KEPTV | Jakarta, 3 September 2025 – Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) resmi menggugat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 286/G/2025/PTUN-Jkt pada 2 September 2025.
Gugatan diajukan atas terbitnya Kepmen ESDM No. 188.K/TL.03/MEM.L/2025 yang mengesahkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) tahun 2025–2034. Gekanas menilai kebijakan tersebut berbahaya karena memberi porsi besar—sekitar 73% dari penambahan 69,5 GW—kepada pihak Independent Power Producer (IPP) dalam kurun waktu 10 tahun.
Menurut Presidium Gekanas, Abdul Hakim, kebijakan ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 39/PUU-XXI/2023 yang menegaskan larangan sistem unbundling usaha penyediaan tenaga listrik.
“Tenaga listrik adalah cabang produksi penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga harus tetap dikuasai oleh negara. Kebijakan ini justru berpotensi menaikkan subsidi dan kompensasi listrik dari APBN yang pada 2024 saja sudah mencapai lebih dari Rp177 triliun,” tegas Abdul.
Ia menilai, kebijakan Bahlil tidak hanya bertentangan dengan putusan MK, tetapi juga melanggar empat Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), yakni kepastian hukum, larangan penyalahgunaan wewenang, kemanfaatan, dan kecermatan.
Lebih jauh, Gekanas khawatir kebijakan ini akan meningkatkan beban keuangan negara serta berpotensi menaikkan tarif listrik masyarakat.
Sebagai informasi, Gekanas merupakan aliansi yang terdiri dari 18 serikat pekerja/serikat buruh, federasi, advokat, hingga peneliti perburuhan. Organisasi ini juga menjadi pemohon judicial review Pasal 42 UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang berhasil diputus MK dalam perkara 39/PUU-XXI/2023.
“Sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo tentang kemandirian dan kedaulatan energi, maka pengelolaan listrik harus tetap terintegrasi dan dikuasai negara, bukan didominasi swasta,” pungkas Abdul.





