Menurut International Labour Organization (ILO), Setiap Tahun Lebih Dari 160 Juta Pekerja Mengalami Penyakit Akibat Kerja. Terlebih Lagi, 1,2 Juta Meninggal Akibat Sakit Di Tempat Kerja. Tingginya Angka Penyakit Akibat Kerja Harus Mendapat Perhatian Khusus.
Dalam melakukan pekerjaan apa pun, sebenarnya para pekerja memiliki risiko terhadap masalah kesehatan yang diakibatkan oleh proses kerja, lingkungan kerja, dan perilaku kesehatan pekerja. Pekerja tidak hanya berisiko menderita penyakit menular atau tidak menular, tetapi juga dapat menderita penyakit akibat kerja.
Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja termasuk penyakit akibat hubungan kerja. Di Indonesia, gambaran PAK saat ini seperti fenomena gunung es, PAK yang diketahui dan dilaporkan masih sangat terbatas dan parsial sehingga belum menggambarkan besarnya masalah keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia.
Belum semua pekerja sadar tentang PAK. Sebagian pekerja menyadari bahwa penyakit yang diderita besar kemungkinan karena pekerjaannya, tetapi banyak yang tidak menyadari bahwa pekerjaan yang dilakukannya sehari-hari sebagai penyebab penyakit tertentu.
Dalam banyak kasus PAK, ada satu hal yang sering dipertentangkan, apakah penyakit yang diderita pekerja diperoleh akibat pekerjaan atau di luar lingkungan kerja. Kontroversi ini sering kali merugikan pekerja, yang pada akhirnya bisa menurunkan produktivitas kerja dan berdampak pula pada perusahaan.
Untuk itu, baik perusahaan maupun pekerja wajib memahami berbagai PAK atau yang diperoleh di lingkungan kerja, penyebab, deteksi dini, diagnosis PAK, upaya-upaya pengendaliannya, dan kewajiban melaporkan PAK.
Tiga Penyakit Akibat Kerja Terbanyak Di Indonesia
Dilansir republika.co.id, Ketua Umum Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (Perdoki), Nusye E Zamsiar, menyatakan, saat ini terdapat tiga jenis PAK terbanyak di Indonesia. Tiga PAK itu antara lain tuli menduduki peringkat pertama, kemudian nyeri punggung, dan kulit.
Menurut Perdoki, penyakit tuli akibat kerja biasanya dialami oleh pekerja yang bekerja di perusahaan atau pabrik yang terpapar suara bising dan yang bekerja di pertambangan. Sementara nyeri punggung belakang bisa dialami oleh pekerja dihampir semua pekerjaan seperti pekerja kantoran dan pekerja gudang.
Perdoki menambahkan, penyakit nyeri punggung belakang ini jangan dianggap sepele. Sering kali pekerja yang mengalami nyeri punggung belakang ini menganggapnya sebagai penyakit ginjal. Padahal hanya kesalahan duduk atau kursi tidak ergonomis. Bila hal tersebut dibiarkan dapat mengganggu pekerjaan sehari-hari.
PAK terbanyak ketiga adalah penyakit kulit. Penyakit ini sekarang semakin banyak dialami oleh pekerja yang sehari-harinya menangani bahan kimia di tempat kerja. Perdoki menyatakan, PAK sama rentannya dengan penyakit tidak menular, seperti stroke, diabetes, dan asam urat.
Maka, Perdoki menyarankan agar perusahaan memberikan pengenalan kepada pekerja tentang PAK dan melakukan upaya pencegahan agar PAK tidak menimbulkan gangguan kesehatan yang lebih serius.
Lima Hal Penting Tentang Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja sering kali diakibatkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses, maupun lingkungan kerja. Dengan demikian, PAK disebut sebagai penyakit artifisial karena timbulnya diakibatkan oleh adanya pekerjaan atau penyakit buatan manusia (man made disease).
Terkait PAK ini, ada banyak hal yang penting dipahami pekerja. Tujuannya agar pekerja dapat memperoleh informasi dan pengetahuan tentang PAK dan mengurangi risiko PAK.
Apa saja kategori dari penyakit akibat kerja?
World Health Organization (WHO) membagi PAK menjadi empat kategori, di antaranya:
- Penyakit yang hanya diakibatkan oleh pekerjaan, contohnya Pneumoconiosis, yakni penyakit saluran pernapasan yang diakibatkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru.
- Penyakit yang salah satunya penyebabnya adalah pekerjaan, contohnya Kanker Paru (Karsinoma Bronkogenik).
- Penyakit dengan pekerjaan menjadi salah satu penyebabnya di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkitis Kronis, yakni peradangan pada saluran bronkial (saluran pernapasan yang membawa udara ke paru-paru).
