www.spkep-spsi | Jakarta |Pandangan Ketua Mahkamah Konstitusi Pertama Prof. Dr. Jimly Asshidiqie tersebut disampaikan dalam Webinar yang diselengarakan oleh Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS) hari kamis tanggal 14 Januari 2020.
Webinar melalui media Zoom yang bertema Omnibuslaw Cipta Kerja dan Berbagai Potensi Pelanggaran Konstitusi ini selain megnhadirkan Pembicara Kunci Prof Jimly Asshidiqie, juga terdapat pembicara lain yakni ahli hukum Ketenagakerjaan Bapak Abdul Khakim dan peneliti perburuhan Mba Indrasari Tjandraningsih.
Acara ini dihadiri oleh berbagai latar belakang peeserta yakni para pengurus serikat pekerja, praktisi perburuhan, mahasiswa/i, dan akademisi.
Acara dibuka oleh Ar Lazuardi selaku MC dan moderator acara dan selanjutnya Perwakilan Presidium GEKANAS, Bung R Abdullah yang juga Ketua Umum PP FSP KEP SPSI menyampaikan sambutan dan penjelasan apa yang dilakukan GEKANAS terhadap perlawanan UU Cipta Kerja yang salah satunya setelah melakukan berbagai kajian, penolakan secara massif dengan berbagai aksi dan tindakan hingga pengujian UU Cipta Kerja tersebut di Mahkamah Konstitusi.
Prof jimly Asshidiqie juga menjelaskan kewenangan MK yang dapat melakukan pengujian secara materiil dan formil, khusus pengujian formil dapat dilihat salah satunya dari proses pembentukannya mulai dari penrencanaan hingga pengundangan. Omnibus law secara asal diharapakan sesunghnya sebagai suat metode untuk penataan sistem hukum.
Namun permasalah UU Cipta Kerja lanjutnya terjadi karena isinya terlalu tebal yang menyebabkan perubahan yang diinginkan menjadi terlalu luas, prosesnya telalu cepat dan dilakukan ditengah situasi pandemic sehingga terjadi deliberasi substantif yang hampir tidak ada musyawarah sehingga dapat bertentangan dengan pancasila khususnya angka 4.
Dikarenakan forum legislatif dalam pembuatan UU masih mendapatkan penolakan, maka forum MK menjadi alternatif sekaligus alat kontrol pembuatan undang-undang. Selain itu beliau menegaskan bahwa tidak boleh lagi ada perubahan naskah UU yang telah disahkan dalam paripurna DPR RI.
Pembicara lain Bpk Abdul Khakim menyampaikan teaah kritis perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja yang mengubah beberapa isu yakni soal TKA, pengaturan PKWT yang menghilangkan jangka waktu hingga pengaturan konsep PHK, pembicara lainnya Indrasari Tjandraningsih (Mba Asih) memaparkan mengenai konsep flexibilitas tenaga kerja yang dapat mempengaruhi kepastian kerja dan berdampak pada berkurangnya kesejahtaran pekerja karena kerja layak tidak tercapai.
Flexibilitas bagi mba asih dalam nuansa kekiniian sulit dihindari, namun perlu kiranya dibuat pembatasan-pembatasan apa yang dapat meminimalisir flexibilitas itu terjadi, misal dengan konsep Flexsecure di Negara skandinavia bisa menjadi rujukan. (Fjr dan Ar)