Gubernurnya rakyat Banten, bukan hanya Gubernur bagi pengusaha

by -132 Views

KOTA SERANG – Serikat buruh menanggapi pernyataan Gubernur Banten Wahidin Halim yang meminta para pengusaha mencari karyawan baru karena buruh berdemo dan mogok kerja.

Diketahui, Wahidin Halim juga menegaskan bahwa dirinya tidak akan merubah keputusan yang sudah ditetapkan terkait kenaikan UMK Tahun 2022.

Menanggapi atas pernyataan tersebut, Ketua PD FSP KEP SPSI Banten, Afif Johan memberikan kritik kepada Wahidin Halim.

“Pernyataan itu seharusnya tidak dikeluarkan oleh Gubernur. Mestinya ajak dialog bukan dengan mengeluarkan statement yang bisa memprovokasi,” ujar Afif kepada TribunBanten.com saat dihubungi, Senin (6/12/2021).

Menurut Afif, seharusnya Gubernur WH mengajak buruh untuk berdialog bukan malah membuat statment yang provokatif.

Kemudian Afif juga memberikan sentilan kepada orang nomor satu itu, di mana Gubernur WH pernah memberikan pernyataan bahwasanya WH ingin melihat rakyat tersenyum.

“Pak Gubernur ini Gubernurnya rakyat Banten, bukan hanya Gubernur bagi pengusaha loh. Bapak juga menyampaikan sendiri, ingin membuat rakyat Banten tersenyum,” kata dia.

Perlu diingat, kata Afif, para pengusaha juga banyak yang tidak keberatan jika UMK naik. Apalagi kenaikan yang diminta sesuai keinginan buruh yang tadinya minta 13 persen hanya 5,4 persen.

“Pak Gubernur baca dong rekomendasi LKS (Lembaga Kerja Sama) Tripartit, selain merekomendasikan kenaikan UMK 5,4 persen,” kata dia.

“Di sana juga terdapat janji dari unsur APINDO yang akan menghormati keputusan Gubernur dan janji tidak akan menggugat keputusan Gubernur apabila UMK ada kenaikan,” tambahnya.

Afif menjelaskan bahwa proses mogok bagi para pekerja Banten hari ini bukanlah dilakukan secara tiba-tiba. Namun para pimpinan SP/SB di sini mengedepankan itikad baik dari audiensi dengan Pemprov Banten.

“Jadi mohon kiranya tidak semakin membuat pekerja justru terprovokasi oleh sikap pemerintah. Pak gubernur itu ketua LKS Tripartite Provinsi Banten juga loh,” terangnya.

Kemudian mengenai penolakan buruh terhadap SK Gubernur Banten Tentang UMK Tahun 2022, menurutnya hal itu merupakan sesuatu yang wajar dan harusnya dipertimbangkan untuk diakomodir dilakukan revisi.

Seperti diketahui, kata dia, hasil survey dari SP/SB bahwa kenaikan kebutuhan hidup layak di Provinsi Banten itu sebesar 13,5 persen. Makanya diawal buruh minta kenaikan sebesar tersebut dan pada akhirnya minta kenaikan 5,4 persen.

Afif menyampaikan beberapa poin penting untuk disampaikan kepada Wahidin Halim.

Pertama, konstitusi dasar UUD 1945 Pasal 27 Ayat (2) mengatakan ‘Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’. Menurutnya makna layak bagi kemanusiaan adalah upah sesuai kebutuhan hidup layak. Menurut survey yang dilakukan pekerja, kata dia, kebutuhan hidup layak di Banten rata-rata naik 13,5 persen. “Dengan buruh mengajukan 5,4% itu artinya buruh sudah mengalah,” kata dia.

Kedua, acuan menggunakan PP 36 Tahun 2021, kata dia, merupakan bukti pemerintah ngotot menggunakan regulasi yang cacat formil. Karena UU Cipta Kerjanya secara substansi telah dinyatakan Inkonstitusional. Di samping itu, lanjut Afif, penggunaan PP 36 Tahun 2021 sebagai dasar penetapan UMK bertentangan dengan UUD 1945.

“Kami terus terang malu, dimana moralitas dan etika hukum pemerintah sendiri. Sudah jelas induknya cacat formil, tetap ngotot diberlakukan termasuk aturan pelaksanaannya,” kata dia.

Apalagi hal itu jelas, kata Afif, dalam amar putusan MK nomor 7, yang isinya menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksanaan yang baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.

Dengan demikian, kata Afif, jelas bahwa urusan perburuhan atau ketenagakerjaan adalah hal yang bersifat strategis dan berdampak luas.

Ketiga, dikatakan Afif, bahwasanya Wahidin Halim sempat mengatakan bahwa jika ada rekomendasi LKS Tripartit, maka akan dipertimbangkan. “Namun faktanya meski sudah ada rekomendasi yang sangat bagus malah dikesampingkan,” ucapnya.

Afif menduga bahwa hal itu dikarenakan adanya ancaman dari pemerintah pusat. Menurutnya Pemprov Banten semestinya tidak perlu takut dengan ancaman pemerintah pusat. “Masa mau membuat rakyatnya tersenyum dengan memberikan kenaikan upah diancam-ancam,” tukasnya.

Keempat, Upah di Provinsi Banten, kata Afif, sebagai daerah penyangga ibukota DKI Jakarta seperti Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Tangsel. Upah yang diterima itu tertinggal jauh dari Upah Bekasi dan Karawang.

Padahal dahulu, kata Afif, pada saat Wahidin Halim menjadi Wali Kota Tangerang selisihnya tidak jauh. “Oleh karenanya penting, menjaga kesenjangan upah antar wilayah,”kata dia.

“Kami masih menyisakan ruang kepercayaan kepada Gubernur untuk mempertimbangkan kembali dan melakukan revisi UMK Banten 2022 dan Menetapkan UMSK,” tambahnya.

“Jika berkomitmen ingin membuat rakyat tersenyum, Maka revisilah UMK 2022. Kalo masih ngotot dengan pendiriannya, saya khawatir buruh akan berikan mosi tidak percaya kepada Gubernur Banten,” tukasnya.