- Penyakit dimana pekerjaan memperberat/memperparah suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, contohnya Asma.
Apa saja faktor penyebab yang dapat memicu atau memperparah penyakit akibat kerja?
Terdapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja. Penyebab PAK dibagi menjadi lima golongan, di antaranya:
1. Golongan fisika
Suhu ekstrem, bising, pencahayaan, getaran (vibrasi) radiasi pengion dan non pengion, dan tekanan udara.
2. Golongan kimia
Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, uap logam, gas, larutan, kabut, partikel nano dan lain-lain.
3. Golongan biologi
Bakteri, virus, jamur, bioaerosol, dan lain-lain.
4. Golongan ergonomi
Desain tempat kerja, beban kerja, angkat angkut berat, posisi kerja janggal, posisi kerja statis, gerak repetitif, penerangan, Visual Display Terminal (VDT) dan lain-lain.
5. Golongan psikososial
Beban kerja kualitatif dan kuantitatif, organisasi kerja, kerja monoton, hubungan interpersonal, kerja shift, lokasi kerja dan lain-lain.
Langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja?
Banyaknya masalah PAK yang tidak terdeteksi dan terdiagnosis itu terkait dengan penentuan diagnosis PAK oleh dokter yang belum dihubungkan dengan pekerjaan atau dengan lingkungan pekerjaan, sehingga diagnosis PAK dirasakan sangat minim.
BPJS Ketenagakerjaan melaporkan, setiap tahun terjadi 90 ribu sampai 130 ribu kecelakaan kerja, tetapi hampir tidak ada laporan mengenai penyakit akibat kerja. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dokter dan pekerja, dan/atau kepedulian pengurus untuk menegakkan diagnosis PAK.
Berdasarkan PMK Nomor 56 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat Kerja, terdapat tujuh langkah diagnosis PAK, di antaranya:
1. Menegakkan diagnosis klinis
Diagnosis klinis harus ditegakkan terlebih dahulu dengan melakukan:
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
- Bila diperlukan dilakukan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan khusus.
2. Menentukan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja
Beberapa pajanan bisa mengakibatkan satu penyakit, sehingga dokter di perusahaan harus mendapatkan informasi semua pajanan yang dialami dan pernah dialami pekerja.
Untuk memperoleh informasi terkait pajanan, dilakukan anamnesis pekerjaan yang lengkap, mencakup:
- Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis dan pajanan yang dialami (pekerjaan terdahulu sampai saat ini)
- Periode waktu melakukan masing-masing pekerjaan
- Produk yang dihasilkan
- Bahan yang digunakan
- Cara kerja
- Proses kerja
- Riwayat kecelakaan kerja (tumpahan bahan kimia)
- Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan.
Informasi tersebut dapat ditunjang dengan data objektif, seperti Material Safety Data Sheet (MSDS) dari bahan yang digunakan dan catatan perusahaan mengenai informasi-informasi di atas.
Catatan:
Anamnesis adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan antara dokter dan pasien untuk mendapatkan informasi tentang penyakit yang diderita dan informasi lainnya yang mengarahkan diagnosis penyakit pasien.
3. Menentukan hubungan pajanan dengan diagnosis klinis
Pajanan yang teridentifikasi dihubungkan dengan penyakit yang dialami. Waktu timbulnya gejala setelah terpajan oleh bahan tertentu memengaruhi hubungan antara pajanan dengan diagnosis klinis.
Penyakit lebih sering timbul apabila berada di tempat kerja dan berkurang saat libur atau cuti. Hasil pemeriksaan prakerja dan berkala dapat digunakan sebagai salah satu data untuk menentukan PAK.
4. Menentukan besarnya pajanan
Penilaian untuk menentukan kecukupan pajanan tersebut untuk menimbulkan gejala penyakit dapat dilakukan secara:
a. Kualitatif:
- Pengamatan cara, proses dan lingkungan kerja dengan memperhitungkan lama kerja dan masa kerja
- Pemakaian alat pelindung secara benar dan konsisten untuk mengurangi besar pajanan.
b. Kuantitatif:
- Data pengukuran lingkungan kerja yang dilakukan secara periodik.
- Data pemantauan biologis.
5. Menentukan faktor individu yang berperan
Faktor individu yang berperan terhadap timbulnya penyakit antara lain:
- Jenis kelamin
- Usia
- Kebiasaan
- Riwayat penyakit keluarga (genetik)
- Riwayat atopi (suatu kecenderungan genetik untuk mengembangkan penyakit alergi, misalnya dermatitis, rhinitis atau asma)
- Penyakit penyerta.
