Oleh Nur Fidatul Fauziyah
Hari Pekerja Indonesia akan tiba sebentar lagi, tepatnya pekan depan, 20 Februari 2023. Tanggal 20 Februari telah ditetapkan sebagai Hari Pekerja Indonesia oleh Presiden Soeharto berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 9/1991.
Munculnya Hari Pekerja Indonesia atau biasa disebut Harpekindo bersamaan dengan momentum kelahiran Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI). Hal itu juga sesuai keinginan serikat pekerja di sejumlah perusahaan di Indonesia, sehingga para pimpinan serikat pekerja berusaha mewujudkan aspirasi para pekerja.
FBSI merupakan gabungan dari 21 serikat buruh yang dibentuk pada 20 Februari 1973. Oleh pemerintah, deklarasi terbentuknya FBSI dianggap sebagai tonggak sejarah bersatunya para pekerja Indonesia. Lalu, seiring berjalannya waktu, FBSI mulai menjalankan sejumlah agenda yang telah dicanangkan.
Salah satu agenda FBSI adalah mengadakan kongres pada akhir November 1985. Dalam kongres tersebut, disepakati pula nama organisasi FBSI yang diubah menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Perubahan nama dilakukan dengan harapan bisa menumbuhkan rasa bangga bagi para pekerja Indonesia.
Oleh karena itu, kehadiran SPSI diharapkan bisa menumbuhkan jati diri di kalangan pekerja Indonesia. Ketenagakerjaan di negeri ini –hingga kini– memang selalu menjadi isu hangat setiap tahun. Hal itu juga tak terlepas dari fakta besarnya jumlah tenaga kerja di Indonesia, sementara lapangan pekerjaan yang tersedia relative terbatas.
Seperti diketahui, pembentukan SPSI bertujuan menyatukan suara pekerja di tanah air. Namun, di luar itu, SPSI juga memiliki tujuan memotivasi para pekerja terhadap pembangunan nasional yang berlandaskan sistem hubungan industrial Pancasila.
Itulah dasar tanggal 20 Februari 2023 secara resmi ditetapkan sebagai Harpekindo. Kendati demikian, dalam aturan mainnya dijelaskankan, bahwa Harpekindo bukan hari libur nasional. Di sisi lain, Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap 1 Mei, yang mengingatkan pada kesejahteraan pekerja adalah hari libur.
Hari Pekerja Indonesia ditetapkan sebagai cara untuk menyatukan dan menyederhanakan aspirasi pekerja Indonesia. Sementara itu, Hari Buruh Internasional tanggal 1 Mei ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai hari libur nasional berdasarkan Kepres 24 tahun 2013 tentang Penetapan Tanggal 1 Mei sebagai Hari Libur. Baik terhadap Hari Buruh maupun Hari Pekerja Indonesia, perusahaan perlu menyikapi kedua hari besar bagi para workforce tersebut.
Meskipun tak sepopuler Hari Buruh Internasional, peringatan Hari Pekerja Indonesia berperan penting dalam menyederhanakan aspirasi pekerja di seluruh Indonesia.
Perkembangan Pekerja di Indonesia
Menurut data Forbes, Indonesia menempati posisi kedua dalam persentase pekerjaan yang selesai dalam waktu satu minggu, yaitu sebesar 57% (per Desember tahun 2020). Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pekerja informal pada Februari 2021 sebanyak 78,14 juta orang dan jumlah angkatan kerja pada Agustus 2021 sebanyak 140,15 juta orang.
Kemudian, total pengangguran di Indonesia pada Agustus 2021 sebanyak 9,1 juta orang. Dengan kategori pekerjaan yang mendominasi di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yaitu 28,79%. Adapun pertumbuhan gaji pekerja di Indonesia pada tahun 2021 berada di angka 5,3%.
Produktivitas vs Jam Kerja
Menurut sebuah penelitian dari University of Pennsylvania, orang yang hanya tidur selama empat hingga enam jam dalam 14 hari berturut-turut akan mengalami penurunan kemampuan berpikir. Ini setara dengan tidak tidur selama tiga hari berturut-turut.
Hal tersebut berkaitan erat dengan pekerja yang punya waktu kerja atau working hour terlalu panjang. Sehingga mereka cenderung memiliki waktu istirahat yang pendek. Dengan kata lain, kurangnya waktu istirahat akan membuat kemampuan pekerja dalam melakukan pekerjaan akan berkurang.
