PKB (Perjanjian Kerja Sama) ADALAH UNDANG-UNDANG YANG DIBUAT DALAM BENTUK PERJANJIAN
oleh: Indra Munaswar (Presidium GEKANAS)
Suatu Perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan oleh dua orang atau dua pihak yang ingin mengikatkan diri dengan perjanjian tersebut.
Menurut Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya “Hukum Perjanjian”, bahwa yang dimaksud dengan kata sepakat adalah persesuaian kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki oleh pihak ke satu juga dikehendaki oleh pihak lain, dan kedua kehendak tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Menurut J. Satrio, S.H. dalam bukunya “Hukum Perjanjian”, bahwa kata sepakat adalah persesuaian kehendak antara
dua orang dimana dua kehendak saling bertemu dan kehendak tersebut harus dinyatakan. Pernyataan kehendak harus merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan hukum. Adanya kehendak saja dengan demikian belum melahirkan suatu perjanjian karena kehendak tersebut harus diutarakan, harus nyata bagi yang lain dan harus dimengerti oleh pihak lain.
Definisi Perjanjian
Setidaknya terdapat 5 (lima) pengertian mengenai Perjanjian yang praktis hampir sama.
- Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
- Menurut K.R.M.T Tirtodiningrat, SH. (1966:83), yang dimaksudkan dengan perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang.
- Menurut Prof. R. Subekti, SH. (Hukum Perjanjian, 1979:1), bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
- Menurut Prof. R. Wirjono Prodjodikoro, SH., bahwa perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.
- Menurut M. Yahya Harahap, SH., bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.
Pengertian PKB
Sedangkan dalam hukum ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja Bersama (PKB) didefinisikan secara spesifik dalam Pasal 1 angka 21 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Dalam Pasal 1 angka 21 itu disebutkan bahwa, perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Jadi jelas bahwa untuk membuat PKB hanya bisa dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat di Disnaker dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha.
Dengan demikian, kelompok pekerja dalam satu perusahaan yang bukan berbentuk serikat pekerja/serikat buruh tidak dapat membuat PKB dengan pengusaha.
Perjanjian Yang Mempunyai Kekuatan Mengikat
Suatu perjanjian akan mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak yang berjanji jika memenuhi 4 (empat) syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Empat persyaratan yuridis sah suatu perjanjian tersebut adalah:
(1) Kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak;
(2) Kecakapan dalam membuat suatu perikatan;
(3) Suatu pokok persoalan tertentu; dan
(4) Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dari keempat syarat sah perjanjian tersebut, syarat (1) dan syarat (2) merupakan syarat sah yang bersifat subyektif.
Sebagai subyek, maka pihak-pihak yang akan terikat dalam suatu perjanjian adalah:
orang yang sudah dewasa,
tidak sedang sakit jiwa, dan
mempunyai kedudukan dan wewenang dalam pembuatan perjanjian tersebut.
Oleh karenanya, Subyek pembuat suatu perjanjian harus disebut terlebih dahulu (tertulis paling atas) dalam format perjanjian, sebelum menyebutkan yang lain-lain.
Sedangkan syarat (3) dan syarat (4) merupakan syarat sah yang bersifat obyektif; atau bisa disebut batang tubuh perjanjian.
Syarat sah obyektif dimaksudkan, bahwa dalam pembuatan perjanjian:
harus dilakukan dengan Itikad baik,
dilakukan berdasarkan asas kepatutan,
tidak boleh melanggar kepentingan umum, dan
tidak melanggar dan/atau bertentangan dengan perundang-undangan.
Kesalahan Fondamental Dalam Pembuatan PKB
Kesalahan fondamental dalam pembuatan PKB ini bukan terjadi baru-baru ini saja. Kesalahan ini sdh terjadi puluhan tahun lalu. Setidaknya yang penulis ketahui sejak era tahun 1970-a. Kesalahan ini semakin dikentalkan dengan terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-01/MEN/85 Tentang Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
Ketentuan dalam peraturan Menaker tersebut yang terus dipedomani hingga saat ini oleh aparat pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, serikat pekerja/serikat buruh, dan pengusaha.
Padahal, ketentuan tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 1320 KUHPerdata.
PKB ini bukanlah Anggaran Dasar organisasi atau koperasi, dan bukan juga Undang-Undang Dasar (konstitusi). PKB menurut Pasal 1 angka 21 UUK adalah “PERJANJIAN”. Karena itu, dia harus tunduk dengan hukum perjanjian sepanjang tidak diatur khusus dengan undang-undang lain.
Bagi serikat pekerja di tingkat lokal (PUK/SPA/Basis/sebutan lain) yang cerdas, dalam pembuatan PKB menggunakan format sesuai dengan KUHPerdata. Tapi sayang itu masih sedikit sekali.
Sekarang ini di kalangan serikat pekerja dari mulai di tingkat lokal (perusahaan) hingga di tingkat nasional, para aktivisnya sudah banyak yang menyandang gelar Sarjana Hukum.
Ini peluang terbaik untuk memulai melakukan perbaikan format PKB yang disesuaikan dengan Pasal 1320 KUHPerdata, dan menjadikan “MUKADIMAH” cukup sebagai Tujuan yang diatur dalam Bab dan Pasal Tujuan.
Selain itu, sekaligus dapat memperbaiki isi PKB yang tidak lebih rendah dan/atau bertentangan dengan perundang-undangan.
Selamat terus berjuang tanpa lelah.
Jakarta, 1 September 2021