THR, HUBUNGAN KERJA, DAN PERAN SERIKAT PEKERJA

by -166 Views

THR, HUBUNGAN KERJA, DAN PERAN SERIKAT PEKERJA – Ari Lazuardi (LBHN PP SP KEP SPSI)

Belakangan ini kembali terjadi berita yang sepertinya mengulang ritual tahunan dimana
terdapat pihak yang mengatasnamakan organisasi masyarakat tertentu meminta Tunjangan
Hari Raya (THR) hingga petugas parkir membuat Tiket/Karcis Parkir dengan harga “THR” yang berlipat dari tarif normal. Dari sekelumit keadaan tersebut, bagaimana ketentuan hukum perburuhan memaknainya? Apakah THR bisa didapatkan oleh pihak lain diluar hubungan kerja? Dalam kesempatan ini penulis ingin sampaikan mengenai konsep THR dalam hubungan kerja dan peran apa yang bisa dilakukan oleh serikat pekerja.

Tidak semua orang yang bekerja pasti terikat dalam suatu hubungan kerja. Hubungan kerja
terjadi dengan diadakannya perjanjian kerja antara pekerja dengan pemberi kerja yang
dilakukan baik secara tertulis bahkan secara lisan (tanpa tertulis). Khusus Konsekuensi
perjanjian yang tidak dilakukan secara tertulis, untuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT) Pasal 63 UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (tidak diubah oleh UU
Cipta Kerja) menegaskan pemberi kerja wajib membuat surat pengangkatan kerja.

Namun demikian, untuk PKWT yang dibuat tidak tertulis Pasal 57 UU Ketenagakerjaan yang menegaskan demi hukum terjadi peralihan status menjadi PKWTT (Kontrak menjadi tetap), Norma tersebut kemudian hilang dalam UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dengan diadakannya perjanjian kerja maka terjalin hubungan kerja antara pemberi kerja
dengan penerima kerja yang bersangkutan, dan selanjutnya berlaku ketentuan hukum
perburuhan, antara lain mengenai syarat-syarat kerja, jaminan sosial, kesehatan dan
keselamatan kerja, penyelesaian perselisihan dan pemutusan hubungan kerja (Siti Hajati
Hoesin dalam Aloysius Uwoyono, et.,al, Asas-Asas Hukum Perburuhan hlm.54)

Dalam hubungan kerja, Pekerja berhak menerima upah yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan (lihat Pasal 1 angka 30 UU Ketenagakerjaan).

Ketentuan Tunjangan Hari Raya (THR) tidak diatur secara tegas dalam UU Ketenagakerjaan
maupun UU Cipta Kerja melainkan diatur dalam aturan turunannya setingkat Peraturan
Pemerintah maupun Peraturan Menteri Ketenagakerjaan. THR adalah salah satu bentuk pendapatan lain (diistilahkan non upah) yang diberikan pemberi kerja kepada pekerja yang terikat dalam hubungan kerja (Pasal 1 angka 1 Permenaker THR No 6 tahun 2016) baik Pekerja dengan Status PKWT/Kontrak maupun PKWTT (Lihat Juga Surat Edaran Menaker tahun 2022 tentan Pelaksanaan pemberian THR Keagamaan bagi pekerja di Perusahaan)

Dengan demikian, yang berhak mendapatkan THR sesungguhnya hanyalah bagi pekerja
yang terikat dalam hubungan kerja saja. Sedangkan bagi pihak-pihak diluar hubungan kerja yang tiba-tiba minta THR kepada suatu perusahaan, pedagang pasar, warung kopi, warung tegal, dan lain-lain di momen menjelang Hari Raya bukan dan tidak berhak meminta terlebih memaksa mendapatkan THR.

Lain halnya jika permintaan tersebut sifatnya sukarela, tanpa paksaan, atau mungkin berupa
inpak (bukan iuran paksa) yang tidak serta merta mengikat perusahaan untuk
membayarkanya. Sah-sah saja bagi suatu perusahaan, pedagang pasar, warung tegal, toko kelontong untuk memberikannya dan tidak ada konsekuensi apapun manakala tidak diberikan juga.

Nilai THR diberikan bisa lebih besar dari upah sebulan

Pada prinsipnya, besaran THR diberikan secara proporsional jika bekerja belum setahun bekerja atau diberikan satu bulan upah penuh jika bekerja terus menerus lebih dari 12 bulan dengan nilai upah tidak boleh lebih rending dari upah minimum yang berlaku.

Selain itu pekerja juga dapat memperoleh THR lebih dari 1 (satu) bulan upah jika ternyata diatur berbeda dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, ataupun Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuat oleh Serikat Pekerja dengan perusahaan.

Pemberian THR lebih besar dari 1 (satu) bulan upah juga dapat mengacu pada kebiasaan tahunan yang selama ini terjadi dan dianggap menjadi salah satu hukum perburuhan yang berlaku. Dengan demikian, sepanjang kebiasaan THR diberikan lebih dari upah yang biasa diterima, diatur dalam Perjanjian Kerja ataupun PKB, maka menjadi hak pekerja menerima THR lebih dari upah yang diterima dan kewajiban pemberi kerja menunaikannya.

THR tidak dibayarkan dan peran Serikat Pekerja

Terhadap THR yang tidak diberikan tepat waktu sebelum 7 (hari) hari raya, maka pemberi kerja dikenakan denda sebesar 5 % dari total kewajiban THR tersebut. kementerian ketenagakerjaan melalui SE THR 2022, menginstruksikan masing-masing instansi ketenagakerjaan provinsi kembali membuat Pos Komando satuan Tugas untuk penegakan pembayaran THR yang terintegrasi melalui website poskothr.kemnaker.go.id.

Penulis berharap semoga Posko THR tersebut mampu mengakomodir pelanggaran pembayaran THR untuk dapat ditunaikan tanpa harus diperselisihkan oleh pekerja. Namun demikian manakala Posko THR tersebut tidak mampu ditegakan tanpa harus diperselisihkan, maka upaya perselisihan hubungan industrial menjadi alternatif perwujudan hak bagi pekerja untuk memperjuangkan pembayaran THR.

Untuk memperingan beban perjuangan pembayaran THR, selain diperjuangkan sendiri dapat dilakukan secara kolektif melalui serikat pekerja/serikat buruh dimana pekerja/buruh tergabung menjadi anggota didalamnya. Pengurus serikat pekerja mempunya kewenangan untuk melakukan pendampingan hukum seperti halnya fungsi advokat dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial mulai dari perundingan bipartit, mediasi di dinas tenaga kerja hingga ke pengadilan Hubungan Industrial sebagaimana diatur dalam UU No 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Dengan berserikat maka terbuka kesempatan terjadinya pembelaan hak anggota melalui organisasi serikat pekerja tersebut. bagi penulis, suatu keniscayaan bagi pekerja untuk memperjuangkan hak nya melalui serikat pekerja.

Bukankah sejarah keberadaan THR juga merupakan perwujudan dari perjuangan kolektif serikat pekerja pada waktu itu.

Keberadaan jaminan sosial kesehatan yang dapat dinikmati oleh pekerja dan keluarganya pun buah dari hasil perjuangan serikat pekerja Batasan jam kerja yang dinikmati oleh pekerja saat ini pun tak lepas dari perjuangan pekerja yang terorganisir dan selalu diperingati tiap 1 mei menjadi hari buruh internasional.

Gak kebayangkan kalo gak ada ketentuan dasar/minimal seperti batasan kerja, syarat lembur, ketentuan jaminan sosial, keselamatan kerja, upah minimal yang wajib diberikan dan lain- lain. Gimana bentuk perjanjian kerja kita?

Yuk ayuk berserikat.

Selamat memperingati MAYDAY 2022!!

Keterangan tambahan soal UU Cipta Kerja:

Penulis berpendapat, dampak dari putusan MK mengenai uji formil UU Cipta Kerja, keberlakuan perturan turunan dari UU Cipta Kerja sebaiknya tidak diterapkan terlebih dahulu baik oleh pemerintah maupun oleh lembaga yudikatif dalam menyelesaikan sengketa karena UU Cipta Kerja seharusnya mengalami banyak perubahan dampak dari putusan MK tersebut didalam ditemukan 3 pelanggaran konstitusi, yakni

  1. Metode omnibus tidak sesuai dengan UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diubah terakhir dalam UU No 15 tahun 2019.
  2. UU Cipta Dibuat kurang partisipatif dan melanggar asas keterbukaan.
  3. Terdapat perubahan norma dari UU yang disahkan DPR RI dengan yang diundangkan.