Dr. Subiyanto: Wujudkan Indonesia Emas 2045 Tanpa (C)emas dengan Optimalisasi Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan

by -52 Views

Jakarta – Upaya menuju visi besar Indonesia Emas 2045 tidak hanya membutuhkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur, tetapi juga sistem perlindungan sosial yang kuat dan menyeluruh. Hal itu ditegaskan oleh Dr. Subiyanto, S.Sos., S.H., M.Kn., CLA dalam diskusi publik bertajuk “Optimalisasi Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045” yang digelar oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam forum ilmiah tersebut, Dr. Subiyanto menyerukan pentingnya menjadikan jaminan sosial sebagai instrumen utama keadilan dan kesejahteraan berkelanjutan. Ia menilai bahwa tanpa jaminan sosial yang inklusif, pembangunan nasional akan rapuh dan tidak berkelanjutan.

“Mayoritas masyarakat Indonesia hari ini adalah generasi sandwich. Mereka terhimpit di antara kewajiban menanggung masa lalu orang tua yang tidak memiliki jaminan hari tua, dan tuntutan membangun masa depan anak-anak mereka dalam dunia yang penuh ketidakpastian,” ujar Dr. Subiyanto dalam paparannya.

Menurutnya, fenomena tersebut menunjukkan bahwa kesejahteraan sosial belum merata. Di tengah narasi pertumbuhan ekonomi yang impresif, jutaan warga masih menghadapi risiko kemiskinan struktural akibat tidak adanya perlindungan sosial yang memadai.

Realitas Pahit di Masa Pensiun

Dalam kesempatan itu, Dr. Subiyanto memaparkan data mencengangkan yang jarang diungkap ke publik.

“Dari setiap 100 orang yang pensiun, hanya 1 persen yang kaya, 4 persen mandiri secara finansial, 5 persen terpaksa tetap bekerja, 12 persen bangkrut, 29 persen meninggal, dan 49 persen bergantung pada anak-anak mereka,” ungkapnya.

Ia menilai fakta tersebut sebagai alarm nasional yang menandakan lemahnya kesadaran dan sistem perlindungan sosial di Indonesia. Tanpa reformasi yang komprehensif, lanjutnya, mimpi menuju Indonesia Emas 2045 dapat terjebak dalam jebakan kemiskinan antargenerasi.

Mengutip teori Quadrant kehidupan Robert T. Kiyosaki — yang membagi masyarakat dalam empat kategori: Employee, Self-employed, Business Owner, dan Investor — ia menekankan bahwa seluruh lapisan masyarakat, tanpa kecuali, memerlukan jaminan sosial untuk menghadapi masa tua dengan tenang dan bermartabat.

Lima Strategi Transformasi Jaminan Sosial

Sebagai solusi, Dr. Subiyanto menawarkan lima langkah strategis sebagai peta jalan (roadmap) menuju transformasi jaminan sosial nasional yang inklusif dan berkeadilan:

  1. Penerbitan Regulasi Interoperabilitas Data Jaminan Sosial.
    Pemerintah perlu membangun arsitektur sistem data tunggal berbasis digital untuk mengintegrasikan seluruh elemen jaminan sosial, sehingga pelayanan menjadi lebih efektif, efisien, dan manusiawi.
  2. Sosialisasi Masif dan Terstruktur.
    Edukasi publik tentang pentingnya jaminan sosial harus dilakukan secara berkelanjutan dengan pendekatan inklusif yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat, baik di kota maupun desa.
  3. Pelaksanaan Amanat Perpres Nomor 25 Tahun 2020.
    Kolaborasi antara BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan harus dipercepat dalam membangun database terpadu yang transparan dan akuntabel.
  4. Peraturan BPJS untuk Optimalisasi Filantropi.
    Pemerintah perlu memberi insentif berupa pengurangan pajak atau penghargaan bagi korporasi dan individu yang berkontribusi memperluas kepesertaan jaminan sosial.
  5. Revitalisasi Strategi Komunikasi Publik BPJS Ketenagakerjaan.
    Strategi komunikasi perlu diperbarui agar lebih menyentuh, mudah dipahami, dan membangun kedekatan emosional dengan masyarakat pekerja.

Keadilan Sosial Harus Dimulai dari Jaminan Sosial

Menutup paparannya, Dr. Subiyanto menegaskan bahwa jaminan sosial bukan sekadar program pemerintah, melainkan hak konstitusional warga negara.

“Indonesia tidak perlu (c)emas. Indonesia butuh jaminan sosial yang menjangkau setiap warga negaranya. Karena tidak akan pernah ada keadilan sosial tanpa jaminan sosial,” tegasnya disambut tepuk tangan peserta forum.

Menurutnya, jika bangsa ini benar-benar ingin menatap masa depan dengan kepala tegak, maka perlindungan sosial harus dijadikan prioritas nasional. Pembangunan manusia, kata dia, harus menjadi inti dari visi Indonesia Emas 2045.

“Cita-cita Indonesia Emas bukan sekadar soal ekonomi dan infrastruktur, tapi tentang manusia — tentang kehidupan yang layak, aman, dan bermartabat,” tutupnya.

Pesan Dr. Subiyanto menggema sebagai pengingat bahwa masa depan sejahtera tidak dibangun esok hari, melainkan dimulai hari ini — melalui sistem jaminan sosial yang kuat, adil, dan menyentuh seluruh rakyat Indonesia.