Apalagi saat dihadapkan untuk mencari suatu solusi untuk memecahkan permasalahan yang kompleks. Maka dari itu, tuntutan waktu kerja buruh haruslah manusiawi. Untuk mewujudkan hal itu, tentu perlu mendapatkan dukungan dari pengusaha karena akan berpengaruh pada produktivitas perusahaan.
Produktivitas vs Tuntutan Pekerja
Dewasa ini, tuntutan pekerja tak hanya perihal kenaikan gaji, tetapi juga sejumlah fasilitas untuk menunjang produktivitas. Pada hakikatnya, produktivitas pekerja merupakan tingkat kemampuan mereka dalam menghasilkan produk atau jasa. Jadi, para pemilik perusahaan harusnya memperhatikan hal tersebut, karena akan berdampak langsung dengan kinerja dan produktivitas karyawan (pekerja).
Terdapat berbagai metode atau cara untuk mengukur perhitungan produktivitas. Salah satunya, metode Marvin E. Mundel dengan pendekatan perhitunan angka indeks produktivitas. Ada dua sisi yang diukur, pertama dari sisi porduktivitas diukur dengan GDP per worker employed.
Dari pengukuran ini, Indonesia masih relatif tertinggal dari beberapa negara tetangga. Hal itu disebabkan mayoritas tenaga kerja Indonesia tidak memiliki pendidikan tinggi, sehingga berdampak pada keterbatasan skill yang melemahkan daya saing.
Kemudian, dari sisi kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sektor yang jadi kontributor terbesar, yakni sektor indutrsi (19,66%), tapi hanya mampu menyerap tenaga kerja sekitar 14%. Adapun serapan tenaga kerja terbesar masih dari sektor pertanian (29%), namun hanya berkontribusi terhadap PDB sekitar 13%.
Produktivitas bisa diukur dengan membandingkan output per input yang diberikan pekerja. Sebagai contoh, working hours dapat dihitung melalui seberapa banyak output yang dihasilkan oleh pekerja dalam waktu kerja tertentu.
Pada tahun 2019, Asian Productivity Organization (APO) telah menghitung tingkat produktivitas pekerja Indonesia dengan mengambil data pada tahun 2017, yaitu sekitar 26.000 Dollar Amerika Serikat. Nilai ini meningkat dari tahun 2016, yaitu sekitar 24.900 Dollar Amerika Serikat. Tentu saja, angka itu dapat bervariasi per sektor usaha.
Sebagai gambaran, produktivitas dapat diukur secara kuantitas dan diperbandingkan, manakah yang lebih efisien antara berinvestasi dalam peralatan atau berinvestasi pada pengembangan sumber daya manusia. Selain itu, juga dapat memperhitungkan insentif pajak sesuai ketetapan pemerintah terhadap pengembangan sumber daya manusia di suatu perusahaan.
Menanggapi Hari Pekerja Indonesia
Pemilik usaha atau pimpinan bagian sumber daya manusia harus memahami sejarah atau semangat munculnya Hari Pekerja Indonesias atau Hari Buruh sebelum mengambil sikap. Lahirnya Hari Buruh sejak abad ke-19 sebagai bentuk perlawanan para pekerja terhadap kondisi kerja yang sangat intensif, tapi tidak mendapatkan upah yang layak serta kondisi tempat kerja yang tidak mendukung.
Perkembangan industri serta kapitalisme juga membuat para pekerja sebagai sumber daya manusia diperlakukan seperti mesin atau robot. Sebabnya, pemikiran zaman dahulu yang berpendapat, bahwa durasi atau jam kerja seorang pekerja, maka pekerjaan tersebut semakin produktif.
Seharusnya pekerja dituntut untuk bekerja selama 8 jam setiap hari. Angka tersebut dinilai lebih manusiawi, karena dengan pertimbangan manusia memiliki waktu 24 jam sehari, dibagi 8 jam untuk bekerja, 8 jam untuk urusan pribadi, dan 8 jam untuk beristirahat. {*}
*) Penulis adalah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Sumber : https://radarjatim.id/hari-pekerja-nasional-produktivitas-dan-kesejahteraan-buruh/