Jaringan Anti SLAPP: Jangan Biarkan Benteng Terakhir Runtuh oleh Keangkuhan Pengusaha

by -43 Views

KEPTV | Jakarta, 15 September 2025 – Jaringan Anti SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation) mengecam keras langkah Asosiasi Manufaktur Fiber Semen (FICMA) yang menggugat lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM), aktivis, hingga Kementerian Perdagangan dengan tuntutan ganti rugi hingga Rp790 miliar. Gugatan ini dinilai sebagai bentuk pembungkaman terhadap partisipasi publik sekaligus penghinaan terhadap konstitusi.

Dalam pernyataan sikapnya, Jaringan Anti SLAPP menegaskan bahwa gugatan FICMA merupakan wujud kesombongan industri asbes yang berupaya melawan putusan Mahkamah Agung. Sebelumnya, MA telah memenangkan judicial review yang mewajibkan label peringatan risiko kesehatan pada seluruh produk asbes lembaran. Namun, aturan turunan dari putusan itu hingga kini belum juga diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan.

“Industri asbes merasa dirinya berada di atas negara. Mereka menggugat aktivis dan lembaga konsumen seolah rakyat dan pemerintah tolol karena ingin melindungi diri dari bahaya penyakit akibat asbes,” tegas pernyataan tersebut.

Rakyat Dilatih oleh Derita

Jaringan Anti SLAPP mengingatkan bahwa rakyat Indonesia setiap hari ditempa dalam kemiskinan, pengangguran, upah murah, kerusakan lingkungan, hingga kesehatan yang direnggut produk berbahaya. Situasi itu justru menguatkan solidaritas rakyat untuk melawan kesewenang-wenangan pengusaha yang hanya mengejar keuntungan.

Belasan tahun, masyarakat sipil telah berupaya mendorong perlindungan terhadap pekerja dan korban penyakit akibat paparan asbes, termasuk dengan pemeriksaan kesehatan, advokasi, hingga penyusunan protokol bersama lembaga negara. Namun, industri dinilai abai dan tidak memiliki itikad melindungi pekerjanya sendiri.

Tuntutan Jaringan Anti SLAPP

Melalui pernyataan sikapnya, Jaringan Anti SLAPP menyampaikan tujuh tuntutan utama:

  1. Mendesak Kementerian Perdagangan segera menerbitkan peraturan pengganti Permendag No. 25/2021 dengan kewajiban label peringatan risiko pada seluruh produk mengandung asbes.
  2. Meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak seluruh gugatan FICMA terhadap LPKSM Yasa Nata Budi, aktivis, dan Kementerian Perdagangan.
  3. Menuntut pemerintah melalui kementerian terkait melawan FICMA dan membuat regulasi tegas untuk meninggalkan penggunaan asbes.
  4. Mendesak FICMA menghentikan praktik pembungkaman warga melalui gugatan hukum.
  5. Menuntut FICMA bertanggung jawab atas risiko penyakit akibat asbes terhadap pekerja dan konsumen.
  6. Mendesak pemerintah menagih transparansi penggunaan bahan baku asbes, terutama jenis krisotil, yang membahayakan kesehatan publik.
  7. Meminta pemerintah membuat regulasi standar perilaku industri yang sejalan dengan penghormatan dan pemenuhan HAM.

Benteng Konstitusi Harus Dijaga

Jaringan Anti SLAPP menegaskan bahwa negara tidak boleh abai terhadap praktik SLAPP yang dilakukan oleh industri. Bila dibiarkan, negara berisiko melanggar HAM dan membiarkan rakyat kehilangan hak konstitusionalnya atas kesehatan.

“Tidak ada yang lebih berharga bagi negara selain warganya yang sehat agar Indonesia tetap berdiri teguh dan terhormat,” tutup pernyataan tersebut.

Adapun Jaringan Anti SLAPP yang menyatakan sikap bersama terdiri dari Indonesia Ban Asbestos Network, Lion Indonesia, Yayasan Yasa Nata Budi, Federasi, dan Serikat Pekerja.