“Bang, Danantara bakal launching, nasib kita gimana yak?”, terucap pertanyaan dari lawan bicara saya di ujung telepon. Ya, media beberapa belakangan ini memang banyak di isi dengan berita terkait Danantara. Apakah itu Danantara??
Berdasarkan laman https://indonesia.go.id/kategori/editorial/8751/menuju-indonesia-emas-2045-dengan-bpi-danantara?lang=1, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau yang singkat menjadi BPI Danantara adalah Sebuah badan yang didedikasikan untuk mengoptimalkan kekayaan negara melalui investasi strategis. Dituliskan juga bahwa BPI Danantara dibentuk sebagai langkah nyata untuk merealisasikan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan informasi tambahan, pembentukan BPI Danantara baru mempunyai dasar hukum setelah disetujui Perubahan UU BUMN yang diketok pada tanggal 4 Februari 2025, dan singkatannya resmi berubah menjadi BP Danantara.
Dari informasi-informasi lanjutan, maka didapat tambahan informasi yaitu, BP Nusantara akan mengambil alih atau melibatkan 7 BUMN terbesar Indonesia, antara lain Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Mind Id, Pertamina, Telkom dan PLN. Dengan total aset yang dikelola diestimasi sebesar 14.700 Triliun rupiah. BP Danantara juga dikenal dengan sebutan Super Holding dan akan fokus pada sektor-sektor prioritas nasional yang memiliki dampak besar pada perekonomian, seperti hilirisasi, pembangunan infrastruktur, ketahanan pangan, ketahanan energi, serta pengembangan industri substitusi impor dan digital.
Kita masuk kepertanyaan seriusnya yah Guys….. apakah bentuk dari BP Danatara??
Secara aturan badan-badan negara atau lembaga negara bisa di bentuk atas amanah dari:
- Amanah UUD 1945
- Amanah dari UU
- Amanah dari kewenangan Presiden.
Karena BP Danantara baru resmi mempunyai legal standing akibat dari perubahan UU BUMN, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa BP Danantara adalah BUMN, dimana sahamnya 99,99% dimiliki oleh Negara cq Kementerian BUMN. Kalau begitu bagaimana dengan status 7 BUMN yang akan dikelola oleh BP Danantara?
Sama seperti proses pembentukan Holding dan Subholding di BUMN sebelumnya, maka bisa di pastikan saham-saham negara cq Kementerian BUMN akan di pindahtangankan menjadi di bawah BP Danantara. Sehingga dengan status 7 BUMN tadi akan berubah menjadi Anak Perusahaan BUMN.
Ironis bukan, 7 BUMN terbesar akan berubah bentuk menjadi Anak Perusahaan BUMN…
Tetapi permasalahannya tidak berhenti sampai disana, khususnya di sisi Penguasaan Negara Atas Tenaga Listrik. Secara konsisten minimal di 4 Putusan Perkara atas pengujian UU Ketenagalistrikan, Mahkamah Konstitusi telah menetapkan Tenaga Listrik kedalam cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, dan oleh karena itu wajib dikuasai oleh negara. Atau secara simple Tenaga Listrik dikaregorikan sebagai perwujudan UUD 1945 Pasal 33 Ayat (2) dan penerapan Penguasaan Negara atas Tenaga Listrik harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat atau masuk ke dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3).
Nah, dalam Putusan MK atas pengujian UU Ketenagalistrikan juga di sebutkan bahwa Penguasaan Negara terdiri dari 4 macam penguasaan, salah satunya adalah beheeersdaad atau fungsi pengelolaan. Dimana dalam pertimbangan mahkamah di sebutkan bahwa “Fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrument kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu digunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.” (Putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015 hal. 103)
Dengan pembentukan BP Danantara sebagai BUMN yang akan menempatkan 7 BUMN termasuk PLN menjadi Anak Perusahaan BP Danantara, yang otomatis akan menempatkan PT PLN IP dan PT PLN NP yang selama ini mengemban fungsi pembangkitan dalam penyediaan listrik untuk kepentingan umum menjadi Cucu Perusahaan BP Danantara akan menyebabkan pelanggaran penguasaan negara dalam ketenagalistrikan di sisi fungsi pengelolaan.
Secara simple seperti ini, sebelumnya adalah sebagai berikut: Negara via KemenBUMN menjadi pemegang saham PLN yang menjadikan PLN sebagau BUMN. Lalu PLN sebagai BUMN menjalankan fungsi pengelolaan penguasaan negara melalui saham di PLN IP dan PLN NP, yang menjalankan fungsi Pembangkitan Tenaga Listrik. Dengan adanya BP Danantara maka prosesnya menjadi lebih panjang menjadi: Negara via KemenBUMN menjadi pemegang saham di BP Danantara yang merupakan BUMN. Lalu BP Danantara yang BUMN mengontrol saham PLN yang secara entitas bisnis menurut UU PT adalah swasta. Kemudian PLN yang merupakan swasta mengontrol PLN IP dan PLN NP. Nah, kepanjangan pengontrolan saham ke PLN IP atau PLN NP yang tidak oleh BUMN atau BUHM langsung itu yang melanggar pertimbangan Putusan MK.
Kalau teman-teman ingat, kita di 27 Januari 2025, bersama SP PJB, dengan bermassakan 300 orang melakukan upacara hari listrik di PLN Trunojoyo salah satunya karena menolak pembentukan N1, yaitu Pembentukan Anak Perusahaan Bersama IP dan PJB yang mengambil asset IP dan PJB dan menjalankan beberapa fungsi pembangkitan tenaga listrik terutama di pembangkit dengan energi baru. Dan sekarang, pembentukan N1 ini seperti diduplikasi oleh pembentukan BP Danantara.
Bedanya kalau dulu, bawahnya yang di pecah, sekarang atasnya yang di gabung, tetapi secara garis besar sama-sama menghilangkan penguasaan negara dalam ketenagalistrikan di fungsi pengelolaan (beheersdaad) sesuai tafsir pertimbangan putusan MK.
Sekarang, terserah kita, mau diam dan melihat atau sesegera mungkin menyuarakan sikap kita dan mengingatkan kepada pemimpin negeri ini, bahwa ada potensi tafsir konstitusi yang dilanggar atas niatan pembentukan BP Danantara…Its up to you Guys!!!
19 FEBRUARI 2025
Refleksi Diri