6. Menentukan pajanan di luar tempat kerja
Penyakit yang timbul mungkin diakibatkan oleh pajanan yang sama di luar tempat kerja sehingga perlu informasi tentang kegiatan yang dilakukan di luar tempat kerja seperti hobi, pekerjaan rumah, dan pekerjaan sampingan.
7. Menentukan diagnosis PAK
Berdasarkan enam langkah di atas, dibuat kesimpulan penyakit yang diderita oleh pekerja adalah PAK atau bukan PAK.
Dalam mendiagnosis PAK terdapat tiga prinsip yang harus diperhatikan, antara lain:
- Hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit
- Frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi daripada pada masyarakat.
- Penyakit dapat dicegah dengan melakukan tindakan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
Bagaimana sistem pelaporan penyakit akibat kerja yang sesuai dengan regulasi kesehatan kerja di Indonesia?
Pelaporan PAK sangat penting dilakukan di tempat kerja. Rendahnya data pelaporan mengenai PAK tidak bisa menggambarkan kesehatan pekerja di tempat kerjanya. Buruknya pelaporan tersebut dapat mengakibatkan efek buruk pada jaminan kesehatan pekerja dan penurunan produktivitas kerja yang berdampak pada perusahaan.
Berdasarkan Permenakertrans Nomor 333 Tahun 1989 Tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja, Pasal 4, menyatakan, PAK yang ditemukan atau didiagnosis sewaktu dilaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja harus dilaporkan oleh pengurus tempat kerja yang bersangkutan bekerja selambat-lambatnya 2×24 jam kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja Setempat.
Dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja harus ditentukan apakah penyakit yang diderita tenaga kerja merupakan PAK atau bukan. Maka, diagnosis PAK dilakukan melalui serangkaian pemeriksaan klinis dan pemeriksaan kondisi pekerja serta lingkungannya untuk membuktikan adanya hubungan sebab akibat antara penyakit dan pekerjaannya.
Bila dokter pemeriksa mendapatkan keragu-raguan dalam menegakkan diagnosis PAK, hal itu dapat dikonsultasikan kepada Dokter Penasihat Tenaga Kerja dan bila diperlukan dapat juga dikonsultasikan kepada dokter ahli yang bersangkutan. Setelah ditegakkan diagnosis PAK oleh dokter pemeriksa, maka dokter wajib membuat laporan medik.
Apa tindakan pencegahan dan penemuan dini yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko penyakit akibat kerja?
Menurut PMK Nomor 56 Tahun 2016, pada umumnya PAK bersifat irreversible (tidak dapat dipulihkan) sehingga tindakan pencegahan sangat diperlukan. Upaya pencegahan PAK yang dapat pengurus lakukan antara lain:
- Melakukan identifikasi potensi bahaya PAK
- Promosi kesehatan kerja sesuai dengan hasil identifikasi potensi bahaya yang ada di tempat kerja
- Melakukan pengendalian potensi bahaya di tempat kerja
- Pemberian informasi mengenai alat pelindung diri sesuai dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja dan cara pemakaian alat pelindung diri yang benar
- Pemberian imunisasi bagi pekerja yang terpajan dengan agen biologi tertentu.
Selain melakukan pencegahan, pengurus perusahaan juga wajib melakukan penemuan dini PAK yang dilakukan dengan:
- Pemeriksaan kesehatan prakerja
- Pemeriksaan berkala
- Pemeriksaan khusus, dilakukan sesuai indikasi bila ditemukan ada keluhan dan/atau potensi bahaya di tempat kerja. Sebagai pemeriksaan lanjutan dari pemeriksaan berkala dan menjelang masa akhir kerja.
- Surveilans kesehatan pekerja dan lingkungan kerja. Menurut WHO, surveilans adalah suatu pengamatan penyakit yang dilakukan secara terus-menerus dan sistematis terhadap kejadian dan distribusi penyakit serta faktor-faktor yang memengaruhinya sehingga dapat dilakukan tindakan pengendalian yang efektif.
Tidak seperti kecelakaan akibat kerja (KAK) yang dapat terlihat dengan jelas bukti terjadinya kecelakaan tersebut, penyakit akibat kerja (PAK) tidaklah terlihat jelas. Pekerja yang mengalami PAK akan merasakan masalah kesehatan akibat pekerjaan dan lingkungan kerja setelah jangka waktu panjang atau terkadang pekerja sering mengabaikannya.
Maka dari itu, baik pengurus, dokter perusahaan, maupun pekerja harus benar-benar memahami segala hal dan regulasi tentang PAK. Penegakan diagnosis spesifik dan sistem pelaporan PAK penting dilakukan agar dapat mengurangi dan/atau bebas dari PAK yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Salam safety! (Sumber : https://www.safetysign.co.id)