Uji Konstitusional JR PERPPU Cipta Kerja oleh GEKANAS

by -157 Views

Perbaikan Permohonan tetap mendalilkan Penetapan PERPPU CIPTA KERJA sebagai pembangkangan konstitusi terhadap putusan MK.

CEMWU, Jakarta –Selasa, 7 Maret 2023 kembali diagendakan sidang Pengujian formil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja (PERPPU No 2 tahun 2022) yang diajukan oleh Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS).

GEKANAS dalam hal ini diwakili oleh pimpinan federasi serikat pekerja/serikat buruh yakni, SP KEP SPSI, FSPI, PPMI’ 98, FSP PARREF KSPI, PP Indonesia Power, FSP KEP KSPI, SPAG,SP PLN, IKAGI, dan SP PJB.

Dalam sidang kali ini GEKANAS menyampaikan permohonan final perbaikan dari saran dan nasihat yang diberikan oleh majelis hakim MK.

Beberapa perbaikan diataranya para pemohon melalui perwakilan kuasa hukumnya Ari Lazuardi menegaskan sebagai perwakilan kelompok dari masing-masing federasi Serikat Pekerja/Serikat Pekerja yang diwakili oleh ketua umum dan sekretaris umum ataupun hanya oleh ketua umum saja yang tergantung dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga masing-masing organisasinya.

Sedangkan mengenai alasan pengujian perppu cipta kerja dan dalil-dalil konstitusional mengapa penetapan perppu Cipta Kerja melanggara konstitusi tidak ada perubahan substasi yang signifikan.

Pemohon tetap pada dalil-dalil alasan kegentingan memaksa tidak dapat diterapkan dalam penetapan Perppu cipta kerja.

Dihubungi terpisah, kuasa hukum GEKANAS lainnya Mustiyah menyatakan berdasarkan dalil-dalil yang kami kemukakan dalam pokok permohonan, dengan tegas kami nyatakan dimensi formil yang dimaksud adalah pemenuhan syarat kegentingan memaksa sebagaimana amanat Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 dan kemudian dielaorasi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 telah ditetapkan tiga (3) parameter yang kami yakini berisifat akumulatif, bukan alternatif, harus terpenuhi, yakni ;

  1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
  2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
  3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang- Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan;

Dari 3 parameter tersebut, kita ambil sampel saja mengenai kekosongan hukum. Itu dengan mudah terbantahkan karena sedari awal putusan MK mengenai uji formil UU Cipta Kerja dibacakan, pemerintah dengan jelas menyatakan UU Cipta Kerja tetap berlaku dengan pemaknaan sepihak inkonstitusional bersyarat putusan tersebut.

Terlebih dalam praktek pengadilan, lembaga yudisial Mahkamah Agung dengan SEMA No 5 tahun 2021 menyatakan regulasi cipta kerja digunakan dalam praktek peradilan. Jadi jelas tidak ada kekosongan hukum, imbuh Mustiyah.

Selanjutnya Mustiyah yang juga merupakan Ketua Bidang Advokasi, pembelaan, dan perlindungan PP SP KEP SPSI menyatakan kami juga dengan tegas menyatakan penetapan perppu Cipta Kerja dinilai sebagai suatu pembangkangan konstitusi karena pemerintah bukannya melaksanakan perintah putusan MK justru menetapkan PERPPU yang secara isi dan substansi tidak jauh berbeda dengan UU Cipta Kerja, diksi pembangkangan tersebut bagi para pemohon merupakan hal yang wajar saja dan juga pernah digunakan oleh salah satu hakim MK Anwar Usman terhadap banyak putusan MK yang tidak ditaati yang kami kutip dalam permohonan.

Majelis hakim Pemeriksan Pendahuluan yang diketuai oleh Arief Hidayat selain menerima berkas perbaikan permohonan juga menerima bukti dari Para Pemohon sebanyak 54 bukti. Sidang selanjutnya belum ditetapkan dan akan dilakukan panggilan kemudian oleh Mahkamah Konstitusi. (Pjr)