Hari Listrik Nasional jatuh pada Tanggal 27 Oktober, hal ini bermula ketika melalui Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1945 Tanggal 27 Oktober dibentuknya Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga.
Selanjutnya Jawatan Listrik dan Gas inilah yang bertransformasi menjadi BUMN bernama PT PLN (Persero). Tugas-tugas dari PT PLN (Persero) antara lain:
1. Menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
2. Mengusahakan penyediaan tenaga listrik dalam jumlah dan mutu yang memadai dengan tujuan untuk:
a. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi;
b. Mengusahakan keuntungan untuk dapat membiayai pengembangan penyediaan tenaga listrik untuk melayani kebutuhan masyarakat.
3. Merintis kegiatan-kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik.
4. Menyelenggarakan usaha-usaha lain yang menunjang usaha penyediaan tenaga listrik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bila membaca tugas-tugas yang diamanahi oleh Negara kepada PT PLN (Persero) di atas, maka para Pekerja di lingkungan PT PLN (Persero) wajib bangga dalam bekerja dan memastikan tugas-tugas dari Negara tersebut bisa tertunaikan.
Bila kita menelisik lebih jauh terkait sejarah Hari Listrik Nasional, maka kita akan mendapati hal-hal yang menarik untuk kita kupas lebih jauh.
Pembangkit listrik di Indonesia awalnya di bangun oleh Pihak Belanda, yang tujuan awalnya adalah untuk menjadi penyedia listrik bagi pabrik-pabrik Pihak Belanda. Kemudian, setelah kebutuhan untuk pabrik-pabrik tersebut terpenuhi, mulai listrik dijual bagi kepentingan umum.
Tetapi pada saat itu, listrik adalah barang yang mewah dan hanya bisa di nikmati oleh beberapa gelintir pihak saja. Kemudian, setelah Pihak Belanda bertekuk lutut kepada Pihak Jepang, maka pembangkit listrik dan jaringannya dikuasai oleh Pihak Jepang.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Negara Indonesia menyatakan kemerdekaannya, maka pekerja/buruh yang bekerja di instalasi Pembangkit dan Penyaluran tenaga listrik menguasai aset-aset ketenagalistrikan tersebut, setelah ditinggal Pihak Jepang dan menyerahkannya Kepada Pemerintahan Negara Indonesia.
Yang menarik, setelah Jepang meninggalkan Indonesia, maka pihak sekutu yang tidak mengakui kemerdekaan Negara Indonesia masuk kembali ke Indonesia dan mulai melakukan penguasaan kepada wilayah-wilayah Indonesia. Aset-aset ketenagalistrikan yang sebelumnya sudah dikuasai oleh Pemerintah Indonesia via Jawatan Listrik dan Gas juga tidak luput dari pengambilihan oleh Pihak Sekutu.
Dan para pekerja/buruh pada saat ini memilih meninggalkan aset-aset ketenagalistrikan tersebut daripada memilih bekerja kepada Pihak Sekutu. Sambil mereka, para pekerja/buruh ketenagalistrikan menyusun langkah-langkah perjuangan untuk menguasai kembali aset-aset ketenagalistrikan tersebut atas nama Negara Indonesia.
Dan akhirnya, dengan darah, keringat, air mata dan pengorbanan para pejuang, Negara Indonesia bisa merdeka dan di akui oleh dunia.Dari sekelumit kilas balik sejarah Hari Listrik Nasional tadi, kita bisa menarik benang merah bahwa Penguasaan Negara atas aset-aset ketenagalistrikan sangatlah penting dan layak diperjuangkan oleh darah, keringat, air mata dan pengorbanan lainnya.
Berbicara tentang penguasaan Negara, maka Mahkamah Konstitusi, sebagai satu-satunya Pihak yang dipercaya untuk menjadi penterjemah konstitusi, telah secara konsisten dan meyakinkan pada putusan undang-undang ketenagalistrikan di tahun 2003, 2009 dan 2016, menyatakan bahwa Tenaga Listrik termasuk kedalam cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, oleh sebab itu harus dikuasai oleh Negara. atau secara mudahnya, Tenaga Listrik diklasifikasikan masuk kedalam UUD RI Tahun 1945 Pasal 33 Ayat (2). Dan menjalankan Penguasaan Negara dalam Pasal 33 Ayat (2) tidak boleh terlepas dari Pasal 33 Ayat (3) yaitu Penguasaan Negara haruslah sebesar-besarnya dipergunakan untuk Kemakmuran Rakyat Indonesia.
Sehingga secara latar belakang pendirian PT PLN (Persero) berperan utama sebagai perlambangan penguasaan Negara dalam Ketenagalistrikan dan perlambangan Negara dalam pengunaan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Lalu bagaimana pengelolaan PT PLN (Persero) sampai saat ini?? Tentunya kita melihat bahwa pengelolaan disisi pelayanan kepada pelanggan dari waktu ke waktu sudah mengalami transformasi yang perlu di acungi jempol.
Hal ini bisa dilihat dari kecepatan dan ketepatan mengatasi gangguan, bagaimana pungli sudah sangat jarang kita dengar dan juga bagaimana susahnya mendengar frontliner PT PLN (Persero) yang meminta atau menerima uang terima kasih dari pelanggan, padahal, mereka-mereka itu bukan pegawai PT PLN (Persero), sungguh kita harus memberikan apresiasi yang besar pada frontliner tersebut.
Sedangkan dari kacamata bisnis, PT PLN (Persero) mengalami laba terbesar sepanjang sejarah perusahaan selama 4 tahun berturut-turut.
