Forum Publik di Jakarta Tegaskan Solidaritas Regional untuk Myanmar, Desak ASEAN Ambil Tindakan Nyata

by -21 Views

KEPTV | Jakarta, 18 November 2025 — Building and Wood Workers’ International (BWI), bekerja sama dengan Amnesty International Indonesia, KONTRAS, YLBHI, serta mitra regional, menggelar Forum Publik tentang Myanmar, Solidaritas Regional, dan Aksi Hak Asasi Manusia di Novotel Cikini, Jakarta. Kegiatan yang berbarengan dengan Sidang Umum Forum Lembaga HAM Nasional Asia Tenggara (SEANF) ini menghadirkan sekitar 100 peserta dari serikat pekerja, organisasi HAM, lembaga masyarakat sipil, hingga perwakilan diplomatik.

Acara yang berlangsung sejak pukul 09.00 hingga 14.30 WIB itu menjadi panggung penting untuk memperkuat posisi masyarakat sipil Asia Tenggara dalam merespons krisis kemanusiaan Myanmar yang kian memburuk menjelang pemilu yang digagas junta pada Desember 2025.

Solidaritas untuk Myanmar: “Tidak lahir tiba-tiba, harus diperjuangkan”

Perwakilan Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri, menekankan bahwa solidaritas regional tidak boleh pasif. Ia menyampaikan keprihatinan mendalam terkait pembunuhan, penyiksaan, penghancuran desa, hilangnya pendidikan, kesehatan, dan mata pencaharian yang dialami rakyat Myanmar.

Nurina juga menyoroti meningkatnya intimidasi menjelang pemilu yang banyak ditolak masyarakat Myanmar.
Kami mendesak negara-negara di kawasan, termasuk ASEAN, memberikan respons tegas terhadap situasi yang memburuk ini,” ujarnya.

Buruh Myanmar Diburu, Demokrasi Dipukul Mundur

Apolinar “Dong” Tolentino, Regional Representative BWI Asia-Pacific, memaparkan bahwa pasca kudeta 2021, junta terus menangkap aktivis, memburu serikat buruh, dan menutup ruang demokrasi. Banyak organisasi dipaksa bekerja secara bawah tanah.
Tolentino menegaskan bahwa dukungan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, memiliki peran penting dalam mempertahankan gerakan pro-demokrasi.

Delegasi Myanmar dalam forum kembali menyerukan agar komunitas internasional menolak legitimasi pemilu junta dan tidak memberikan ruang bagi rezim militer di ASEAN.

GEBRAK: Ancaman Myanmar Bisa Terjadi Dimanapun Jika Demokrasi Tidak Dijaga

Perwakilan GEBRAK, Sunarno, menilai bahwa solidaritas pekerja lintas negara merupakan bagian penting dari perjuangan demokrasi kawasan.
Apa yang terjadi di Myanmar bisa terjadi di negara lain jika demokrasi dibiarkan melemah,” tegasnya.

Sunarno juga mendorong serikat pekerja Indonesia untuk memberi dukungan berkelanjutan bagi rakyat Myanmar sebagai bagian dari gerakan global kelas pekerja.

YLBHI: “Tanpa tekanan publik regional, Myanmar akan terus terbakar”

Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, menguraikan pelanggaran berat yang dilakukan junta: kriminalisasi aktivis, penyiksaan, pembakaran desa, hingga pembungkaman jurnalis.

Ia menyayangkan sikap ASEAN dan PBB yang dinilai belum memberikan solusi efektif.
Perjuangan kemanusiaan selalu lintas negara. Indonesia punya tanggung jawab moral di kawasan ini,” kata Isnur.

NUCC: Pemilu Junta Tidak Memiliki Legitimasi

Perwakilan National Unity Consultative Council (NUCC), Toe Kyaw Hlain, menghadirkan data kondisi terkini Myanmar:

  • 3,5 juta warga mengungsi
  • Ribuan terbunuh
  • Puluhan ribu dipenjara
  • Desa dan sekolah hancur
  • Wajib militer paksa diberlakukan

Tolong pemerintah Anda menolak pemilu palsu ini. Jangan akui hasilnya,” tegasnya.

Ia mengapresiasi keputusan ILO menerapkan Article 33 serta penangguhan Komisi HAM Myanmar dari SEANF.

“Three Cuts Strategy”: Memutus Akar Kekuasaan Junta

Presiden CTUM MLA, Maung Maung, menggarisbawahi strategi Three Cuts:

  1. Memutus akses senjata,
  2. Memutus aliran dana,
  3. Mengakhiri impunitas.

Ia memaparkan bahwa sebagian besar bahan bakar operasi militer junta berasal dari perdagangan dengan negara ASEAN.
Tanpa dukungan perdagangan, junta tidak dapat bertahan,” ujarnya.

CTUM meminta pemerintah ASEAN mematuhi Article 33 dan menolak undangan untuk menjadi pengawas pemilu junta.

Panel 1: Menghentikan Kekuasaan Militer dan Akuntabilitas Bisnis

Marzuki Darusman, Co-founder SAC-AM, menyampaikan bahwa konflik Myanmar terus dipertahankan militer demi kekuasaan.
Ia menilai junta bersifat pragmatis dalam membangun relasi ekonomi yang menopang kekuatan militernya, sementara ASEAN masih menganggap Myanmar bukan prioritas.

Panel 2: Mendesak Implementasi Nyata ASEAN Five Point Consensus

Panel kedua menghadirkan Patuhan Samosir (ITUC) dan Wirya Adiwena (Amnesty International Indonesia).
Keduanya menegaskan perlunya mendorong Konsensus Lima Poin ASEAN dari sekadar pernyataan politik menjadi aksi regional nyata yang melindungi rakyat Myanmar.

Penutup: Seruan Kolektif “Berdiri Bersama Rakyat Myanmar”

Forum SEANF 2025 menegaskan bahwa krisis Myanmar bukan isu domestik, melainkan ancaman terhadap stabilitas dan demokrasi kawasan.
Seluruh pembicara menyerukan solidaritas dan dukungan moral-politik bagi perjuangan rakyat Myanmar.

Pertemuan ditutup dengan tiga komitmen utama:

  1. Menolak pemilu palsu junta militer,
  2. Mendorong tindakan lebih tegas dari ASEAN,
  3. Menguatkan advokasi internasional untuk mengembalikan demokrasi Myanmar.