CEMWU, Jakarta — Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal memimpin langsung aksi besar-besaran buruh di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Rabu 9 Agustus 2023.
Dalam aksi ini diperkirakan puluhan ribu buruh tumpah ruah memenuhi Patung Kuda. Sebelumnya, ribuan buruh melakukan aksi long march dari Monas memutari Balai Kota sebelumnya akhirnya berkumpul di Patung Kuda Arjuna Wiwaha. Andi Gani memastikan buruh akan tetap mengawal jalannya sidang proses gugatan UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 di Mahkamah Konstitusi (MK) khususnya klaster Ketenagakerjaan.
Walaupun dikenal dekat dengan Presiden Jokowi, Presiden Konfederasi Buruh ASEAN (ATUC) dengan 20 juta anggota di 11 negara ini menegaskan akan tetap berjuang menegakan hak-hak buruh.
“Saya dianggap dekat dengan Presiden Jokowi tapi kalau soal kebijakan yang merugikan buruh tidak ada urusan. Kawan-kawan buruh jangan pernah lelah untuk berjuang, jangan takut berjuang,” tegasnya. Selain mengawal sidang MK, kata Andi Gani, tuntutan buruh selanjutnya adalah persoalan upah di 2024.
Andi Gani menegaskan, akan terus menggelar aksi demonstrasi damai ribuan buruh di seluruh daerah agar proses sidang UU Cipta Kerja di MK sesuai dengan apa yang dituntut.
Sementara itu, Said Iqbal mengatakan, buruh membawa lima isu yaitu, cabut UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023, kenaikan upah minimum 2024 sebesar 15 persen, cabut presidential threshold 20 persen menjadi nol persen, cabut UU Kesehatan, dan wujudkan Jaminan Sosial Semesta Sepanjang Hayat (JS3H), reforma agraria, serta kedaulatan pangan. Saat ini, kata Iqbal, Indonesia termasuk ke dalam middle income country, di mana penghasilan per kapitanya di atas 4.500 dolar AS per tahun. Kalau dirupiahkan menjadi Rp 67,5 juta. Maka jika dibagi menjadi 12 bulan, per bulannya menjadi Rp 5,6 juta.
“Ya upah minimum harusnya Rp 5,6 juta dong. Kan middle income country,” katanya. Selain itu, pengusaha diuntungkan dengan status Indonesia sebagai middle income country. Sementara, keringat buruh, petani, nelayan, dan guru honorer tidak merasakannya. “Kok kami tidak menikmati hasil dari middle income country,” ujarnya.