spkep-spsi.org- Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PC FSP KEP SPSI) Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, menggelar diskusi akbar, Rabu (21/4) malam.
Diskusi dengan tema “Investasi dan Tenaga Kerja Lokal di Kabupaten Halmahera Tengah” itu digelar di Pandopo Falcino Desa Fidi Jaya, Kecamatan Weda.
Kegiatan tersebut menghadirkan lima pembicara yakni Sekretaris SPSI Bakir Usman, Kapolres Halteng AKBP Nico Setiawan, Wakil Ketua II DPRD Halteng Hayun Maneke, Kepala Dinas Tenaga Kerja Halteng Saiful Samad, dan Danramil 15/12/01 Weda Lettu Inf Sofyan.
Usai mendengar arahan singkat dari lima pembicara itu, kegiatan tersebut berujung dengan sesi tanya jawab.
Ari Firmawan yang mendapat kesempatan mengeluarkan unek-uneknya menyatakan, SPSI harus punya peran penuh menangani keluhan para buruh lokal yang ada di Kabupaten Halteng.
“Banyak kasus yang ditemukan, misalkan ada kedapatan karyawan yang kontrak kerjanya diputuskan oleh pihak terkait,” ungkapnya.
Menurut dia, PT IWIP juga harus transparan dalam perekrutan tenaga kerja. Apa saja yang dibutuhkan sehingga para pelamar bisa tahu posisi-posisi strategis apa yang bisa ditempati orang lokal Halteng.
“Saya anggap ini masalah besar. Karena banyak karyawan lokal Halteng yang bekerja di bagian feronikel atau pabrik sehingga tidak nyaman,” katanya.
“Tidak nyaman itu membuat karyawan IWIP sering di-PHK atau memilih resign,” sambung Ari.
Ia berharap Disnaker juga tidak tinggal diam.
“Sebagai pemerintah harus ada fungsi kontrol. Paling tidak ada data karyawan yang PHK dan putus kotrak sehingga bisa mencari solusi,” harapnya.
Sementara itu, Sekretaris SPSI Halteng Bakir Usman menyampaikan, kegiatan ini sengaja dilakukan agar jangan ada perbedaan persepsi soal tenaga lokal yang bekerja di perusahaan IWIP.
Menurut dia, tenaga lokal yang dimaksudkan itu adalah tenaga lokal Maluku Utara dan tenaga lokal seluruh Indonesia.
“Perlu diketahui, soal ketenagakerjaan ini pasti ada problem. Untuk itu kami dari SPSI punya ketentuan tersendiri, diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial, juga UU 21 tentang serikat pekerja. Sehingga ketika ada persoalan yang terjadi di unit pekerja atau sengketa perselisian hubungan industrial, dalam mengatasi masalah itu kita punya Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia,” terangnya.
“Tugas dari UPK itu bagaimana memastikan anggota serikat pekerja dengan kondisi hak dan kewajibannya tidak terpenuhi seperti upah tidak dibayar sesuai maka UPK bakal melakukan pembelaan,” ujar Bakir.
Bakir bilang, ada masalah yang diistilahkan perselisihan hak, perselisihan PHK, dan perselisihan antara serikat buruh. Tiga perselisihan ini ketika terjadi maka serikat pekerja melakukan negosiasi dengan manajemen untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Ketika masalah itu tidak ada titik terang maka SPSI berkewajiban menyampaikan keluhan ini kepada pemerintah daerah dalam hal ini bupati dan wakil bupati dan juga kepada Pengadilan Hubungan Pekerja, dan Mahkamah Agung.
“Yang pastinya SPSI sendiri berdiri di belakang buruh ketika ada masalah yang dialami,” paparnya.
Sementara Hayun Maneke, Wakil Ketua II DPRD menegaskan, persoalan kesejahteraan buruh ini menjadi tanggung jawab pemerintah dan DPRD untuk selalu melakukan fungsi kontrol.
“Hadirnya investasi sudah tentu melakukan penanaman modal sehingga kita juga harus berbicara soal kesejahteraan buruh lokal Halteng, Maluku Utara dan Indonesia secara keseluruhan. Untuk itu hadirnya perusahaan sudah harus menyejahterakan masyarakat. DPRD sendiri akan selalu memproses masalah-masalah yang dialami oleh karyawan lokal Halteng,” tuturnya.
Kepala Disnaker Halteng Saiful Samad menambahkan, pihaknya bakal melakukan verifikasi data ulang. Data karyawan yang di-PHK, maupun jumlah karyawan yang sudah resign.
“Sehingga yang di-PHK dan resign ini akan diupayakan masuk bekerja ulang. Intinya kita sama-sama cari solusi,” pungkasnya. (tandaseru)