SPKEP-SPSI.ORG – Jakarta, Pimpinan Pusat FSP KEP SPSI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Trisakti serta didukung oleh Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS) menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Apakah Sebuah Kebutuhan Saat Ini?” Yang diselenggarakan pada Senin (19/08/2019) bertempat di Fakultas Hukum Universitas Trisakti.
Kegiatan ini dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Trisakti Dr. I Komang Suka’arsana, SH, MH, yang dalam sambutannya mengatakan seminar ini bertujuan untuk menjawab problematika yang terjadi dalam masyarakat terutama mengenai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan dalam hukum Ketenagakerjaan.
Acara ini dihadiri dari kalangan Akademisi, Praktisi, Mahasiswa Universitas Trisakti serta pekerja dari Serikat Pekerja/Buruh yang tergabung dalam elemen GEKANAS diantaranya yang hadir dari perwakilan FSP KEP SPSI, FSP LEM SPSI, FSPI, FSP KEP-KSPI, FSP PAR Reformasi, PPMI`98, FSP RTMM SPSI.
Adapun pembicara dalam seminar ini M. Aditya Warman (DPN APINDO), R. Abdullah (Ketua Umum PP FSP KEP SPSI/GEKANAS), Indra Munaswar (FSPI/GEKANAS), dan Dr. Andari Yurikosari, SH, MH (Dosen dan Ketua Pusat Studi Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja Fakultas Hukum Universitas Trisakti) dengan dimoderatori oleh Dr Yogo Pamungkas, SH MH (Dosen Universitas Trisakti).
Mewakili dari GEKANAS Indra Munaswar (Ketua Umum FSPI) menyampaikan Materi tentang “Silahkan Revisi UUK 13 tahun 2003 Asal…”.
Indra Munaswar mengatakan silahkan saja pemerintah ingin merevisi atau bahkan mengganti UUK No. 13 Tahun 2003 tapi PISAU SAYAT yang digunakan haruslah :
- Alinea keempat Mukadimah UUD 1945
- Pasal 27 ayat (2) UUD 1945
- Pasal 28D ayat (2) UUD 1945
- Pasal 18I ayat (4) UUD 1945
1. Inti dari Alinea keempat Mukadimah UUD 1945, adalah bahwa Pemerintahan Negara Indonesia berkewajiban:
melindungi segenap bangsa Indonesia – artinya, Pemerintah bertanggung jawab atas hak-hak konstitusional dan kepentingan angkatan kerja, dan pekerja beserta keluarganya. Siapa pun tidak boleh menghilangkan hak-hak tersebut;
memajukan kesejahteraan umum – artinya, setiap produk hukum yang dibuat oleh Pemerintah (beserta DPR RI) sebagai wakil negara haruslah bermuara pada peningkatan kesejahteraan bagi pekerja dan seluruh rakyat Indonesia;
menegakkan keadilan sosial – artinya Pemerintah harus dapat menjaga dan bertanggung jawab agar tidak seorang pun atau satu pihak pun dapat melakukan pemerasan dalam bentuk apa pun terhadap pekerja.
2. Pasal 27 ayat (2) mengamanatkan bahwa, “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Pasal ini bermakna:
Pemerintah bertanggung jawab terhadap setiap warga negara usia produktif untuk mendapatkan hak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan;
Setiap manusia memerlukan pekerjaan hingga usia pensiun atau bahkan hingga mati. Karena itu, negara tidak bisa membiarkan siapa pun memutus-mutus hubungan kerja sesuka hatinya saja;
Setiap orang yang bekerja, bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarganya secara layak bagi kemanusiaan;
Hidup yang layak bagi setiap orang adalah, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan, dan aktivitas sosial kemasyarakatan sesuai standar yang memadai.
3. Pasal 28D ayat (2) menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
Makna yang terkandung dalam Pasal ini adalah:
- Pemerintah berkewajiban untuk membuka ruang seluas-luasnya bagi setiap angkatan kerja untuk dapat bekerja tanpa ada batasan-batasan yang irra-sional, diskriminatif, dan hambatan-hambatan karena ingin melindungi pihak asing.
Tiadanya batas irasional dan anti diskriminatif tersebut harus sejalan dengan Pasal 28I ayat (2) yang menyatakan: “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”;
- Pemerintah berkewajiban melindungi setiap orang yang bekerja agar mendapat imbalan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;Setidaknya, imbalan yang diterima orang yang bekerja (pekerja), tidak kurang dari yang diamanatkan oleh Pasal Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, yaitu “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan ling-kungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Tempat tinggal, lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta pelayanan kesehatan menjadi tanggung jawab negara terhadap setiap orang yang bekerja;
Bentuk perlindungan sosial bagi pekerja harus sejalan dengan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagaimana manusia yang bermartabat”.
4. Pasal 28I ayat (4) menyatakan bahwa, “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah”.
- Pemerintah bertanggung jawab atas perlindungan terhadap hak-hak konstitusional angkatan kerja dan pekerja;
- Pemerintah bertanggung jawab atas penegakkan hak-hak konstitusional angkatan kerja dan pekerja;
- Pemerintah bertanggung jawab atas pemenuhan segala hak konstitusional angkatan kerja dan pekerja;
PISAU SAYAT LAIN yang harus digunakan oleh Pemerintah dalam membedah dan merevisi UUK No. 13 Tahun 2003 adalah:
- Konvensi-Konvensi ILO yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia;
- Konvensi-Konvensi ILO yang tidak atau belum diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia yang sifatnya memberikan perlindungan kepada pekerja – contohnya adalah UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang merujuk pada Konvensi ILO No. 102 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial. Padahal Konvensi No. 102 ini belum diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia;
- Piagam PBB tentang HAM.
Silakan para Pakar, para Ahli, para Akademisi melakukan kajian akademik untuk sebagai masukan bagi Pemerintah dan DPR RI dalam menyusun Draft Revisi atau bahkan Draft Perubahan UUK No. 13 Tahun 2003.
Tapi harus menggunakan Kedua Pisau Sayat di atas, jika ingin selamat dunia-akhirat, paparnya.
- Meneguhkan Kedaulatan Energi: Refleksi atas Putusan MK No. 39/PUU-XXI/2023 tentang Ketenagalistrikan
- Gekanas: Putusan MK UU Cipta Kerja Sub Klaster Ketenagalistrikan bentuk pengembalian kedaulatan energi
- GEKANAS MENOLAK PRIVATISASI dan SWASTANISASI PLN
- Mahkamah Konstitusi Putuskan RUKN Harus Berdasarkan Kebijakan Energi Nasional dan Pertimbangan DPR RI
- MK Kembali Kabulkan Gugatan UU Cipta Kerja, Terkait Klaster Ketenagalistrikan
- Mahkamah Konstitusi Putuskan Uji Materi UU Cipta Kerja Kluster Ketenagalistrikan
- Menanti Mahkamah Konstitusi Keluarga kembali menjadi Mahkamah Konstitusi
- Pentingnya Serikat Pekerja dalam Keseimbangan Hubungan Industrial