AKSI TUTUP MULUT PEKERJA SP KEP SPSI SEBAGAI BENTUK PROTES TERHADAP PEMERINTAH

by -110 Views

DKI JAKARTA, DemokrasiNews.com – Sekitar 3000 orang buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) melakukan Long March dari titik lokasi konsentrasi kumpul, IRTI Monas menuju Patung Kuda, Medan Merdeka pada, Jum’at (12/08) pagi.

Ketua Umum SP KEP SPSI Jakarta, R Abdullah ketika memimpin Aksi Tutup Mulut para buruh SPSI mengatakan aksi turun kejalan ini sebagai bentuk protes atas ketidak pedulian Pemerintah dan hilangnya perlindungan kepada rakyat Indonesia. “Khususnya Pekerja Indonesia atas Kebijakan Ekonomi Liberal yang Inkonstitusional,” tuturnya pada, Demokrasi News.

Dengan mengusung tema, ‘Setidaknya kami berdiri dengan sangat yakin, meskipun lutut kami goyah karena haus dan lapar, melainkan karena perjuangan ini adalah seutuhnya demi nasib anak cucu dan masa depan bangsa Kami, demi hak kami yang telah diamanatkan oleh para pendiri bangsa’.

Abdullah pun menambahkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dengan merujuk pada Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional pada Februari tahun 2016, jumlah penduduk Indonesia berjumlah 258,7 juta orang. Jumlah angkatan kerja sebanyak 127,67 juta orang, yang bekerja sejumlah 120,65 juta orang dan pengganguran sebanyak 7,02 juta orang.

Dengan melihat tingginya jumlah pengangguran, banyaknya pekerja asing yang membanjiri Negara Indonesia sudah pasti sangat meresahkan rakyat, terlebih jika para pekerja asing ini melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar yang tidak memerlukan banyak keterampilan yang sebenarnya sangat mampu dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia sendiri, ditambah sebagian dari pekerja asing itu masuk secara illegal menggunakan visa berkunjung/wisata dengan menyelundup.

Seperti terjadi di beberapa perusahaan, di beberapa daerah diantaranya, Jakarta, Depok, Tanggerang dan Bekasi, para pekerja asing itu mendapatkan upah berkali-kali lipat besar dibandingkan dengan upah bagi pekerja-pekerja lokal meskipun jenis pekerjaan yang dilakukan sama. Ironis memang bagi bangsa ini, sebuah Negara yang kaya dan makmur, rakyatnya menderita dan menjadi penonton di negerinya sendiri.

Lalu dimanakah pemerintah saat ini berada, apakah perannya Dan itulah sebenar – benarnya kenyataan, justru pemerintah menjadi aktor yang membuka pintu-pintu Negara terbuka dengan sangat leluasa atas nama globalisasi, nyaris tanpa proteksi, menggelar karpet merah bagi kepentingan para investor, yang hari ini trendnya bukan hanya modalnya saja yang masuk, akan tetapi juga dengan persyaratan investor asing harus dibebaskan membawa serta juga para pekerja dari negara investor.

Di sisi lain, menutup mata terhadap nasib pekerja bangsa sendiri, para penganggur yang berjubel, tidak mempedulikan kepastian kerjanya, terlebih masalah kesejahteraannya, sudah tidak ada sedikitpun menjadi target pembangunan walaupun dengan Sumber Daya yang melimpah.

 Inpres Nomor 9 Tahun 2013 yang diikuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sebuah hal nyata atas sengitnya tekanan yang dilakukan oleh Pemerintah untuk membangun politik monopoli upah yang murah, Kebijakan liberalisasi dibidang ketenagakerjaan ini merupakan turunan dari kebijakan ekonomi liberal yang diusung pemerintah melalui berbagai perjanjian internasional yang dibuat atas kendali dari lembaga keuangan internasional

Ratifikasi ASEAN Charter (Piagam ASEAN) melalui UU Nomor 38 Tahun 2008 yang mendorong terbentuknya pasar tunggal ASEAN, membebaskan arus barang dan jasa termasuk tenaga kerja merupakan sebuah tindakan pemerintah yang sangat sembrono, apalagi mengingat perjanjian tersebut dibuat tanpa adanya jalan keluar, Sementara itu, fakta yang ada menunjukkan bahwa Indonesia bukanlah merupakan perjanjian yang saling menguntungkan karena lebih banyak kerugian yang diderita oleh Negara dan Bangsa Indonesia dibandingkan dengan keuntungannya yang dampaknya tentu saja sangat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk masyarakat pekerja.

