KEPTV | Pemerintah belum lama ini telah mengumumkan kebijakan pemberian Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebanyak Rp.600 ribu untuk setiap pekerja/buruh berpenghasilan paling tinggi sebesar 3,5 juta per bulan. Bantuan tsb diberilan dalam jangka waktu 2 bulan, yaitu Juni – Juli 2025.
Pemberian BSU tersebut tentu cukup baik, meskipun bersifat insidentil. Tapi alangkah jauh lebih baik lagi jika tidak diskriminatif dan menimbulkan kecemburuan sosial, BSU belum menunjukkan bentuk sosial berkeadilan yang merata. Karena BSU hanya menyasar kepada pekerja/buruh yang menjadi peserta BPJS, Ketenagakerjaan, sedangkan yang bukan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan tidak memperoleh BSU.
Tidak hanya itu, perbedaan upah minimum antar daerah juga menjadi sumber ketidakadilan. Seperti yang terjadi di beberapa daerah.Pekerja/buruh yg bekerja di kota Bogor dengan upah 5,3 juta tidak dapat BSU karena UMK Kota Bogor Rp. 5,2 juta.
Sementara pekerja/buruh di Jakarta dengan upah 5,4 juta masih dapat BSU 600 ribu. Padahal kedua pekerja/buruh tersebut satu keluarga, satu rumah.
Pekerja/buruh di kota Bandung dengan upah 4,5 juta dapat BSU 600 ribu, sedangkan pekerja/buruh di Kabupaten Bandung Barat dengan upah Rp 3,9 juta tidak dapat BSU karena UMK di Bandung Barat Rp.3,8 juta (pembulatan) Padahal mereka satu kos2an.
Pekerja/buruh di kota Malang dengan upah Rp 3,7 juta tidak dapat BSU 600 ribu krn UMK Malang Rp. 3,6 juta. Sementara pekerja/buruh di kota Surabaya dengan upah Rp 5 juta dapat BSU ksrena UMK Surabaya Rp. 5 juta (pembulatan).
Mereka pasangan suami istri.
Diskriminasi pemberian BSU timbul karena perbedaan lokasi kerja dan besaran Upah Minimumnya.
Namun demikian sebagai langkah awal kebijakan BSU tersebut patut diapresiasi.
Karena pemerintah sudah mulai peduli dengan kemiskinan terselubung yang selama ini menutupi kehidupan pekerja/buruh pabrikan yang sesungguhnya.
Pemberian BSU tersebut juga dapat dimaknai, bahwa Pemerintah telah berani mengambil alih urusan dan tanggung jawab pengusaha yang membayar upah pekerja/buruhnya masih jauh dari pemenuhan kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud Pasal 27 (2) UUD’45 Jo Pasal 88 (1) UUK 13/2003 Jo Pasal 88 (1) UUCK 6/2023
Fakta tersebut menunjukkan, bahwa masyarakat yang sudah mempunyai pekerjaaan dan penghasilan tetap, tetapi hidupnya juga tetap berada di batas garis kemiskinan. Jadi upaya pemerintah meningkatkan daya beli dari penghasilan minimum yang diperoleh pekerja/buruh dengan mensubsidi sebesar 300 ribu per bulan sekali lagi patut diapresiasi dan didukung agar upah layak dan hidup layak dapat dinikmati masyarakat pekerja/buruh dan keluarganya.
Pertanyaannya, bagaimana dengan nasib kehidupan masyarakat yang masih menganggur karena belum mendapatkan pekerjaan. Begitu dengan nasib kehidupan para pekerja/buruh yang menganggur karena terkena PHK massal di beberapa perusahaan dari berbagai daerah dan tidak mendapatkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) karena tidak menjadi peserta BPJS ketenagakerjaan
Perlu diingat pengangguran berpotensi menjadi beban ekonomi rumah tangga masyarakat sekitar mereka.
Tangerang, 12 Juni 2025
Sofyan A Latief/Ketum FSP PAR REF - KSPI





