JAKARTA — PP FSP KEP SPSI dan FH Univ Trisakti Menggelar Seminar Nasional ‘Optimalisasi Fungsi Pengawasan Ketenagakerjaan, Problematika dan Penyelesaiannya’ di Auditorium E. Suherman, Lantai 2 Gedung H, Universitas Trisakti, Jakarta, Rabu, tanggal 16 Januari 2019. Tujuan acara ini untuk memberikan rekomendasi terhadap pemangku kebijakan, terutama Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Ditjen Binwasnaker & K3) Kementerian Ketenagakerjaan.
Pembicara seminar nasional dari Pukul 09.00 WIB hingga Pukul 15.00 WIB adalah Ketua Pusat Studi Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja FH USAKTI sekaligus Ketua Panitia Seminar, Dr. Andari Yurikosari, SH, MH.; Direktur Bina Penegakan Hukum Ketenagakerjaan Kemenaker Drs. M, Iswandi Hari, SH, MSi; Sekretaris Umum PP FSP KEP SPSI Afif Johan, ST, SH. Panitia juga menghadirkan Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan pada Disnakertrans Banten, Ubaidillah. Acara ini dihadiri sekitar 150 peserta dari para pekerja di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat dan Banten.
Acara bagus ini dihadiri Dekan FH Universitas Trisakti, Dr. H. I Komang Suka Arsana, SH, MH; dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP KEP SPSI), R. Abdullah. Dalam sambutannya, Andari Yurikosari menyampaikan pengawasan perburuhan hal yang masih perlu dikembangkan. Menurutnya, masih banyak pelanggaran hukum terutama hukum ketenaga kerjaan, khususnya terkait isu hubungan industrial. Andari berharap seminar ini bisa memberikan masukan dan rekomendasi kepada pemangku kebijakan terkait, seperti Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Ditjen Binwasnaker & K3) Kementerian Ketenagakerjaan. “Semoga hasil ini bisa memberikan rekomendasi kepada Kementerian Ketenagkerjaan agar bisa meningkatkan pengawasan perburuhan di Indonesia,” ujar Andari.
Kemudian, Dekan FH USAKTI, I Komang Arsana, mengatakan kegiatan ini diharapkan dapat saling memberikan masukan bagi semua pihak, khususnya pihak yang memberikan pengawasan perburuhan/pekerja dan pengembangan bidang keilmuan bagi Pusat Studi Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja FH USAKTI. Menurutnya, permasalahan tenaga kerja di Indonesia itu sangat banyak dan kompleks.
Sehingga, diperlukan fungsi pengawasan. Namun, jumlah pengawas perburuhan masih minim dibandingkan dengan jumlah perusahaan maupun tenaga kerja yang harus diawasi. Selain, lokasi dan wilayah Indonesia yang merupakan negara kepualauan dinilai mempersulit bagi para pengawas perburuhan dalam menjalankan tugasnya.
Sehingga, kata dia, dengan seminar ini bisa memberikan masukan dan solusi dari permasalahan di atas maupun permasalahan lainnya. “Semoga seminar ini memberikan solusi terhadap permasalahan perburuhan di Indonesia,” kata I Komang Arsana.
Sementara, Ketua Umum PP FSP KEP SPSI, R. Abdullah mengatakan acara seminar ini sangat penting untuk menghasilkan rekomendasi dan solusi dalam persoalan pengawasan tenaga kerja/buruh. Untuk membangun hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.
Menurut R. Abdullah, bangsa ini sudah memikirkan perlindungan terhadap buruh sejak tiga tahun setelah tahun kemerdekaan atau pada tahun 1948. Yakni diterbitkannya UU Nomor 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan. Tiga tahun kemudian, disusul UU Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Nomor 23 Tahun 1948 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia. Tidak lama kemudian, pemerintah menerbitkan UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. “Dengan demikian, negara sangat peduli terhadap perburuhan. Pascakemerdekaan sudah membuat UU perlindungan buat buruh. Hari ini sudah 73 tahun, sehingga peran dan fungsi pengawas perburuhan perlu di-endorse masalah pengawasan perburuhan. Sejak kemerdekaan hingga hari ini kita masih mengalami problematika perburuhan,” katanya.
Maka dari itu, ujar R. Abdullah, acara seminar nasional ini diharapkan bisa menghasilkan rekomendasi dan solusi yang bisa dijadikan rujukan dan atau referensi bagi semua pihak yang berkecipung dalam masalah pengawasan perburuhan. Khususnya, meningkatkan optimalisasi (Ditjen Binwasnaker & K3) Kementerian Ketenagakerjaan maupun Tim Pengawas Perburuhan.
Terkait fungsi dan peran Kementerian Ketenagakerjaan, R. Abdullah menyatakan ada empat fungsi yang seharusnya dijalankan dengan baik oleh kementerian. Keempatnya yakni: (1) Memberikan pPelayanan, (2) Membuat Kebijakan, (3) Pengawasan dan (4) Penindakan Terhadap Pelanggaran Kebijakan. “Rasanya fungsi Pengawasan dan Penindakan Terhadap Pelanggaran Kebijakan masih jauh panggang dari api. Kajian dari PP FSP KEP SPSI pasca Otonomi Daerah, peran pengawasan perburuhan belum optimal, karena terputus antara pengawasan di tingkat pusat dengan tingkat di daerah,” katanya.
Dia mengungkapkan, jika sebelum Era Otonomi Daerah, Kewenangan Pengawasan Tenaga Kerja terpusat dari Pemerintah Pusat hingga tingkat Kabupaten/Kota. “Tap, hari ini, kewenangan pengawas tenaga kerja diserahkan kewenangannya kepada tingkat Kabupaten/Kota,” katanya. Loyalitas Tim Pengawas Perburuhan tidak lagi kepada Menteri Tenaga Kerja, namun kini ada pada Bupati/Walkota. Di kemudian hari, ditarik lagi ke tingkat provinsi.
Di sisi lain, aspek yang perlu dibenahi dari Tim Pengawas Tenaga Kerja, kata R. Abdullah, adalah masalah kompetensi. Kompetensi Tim Pengawas Tenaga Kerja dianggap belum sesuai yang diharapkan. “Karena pengawas tenaga kerja yang bertanggng jawab untuk mempelajari UU lama soal Pengawasan Perburuhan/Tenaga Kerja (Tahun 1948) hingga Peraturan yang terbaru (tentang Pengupahan), justru belum kompeten,” katanya. Dengan demikian, katanya, keberadaan dan kemampuan Tim Pengawasan Tenaga Kerja menjadi sangat penting dalam rangkaian terciptanya Hubungan Industrial yang Harmonis, Dinamis dan Berkeadilan. (Tim Media PP FSP KEP SPSI/Zaky)
LINK VIDEO
Seminar Nasional ‘Optimalisasi Fungsi Pengawasan Ketenagakerjaan, Problematika dan Penyelesaiannya’