Ketua Umum PP FSP KEP SPSI menyampaikan lima usulan konkret untuk kenaikan UMP 2026 yang akan dibawa ke meja perundingan tripartit.

1. Kenaikan UMP Nasional Minimal 10–12%

Menyesuaikan proyeksi inflasi dan lonjakan biaya hidup.

“Ini bukan angka politis. Ini batas minimum agar daya beli pekerja tidak semakin anjlok,” jelas Abdullah.

2. Tambahan 2–3% untuk Provinsi dengan UMP Rendah

Daerah berupah rendah (Rp2,1–3 juta) membutuhkan koreksi lebih besar untuk mengurangi ketimpangan struktural.

3. Formula Berbasis Putusan MK 168: Inflasi + Pertumbuhan Ekonomi × Alfa + KHL

FSP KEP SPSI menuntut:

  • penerapan Alfa = 1 sebagai nilai ideal,
  • transparansi data inflasi, pertumbuhan ekonomi, PDRB, dan KHL,
  • perhitungan upah yang berkeadilan dan tidak manipulatif.

4. Transparansi Dewan Pengupahan Daerah

“Tidak boleh ada proses tertutup. Semua data harus dibuka ke publik, mulai dari KHL, inflasi, hingga asumsi ekonomi daerah,” ujar Abdullah.

5. UMP 2026 Harus Berlaku Mulai 1 Januari Tanpa Penundaan

PP FSP KEP SPSI menegaskan bahwa pemberlakuan mulai 1 Januari adalah kewajiban undang-undang, bukan pilihan administratif.

PP FSP KEP SPSI menegaskan bahwa perubahan formula kenaikan upah harus memastikan pekerja dapat hidup layak, bukan sekadar bertahan hidup di batas minimum.

Abdullah menutup dengan pernyataan tegas:

“Kami siap berdialog, tetapi kami juga siap memperjuangkan hak pekerja jika kenaikan upah tidak mencerminkan realitas lapangan. 2026 harus menjadi tahun titik balik kesejahteraan pekerja.”