Tahun 2020, laba PT PLN (Persero) sebesar 5,9 Triliun.
Tahun 2021, laba sebesar 13,1 Triliun.
Tahun 2022 PT PLN (Persero) mengalami kenaikan laba menjadi 14,4 Triliun.
Tahun 2023 PT PLN (Persero) mendapat Laba sebesar 22 Triliun.
Sungguh pencatatan yang perlu diberikan apresiasi, dimana seluruh komponen perusahaan memberikan usaha terbaiknya dalam mencapai laba tersebut.
Tetapi pengelolaan ketenagalistrikan nasional tidak hanya soal dari kacamata bisnis. Dari awal, kalau hanya melihat dari kacamata bisnis, maka para pekerja/buruh ketenagalistrikan yang pada saat pendudukan Pihak Sekutu tidak akan melarikan diri dan memilih bekerja kepada Pihak Sekutu toh mereka akan tetap di gaji oleh Pihak Sekutu. Dari awal, pengelolaan ketenagalistrikan nasional adalah tentang penguasaan Negara dan menggunakannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Penguasaan Negara dalam pembahasan ini berarti kedaulatan Negara di bidang ketenagalistrikan adalah seberapa mampu kita memastikan dalam memenuhi kebutuhan ketenagalistrikan nasional berasal dari Negara Indonesia. Apa artinya kita untung besar kalau kita tidak punya kedaulatan ketenagalistrikan. Hal ini pernah di pertontonkan dimata rakyat Indonesia ketika terjadi black out di Pulau Nias Tahun 2016, karena pada saat itu, PT PLN (Persero) tidak punya kedaulatan di sisi pembangkitan tenaga listrik dan yang menjadi objek penderitanya adalah rakyat di Pulau Nias pada saat itu.
Sekarang, berdasarkan kondisi saat ini, dari data statistika PT PLN (Persero) tahin 2020-2023, persentase kebutuhan tenaga listrik rakyat Indonesia yang disediakan oleh PT PLN (Persero) berasal dari:
Tahun 2020: Swasta (IPP): 30,14%, PLN Group: 69,86%
Tahun 2021: Swasta (IPP): 36,79%, PLN Group: 63,21%
Tahun 2022: Swasta (IPP): 40,15%, PLN Group: 59,85%
Tahun 2023: Swasta (IPP): 43,10%, PLN Group: 56,90%
Dari data di atas, bisa kita lihat dalam 4 Tahun, Swasta mengalami kenaikan menjual ke PLN sebesar 13%. Sedangkan Produksi PT PLN Group dalam 4 Tahun mengalami penurunan sebesar 13%.
Lebih jauh kenaikan persentase swasta (IPP) menjual listrik ke PT PLN (Persero) sebesar 13% dalam 4 Tahun membuat PT PLN (Persero) mengeluarkan anggaran sebesar data di bawah ini:
Tahun 2020 sebesar 96,2 Triliun.
Tahun 2021 sebesar 103 Triliun.
Tahun 2022 sebesar 130 Triliun.
Tahun 2023 sebesar 154 Triliun.
Kembali lagi kepada perbandingan suplai listrik tersebut antara beli swasta (IPP) dengan produksi dari PLN Group sehingga bila satu dan lain hal Pihak Swasta (IPP) tidak mau menjual listriknya ke PT PLN (Persero), apakah PT PLN (Persero) mampu menyediakan listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik rakyat Indonesia?? Kalau itu terjadi, apakah kita bisa mendeklarasikan bahwa Negara Indonesia berdaulat di dalam Ketenagalistrikan Nasional??
Sedangkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dikarenakan Negara Indonesia mempunyai kewajiban untuk memberikan subsidi kepada rakyat yang tidak mampu, serta karena PT PLN (Persero) tidak mempunyai untuk menetapkan harga jual listrik ke masyarakat, maka sebagai konsekuensinya PT PLN (Persero) menerima subsidi dan kompensasi dari Negara.
Data pemberian subsidi dan kompensasi bisa dilihat di bawah ini:
Tahun 2020: Total: 65,8 Triliun, subsidi: 47,9 Triliun, kompensasi: 17 Triliun.
Tahun 2021: Total: 74,3 Triliun, subsidi: 49,7 Triliun, kompensasi: 24,5 Triliun.
Tahun 2022: Total: 122,4 Triliun, subsidi: 58,8 Triliun, kompensasi: 63,6 Triliun.
Tahun 2023: Total: 142,6 Triliun, subsidi: 68,6 Triliun, kompensasi: 73,9 Triliun.
Dari data pemberian subsidi dan kompensasi di atas, mari kita berkaca, apakah kita sudah berhasil untuk menjalankan peran dalam ketenagalistrikan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat?
Dari data di atas, kita masih punya permasalahan dalam pengelolaan ketenagalistrikan nasional. Semua hingar bingar yang kita saksikan dari kacamata bisnis, ternyata menjadi kesemuan semata dan bila kita melihat serta menggali lebih jauh dari kacamata Penguasaan Negara dan penggunaannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dan apakah kita sudah bisa dikatakan berhasil dalam memenuhi tugas yang diberikan oleh Negara?? Jadi teman-teman, apa dan bagaimana hakikat penguasaan negara pada tenaga listrik menurut anda??
Refleksi Diri
Andy Wijaya
27 Oktober 2024
#penguasaannegarapadaketenagalistrikan
#harilistriknasional
#sebesar-besarnyakemakmuranrakyat