Menurut sumber yang berhasil dihimpun Demokrasi News, Perjanjian perdagangan bebas/FTA antara Indonesia dengan China dalam kerangka Perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan China (ACFTA) selama 5 tahun terakhir, Indonesia selalu mengalami defisit perdagangan. Dari data neraca perdagangan yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mencatatkan nilai ekspor ke Cina sebesar US$ 2,84 milliar dalam kurun waktu Januari-Maret 2016. Angka ini melorot 9,34 persen dibanding realisasi periode yang sama sebelumnya US$ 3,13 milliar. Sedangkan khusus di Maret ini, realisasi ekspor ke China senilai US$ 1 milliar.Sedangkan impor Indonesia dari China dikwartal I tahun 2016 mencapai US$ 7,12 Milliar, turun dibanding periode yang sama tahun lalu senilai US$ 7,45 milliar. Sedangkan pada Maret saja, China telah memasok produk non migas dengan nilai US$ 2,25 milliar ke Indonesian.

Dalam Pertemuan – Pertemuan Tingkat Tinggi Kedua negara, Indonesia – China untuk membahas Kerja Sama Ekonomi juga dibahas isue mengenai industri dan investasi, diantaranya termaasuk isue izin tinggal bagi tenaga kerja asing, kawasan industri terpadu, pembebasan tanah untuk pembangunn infrastruktur serta kerja sama dalam bidang energi, pertanian dan perikanan serta keuangan, semuanya merupakan skema yang disusun yang dampaknya akan membuat Indonesia mengalami keterpurukan lebih dalam.

Bilateral Currency Swap agreement antara Indonesia dan Cina, juga dibahas mengenai perpanjangan kerja sama baru, sebelumnya 100 milliar YUAN, menjadi 130 milliar YUAN (= Rp 265,7 Trilyun). Disini semakin dalam juga Indonesia akan terbenam dalam. Perjanjian yang timpang yang akan membawa kerugian yang lebih besar bagi Bangsa dan Rakyat Indonesia. Akan menjadi apakah pekerja dan rakyat Indonesia dikemudian hari? apakah harus jadi Budak Di Negeri sendiri.

Pemerintah telah menafikan hakikat keberadaannya sebagai Lembaga Penyelenggara Negara yang seharusnya mempunyai tujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan melindungi segenap Bangsa Indonesia (Pembukaan UUD 1945 Alenia ke-4), dimana masyarakat pekerja menjadi bagian tidak terpisahkan dari Bangsa dan Rakyat Indonesia yang harus dilindungi.

Dengan situasi seperti itu, dengan membawa keprihatinan dan didorong semangat kebangsaan, sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang inkonstitusional dan merugikan masyarakat pekerja, perwakilan keluarga besar SP KEP SPSI yang berasal dari wilayah Jabodetabek, Jabar dan Banten berjumlah ribuan orang melakukan aksi unjuk rasa damai dengan aksi tutup mulut sebagai simbol matinya sensitifitas Pemerintah terhadap kepedulian dan perlindungan terhadap rakyat Indonesia, khususnya bagi rakyat pekerja dan dalam aksi ini para buruh menyampaikan petisi menuntut pemerintah.

Aksi para buruh ini juga mendesak pemerintah segera keluar dari berbagai perjanjian internasional yang merugikan rakyat Indonesia. Antara lain:

1. ASEAN CHARTER (MEA), AFTA, ACFTA dan FTA lainnya dan kembali pada sistem Ekonomi berbasis     Pancasila dan UUD 1945 sebelum amandement (Asli).
2. Menolak masuknya pekerja asing illegal dan melakukan depotasi kepada pekerja asing illegal.
3. Mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan Peraturan turunannya.
4. Perbaiki pelayanan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dan wujudkan kepastian pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
5. Hentikan Kriminalisasi terhadap Aktivis Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Dalam aksi damai ini, orator buruh juga meneriakkan yel-yel penyemangat massa, “Hidup SP KEP SPSI, Hidup Pekerja Indonesia. Bersatu dan Berjuanglah, Untuk Indonesia Yang lebih bermartabat,” di ikuti suara riuh para buruh dengan penuh semangat.

Sumber http://www.demokrasinews.com/2016/08/aksi-tutup-mulut-buruh-sp-kep-spsi.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *