Press Release : Peluncuran Kertas Posisi Sp/SB Tentang Penguatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Tempat Kerja untuk Pencegahan Kecelakaan Kerja
- Kertas posisi ini menguraikan perlunya K3 termasuk juga mekanisme pelaporan kecelakaan kerja yang menjadi tanggung jawab bersama mencakup pemerintah, perusahaan, dan serikat pekerja. Gagasan ini berlatar belakang dari kepedulian akan maraknya kasus kecelakaan kerja yang menimpa para tenaga kerja akhir akhir ini.
- Analisis masalah mengungkap penguatan K3 dan pelaporan kecelakaan kerja masih belum menjadi perhatian utama. Meskipun begitu kesempatan datang karena telah tersedianya berbagai instrumen hukum dan juga sistem yang telah disiapkan oleh pemerintah.
- Untuk mengatasi masalah K3 yang dihadapi, telah dilakukan perumusan solusi dengan metode Focus Group Discussion pada tanggal 2 November 2021 dan finalisasi pada 13 Januari 2022 yang melibatkan perwakilan dari pihak pemerintah seperti dari Kementrian Tenaga Kerja, BPJSTK, DK3N, ILO, serikat pekerja mencakup Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), K-SARBUMUSI, KSPSI CAITU, KSPSI Rekonsiliasi, KSPN, dan akademisi dari Universitas Indonesia.
- Adapun hasil dari kertas posisi SP/SB itu disepakati 5 (lima) rekomendasi, diantaranya:
a. Bahwa untuk penguatan K3 dalam rangka mengurangi kecelakaan kerja maka sangat diperlukan peningkatan anggaran untuk DK3N dan DK3P;
- Perlunya kerja sama dengan perusahaan melalui Corporate Social Responsibility (CSR) bila seandainya dana riset DK3N/P di tingkat kabupaten dan kota tidak tersedia;
- Pendanaan juga dapat diusahakan bersumber dari Kemenaker;
- Pembentukan struktural DK3P di tiap provinsi dan DK3N di tingkat kabupaten dan kota yang belum terbentuk;
- Pengarusutamaan pentingnya K3 bagi semua di tempat kerja melalui edukasi, diseminasi, kampanye, pelatihan, dan sertifikasi. Terkait kampanye perlu penunjukkan juru kampanye K3;
- Diseminasi pentingnya K3 untuk mendorong terbentuknya P2K3 di tiap perusahaan termasukadvokasi terkait Permenaker No 4 th. 87;
- Monitoring dan evaluasi (Monev) setiap 6 bulan sekali ke DK3N, DK3P, DK3 di tingkat kabupaten dan kota;
b. Perumusan format laporan kondisi K3 di perusahaan agar mudah diakses;
- Mendorong perusahaan untuk melaporkan kondisi K3;
- Diseminasi WLKP di perusahaan yang bekerjasama dengan SP/SB dan APINDO;
- Ada reward dan punishment untuk perusahaan yang melapor dan tidak melapor, perjelas yang dikenakan sanksi siapa apakah pemilik usaha atau manajemen/pengurus;
- Menyediakan advokasi bagi pekerja/pelapor agar pekerja berani melaporkan kasus kecelakan kerja dan terlindungi hukum;
- Mendukung pengawasan mengingat disini pengawas punya peranan penting untuk verifikasi faktual, pengawasan, dan tindak lanjut
- Mempertegas sanksi bagi perusahaan yang tidak melapor, tidak sekedar hanya kurungan 3 bulan atau denda 1 juta saja
c. Perumusan mekanisme pelaporan kecelakaan kerja yang lebih efektif untuk meningkatkan sistem pelaporan yang sudah ada saat ini.
- Penguatan regulasi dan perjelas cakupan kecelakaan kerja (KK) dan penyakit akibat kerja (PAK) mencakup pemberi laporan, mekanisme alur, waktu penanganan, rewards bagi perusahaan, dan tahap perbaikannya;
- Pemberian rewards atas praktik baik perusahaan harus ditindak lanjuti dengan implementasi secara ketat apakah praktik baik itu tetap dilanjutkan atau tidak;
- Memastikan aparat penegak aturan/pengawas/BPJSTK bekerja mengikuti tupoksi;
- Pengarusutamaan K3 sebagai perjuangan utama SB-SP yang mencakup program kerja, divisi K3, PKB, sertifikasi K3, dan advokasi K3;
- Diseminasi dan edukasi untuk semua pemangku kepentingan;
d. Perumusan edukasi dan kompetensi bidang K3 yang juga mencakup pekerja sektor nonformal
- Poin penguatan K3 di pekerja perlu dilakukan melalui edukasi sejak dini agar ketika dewasa dan memasuki usia pekerja sudah tertanam budaya K3;
- Memasukkan isu K3 di dalam kurikulum sekolah;
- Dalam hal ini Kertas Posisi dapat menjadi panduan untuk edukasi dan untuk itu perlu penyusunan buku panduan K3;
- Untuk itu perlu kerjasama pelatihan dengan universitas dan pihak akademis yang telah berpengalaman melaksanakan edukasi K3 khususnya edukasi secara daring
e. Perumusan dan revisi Undang Undang No. 1 th. 1970 tentang K3
Saat ini pelaksanaan K3 memiliki referensi yaitu UU 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang dirasakan cukup tua dan perlu direvisi. Akibatnya, saat ini pelaksanaan K3 juga hanya sebatas pelatihan dengan jangkauan terbatas dan sering kali tumpang tindih. Jangkauan yang terbatas menyebabkan spesialisasi K3 hanya sebatas orang tertentu saja. Terkait dengan perkembangan jaman yang terjadi maka UU itu dirasakan perlu untuk direvisi. Hal ini agar UU K3 dapat menjadi lebih progresif, tidak tumpang tindih, dan memiliki jangkauan yang lebih luas.