CEMWU NEWS – Jakarta, Kondisi Buruh/Pekerja Perempuan di Indonesia masih diliputi dengan isu diskriminasi, pelecehan dan kekerasan di tempat kerja dengan segala bentuknya. Seringkali hal-hal tersebut tidak dirasakan sepenuhnya oleh pekerja buruh perempuan di tempat kerja karena ketidaktahuan dan atau kondisi kerja yang memaksa buruh perempuan untuk menerima diskriminasi. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1984 telah menyatakan untuk meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala.
Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention of the eliminations of All Forms of Discrimination Against Women) melalui UU No 7 Tahun 1984. Secara umum konvensi ini mengutamakan prinsip non diskriminasi terhadap pekerja perempuan. Lebih jauh lagi Konvensi ILO No 100 mengatur tentang pengupahan yang setara antara laki-laki dan perempuan serta Konvensi ILO No 111 tentang Diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan. Aturan standar-standar internasional tersebut yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia ternyata masih belum memberikan perlindungan yang maksimum di tempat kerja, sehingga inisiatif-inisiatif perlindungan terhadap pekerja/buruh perempuan perlu diperkuat lagi dan bersifat meluas melalui undangundang, aturan, dan tentu saja PKB (Perjanjian Kerja Bersama).
Beberapa isu yang mengemuka di dalam beberapa tahun terakhir adalah terkait perlindungan maternitas dan perlindungan terhadap kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja. Kedua isu tersebut meliputi aspek perlindungan buruh di tempat kerja. Perlindungan maternitas diawali dengan tempat kerja yang aman dan sehat bagi kesehatan reproduksi, perlindungan pekerja hamil, lamanya cuti melahirkan serta waktu menyusui dan pojok laktasi. Sementara itu perlindungan atas kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja erat hubungannya dengan menciptakan kondisi kerja yang aman serta mekanisme pencegahan pelecehan dan kekerasan seksual di tempat kerja yang memerlukan kerjasama yang strategis antara serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah.
2 Konvensi ILO terkait dengan isu diatas adalah Konvensi ILO No 183 tentang Perlindungan Maternitas (Tahun 2003) dan Konvensi ILO No 190 tentang Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja (2019), kedua konvensi ini selalu didorong oleh serikat pekerja, masyarakat sipil lainnya untuk segera di ratifikasi oleh Pemerintah Indonesia. Walaupun belum di ratifikasi, afiliasi IndustriALL di Indonesia, misalnya, telah berhasil mengukuhkan 33 PKB yang mengadopsi cuti melahirkan yang lebih panjang yaitu 14 Minggu Cuti Melahirkan atau lebih. Komite Perempuan Afiliasi IndustriALL di Indonesia juga terus mengkampanyekan ini dalam PKB federasi-federasi serikat pekerja yang bergabung dalam IndustriALL Global Union.
Pada tahun 2011, Kementerian Tenaga Kerja RI mengeluarkan Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat kerja (SE Menaker No SE.03/MEN/IV.2011). Pedoman ini dimaksudkan menjadi standar yang dapat digunakan oleh serikat pekerja dan pengusaha dalam tindakantindakan pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja. Di tahun 2012, APINDO sebagai asosiasi pengusaha Indonesia pun telah menerbitkan Panduan Bagi Pemberi Kerja: Pencegahan dan Penanganan Pelecehan Seksual di Tempat kerja. Pedoman ini pula diharapkan dapat menjadi panduan praktis untuk bisa mencegah dan menangani masalah pelecehan seksual di tempat kerja.
Pada tahun 2020, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 1 Tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan di Tempat Kerja. Permen ini diharapkan menjadi satu inisiatif yang baik dan harus terus di sosialisasikan di tempat kerja. Aturan ini berupaya untuk mengatur pembentukan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) di tempat kerja yang nantinya akan menjadi satu focal point dalam upaya untuk memberikan perlindungan pekerja perempuan terhadap kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja.
Sejak Desember 2020, Komite Perempuan IndustriALL Indonesia Council mengadakan dialog dan diskusi berkelanjutan dengan Departemen Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA untuk mengupayakan dan mempersiapkan pembentukan RP3 di tempat kerja yang merupakan perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan federasi serikat pekerja anggota IndustriALL Global Union.
Workshop ini dimaksudkan sebagai pertemuan lanjutan bagi para serikat pekerja dan pengusaha terkait penyebarluasan informasi terkait RP3 dan bagaimana persiapan yang dapat dilakukan untuk membentuk RP3 di tempat kerja.
Lokakarya Dialog Sosial ini mempunyai maksud dan tujuan :
- Mempertemukan serikat pekerja, pengusaha dan pemerintah dalam kerangka dialog sosial untuk pembentukan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan di Tempat Kerja.
- Memberikan pemahaman dan informasi yang lengkap terkait persiapan pembentukan RP3 di tempat kerja.
- Inisiasi Kesepakatan Bersama Serikat Pekerja dan Pengusaha terkait Pernyataan Kebijakan Bersama Zero Tolerance terhadap Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja.
Dialog Sosial Workshop Pembentukan RP3 (Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan) diadakan di Hotel Gren Alia Prapatan Jakarta, pada tangggal 7-8 Oktober 2021.
Dihadiri Oleh 50 Orang peserta dari perwakilan Federasi dan 21 Perusahaan serta hadir juga beberapa perwakilan Perusahaan dan narasumber dari ILO, Menaker, KPPA dan Apindo.
Semoga semua stakeholder mampu bersinergi dan bekerja sama dalam pembentuk Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3). (CN)