Gunakan UU Cipta kerja walau berselisih sebelum UU tersebut diberlakukan
Begitulah kiranya ekspresi Pengurus PC SP KEP SPSI Berau tatkala mengetahui bahwa majelis hakim PHI Pada PN Samarinda memberikan pertimbangan putusan pada register Perkara No. 75/Pdt.Sus-PHI/2020/PN. Smr, yang dibacakan tanpa kehadiran Tergugat ataupun kuasanya pada tanggal 22 Maret 2021.
Majelis hakim yang terdiri dari Ketua Majelis Agus Rahardjo, S.H, dan masing-masing Hakim Anggota M. Indra Prasetyo, S.H., CN. Dan Asmiwati, S.H dalam pertimbangan menyatakan PHK antara penggugat Sdr Irvan Havid (pekerja dan Anggota PUK SP KEP SPSI PT. Bumi Makmur Mandiri Utama) dengan PT. Bumi makmur Mandiri Utama tertangga 21 Januari 2020.
Sulhan, Kuasa Hukum Pekerja yang juga pengurus PC SP KEP SPSI Berau menyatakan tak habis pikir mengapa majelis hakim justru memutus PHK lebih rendah dari apa yang dimintakan perusahaan dalam jawabannya. Padahal sedari awal kami optimis terhadap dalil untuk kami minta pekerja tetap bekerja pada posisi dan jabatan semula karena dalil efisiensi perusahaan kami nilai tidak berdasar, namun putusan majelis hakim ternyata jauh dari harapan kami sehingga kami telah ajukan kasasi.
Dihubungi terpisah, Direktur LBH N PP FSP KEP SPSI, Ar Lazuardi menyatakan, setidaknya ada beberapa kejanggalan argumentasi pertimbangan hukum jika kita telaah pertimbangan majelis hakim tersebut. Saya suda baca salinan putusannya, ada beberapa hal yang saya nilai rancu melihat pertimbangan majelis hakim tersebut, imbuhnya, yakni:
Pertama, Perselisihan ini terjadi jauh sebelum diundangkanya UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja berlaku, bahkan dengan lugas, amar putusan Majelis hakim menyatakan PHK terjadi sejak 21 Januari 2020.
Sebagaimana diketahui bersama UU Cipta Kerja baru lahir sejak 2 November 2020. Lalu dimana ratio legisnya mengatakan PHK dengan alasan efisiensi menggunakan UU Cipta Kerja bahkan PP 35 tahun 2021 yang notabene baru diundangkan pada 2 Februari 2021.
Kedua, kompensasi PHK dengan alasan efisiensi yang diberikan oleh Mejelis Hakim dan menggunakan UU Cipta Kerja Jo PP 35/2021 yang nilainya jauh lebih rendah dari pada UU Ketenagakerjaan selain kurang tepat karena tempus (waktu) berselisih dan merugikan pekerja, pada salinan putusan yang ada, saya membaca ternyata perusahaan (tergugat) sudah mendalikan bahwa tidak mau menerima Penggugat untuk bekerja dan menghendaki PHK dengan meminta kompensasi PHK mengacu UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengacu pada PKB yang ada.
Dari kedua alasan ini, tidak terlihat dalam pertimbangan putusan. Walau demikian, putusan hakim tersebut patut kiranya dihormati dan telah tepat penggugat mengajukan upaya kasasi agar kiranya majelis hakim kasasi dapat lebih jernih melihat kasus ini, imbuhnya lanjut. (zr)