Menteri Ketenagakerjaan melalui Permenaker No. 4 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua telah membatalkan dan mencabut Permenaker No. 2 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Permenaker No. 4 Tahun 2022 kembali memberi ruang kemudahan bagi pekerja yg menjadi peserta Program Jaminan Hari Tua (JHT) untuk mencairkan Tabungan JHT-nya kapan pun jika mengalami putus hubungan kerja atau putus kontrak kerja sebelum mencapai usia pensiun (56 tahun).
Dinyatakan dalam Permenaker No. 4 Tahun 2022 tersebut bahwa Peserta yang mencapai usia pensiun adalah termasuk juga peserta yg berhenti dari pekerjaannya baik karena mengundurkan diri, terkena PHK, meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya (TKA), dan karena berakhirnya kontrak kerja.
Tentunya Permenaker No. 4 Tahun 2022 sebagaimana sebelumnya telah diatur dalam Permenaker No. 19 tahun 2015 merupakan diskresi berdasarkan UU No. 30 tahun 2004 Tentang Administrasi Pemerintahan. Sebab jika tidak diatur akan membuat semakin menderita bagi pekerja yg telah kehilangan pekerjaan dalam usia muda, sedangkan lapangan pekerjaan sulit didapat dalam kondisi negara saat ini tidak bersahabat dengan dunia kerja. Apalagi dengan terbentuknya UU No. 11 Tahun 2029 Tentang Cipta Kerja, PHK dipermudah, PKWT dan Pekerja Outsourcing tanpa batasan waktu dan tanpa pembatasan jenis pekerjaan, mengakibatkan pekerja mudah kehilangan pekerjaan.
Maka sangat tidak berprikemanusiaan jika pekerja dalam usia kisaran 30an telah kehilangan pekerjaan, tapi harus menunggu 25 tahun untuk dapat mencairkan Tabungan JHT yang merupakan hak miliknya sendiri.Untuk apa bagi BPJamsostek menahan begitu lama Tabungan JHT Peserta tersebut. Suatu penyiksaan bagi pekerja beserta keluarganya.Ketentuan JHT Diselundupkan.
Sekarang ini timbul RUU PPSK yang merupakan inisiatif dari DPR RI yang salah satu bagiannya ingin menghapus kembali kemudahan bagi pekerja dalam mencairkan Tabungan JHT-nya sebagaimana diatur dalam Permenaker No. 4 Tahun 2022.
Entah apa maksudnya bagi DPR mengapa keinginan untuk mengubah ketentuan JHT yang diatur dalam UU No. 40 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselundupkan ke dalam Bab tentang Dana Pensiun RUU PPSK. Jelas jauh panggang dari api. Karena Bab Dana Pensiun merupakan bab yang ingin mengatur Dana Pensiun yang dikelola oleh swasta secara mandiri. Sedangkan JHT adalah jaminan yang dikelola oleh negara yang dijalankan oleh BPJamsostek.
RUU PPSK mengubah Pasal Pasal 36, Pasal 37 dan Pasal 38 UU No. 40 Tahun 2004. Dalam draft ketentuan itu, Iuran JHT disimpan ke dalam 2 (dua) akun. Yaitu Akun Utama dan Akun Tambahan. Proporsi iuran pada akun utama lebih besar ketimbang akun tambahan. Seluruh tabungan JHT hanya dapat diambil ketika peserta memasuki usia pensiun, cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Dan dalam keadaan mendesak peserta hanya dapat mengambil JHT yang ada pada akun tambahan saja.
Perubahan Ketentuan JHT Kepentingan Siapa? Direktur Utama BPJamsostek Anggoro Eko Cahyo mengungkapkan (16.02.2022) bahwa Dana JHT di tahun 2021 mencapai Rp372,5 Triliun. Dana JHT tersebut ditempatkan pada instrumen investasi yang risikonya terukur, yakni:
- 65% ditempatkan pada instrumen investasi obligasi dan surat berharga.
- 15% ditempatkan di deposito, yang 97%-nya ada di Himbara dan Bank Pembangunan Daerah.
- 12,5 % ditempatkan di instrumen investasi saham yang blue chip yang masuk dalam indeks LQ45. Artinya, dana JHT ditempatkan pada saham-saham unggulan dan memiliki fundamental yang kuat.
- 7℅ ditempatkan pada instrumen reksadana yang juga berisikan saham-saham blue chip dan LQ45.
- 0,5% ditempatkan di penyertaan dan properti.
Dengan melihat komposisi penempatan Dana JHT tersebut maka mudah dibaca bahwa Dana JHT lebih banyak diserap oleh Pemerintah dalam bentuk obligasi dan surat berharga.
Itu artinya Pemerintah dan bank-bank plat merah sangat berkepentingan atas Dana JHT. Maka jika dipermudah peserta mengambil tabungannya sebelum berusia 56 tahun akan mengganggu penempatan Dana JHT tersebut.
Di sini nampaknya BPJamsostek berkepentingan untuk tidak mudah membayarkan JHT kepada peserta, apalagi 100% Dana JHT yang ditempatkan ke pihak luar. Sampai-sampai alokasi untuk Kas (Fresh Money) untuk pencairan JHT bagi peserta yang akan mengambil tabungannya tidak terlihat.
Apalagi sekarang ini sedang marak isu PHK besar-besaran, dan setiap saat terjadi putusnya kontrak kerja. Lantas, kepentingan DPR RI dimana, sehingga begitu tega membuat draft untuk menyusahkan pekerja.
Jakarta, 9 November 2022 Indra Munaswar Koordinator BPJS Watch Ketua Umum FSPI