KEPTV | Banten, Pada hari ini, Rabu 28 Mei 2025 di Kantor Sekretariat Pimpinan Daerah FSP KEP SPSI Provinsi Banten, kami mengadakan kegiatan diskusi dan dialog mengenai dampak permasalahan gas industri terhadap ketenagakerjaan atau hubungan industrial yang dihadiri oleh kurang lebih 40 perwakilan dari Serikat pekerja tingkat perusahaan khususnya perusahaan pengguna gas industri dan Pimpinan Cabang FSP KEP SPSI se Provinsi Banten dengan kami.
Kegiatan ini dilatarbelakangi adanya permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi di perusahaan akibat permasalahan gas industri. Para ketua serikat pekerja di tingkat perusahaan menyampaikan kepada kami bahwa di perusahaan mereka telah terjadi beberapa permasalahan-permasalahan, diantaranya adalah:
- Efiesiensi Tenaga Kerja, Pemutusan Hubungan Kerja bahkan potensi PHK Massal;
- Upah yang dibayarkan hanya 75% dari upah seharusnya;
- Penurunan Produksi bahkan ada yang sampai 50%;
- Terhambatnya kenaikan upah akibat tingginya biaya produksi karena permasalahan gas
- Penurunan kesejahteraan pekerja dalam Perjanjian Kerja Bersama
- Dan permasalahan perselisihan hubungan industrial lainnya dampak permasalahan diatas.
Menurut Afif Johan, Wakil Ketua Tripartit Nasional sekaligus Sekretaris Umum Pimpinan Pusat FSP KEP SPSI, permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan diatas diakibatkan karena permasalahan Harga Gas Industri. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri sebagaimana telah diubah melalui Kepmen ESDM Nomor 255.K/MG.01/MEM.M/2024 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri, melalui kebijakan tersebut pemerintah mematok harga khusus gas dari hulu kepada tujuh industri sebesar USD 6,5 per MMBTU Tujuh industri tersebut yakni industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Namun program HGBT tersebut telah berakhir di 31 Desember 2024. Sehingga sejak 1 Januari 2025 pelaku industri harus membeli gas bumi dengan harga komersial sebesar USD 16,77 per MMBTU atau hampir tiga kali lipat. Akhirnya kenaikan harga tersebut langsung menaikkan biaya produksi dan berdampak pada permasalahan kepada tenaga kerja hingga terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja.
Bahkan dirinya mengakui sebelum program HGBT tersebut telah berakhir, ia sudah mendorong dan membahas melalui LKS Triparti Nasional dan berhasil membuat rekomendasi agar tidak ada kenaikan Harga Gas Insutri karena berpotensi terjadinya PHK massal.
Dan Pada akhir bulan Februari 2025, pemerintah melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu, namun para pengusaha sudah terlanjur membeli dengan harga 16,77% MMBTU. Dan pada faktanya implementasi kebijakan tersebut tidak berjalan sesuai harapan pelaksanannya dan tenaga kerja masih terkena imbas hingga makin banyak permasalahan tenaga kerja.
Afif bahkan mengaku telah menghubungi langsung Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan dan Ketua Asosiasi Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto, dirinya mempertanyakan kenapa masih banyak terjadi permasalahan tenaga kerja karena permasalahan Gas Industri?
Ternyata hal ini terjadi karena implementasi Keputusan Menteri ESDM Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025 masih banyak masalah dan belum berjalan semestinya. Bahkan adanya pemberlakuan sistem kuota oleh PGN kepada para pelaku industri khususnya di wilayah barat. Menurut keterangannya, bahwa kenyataannya para pelaku industri hanya mendapatkan realisasi alokasi gas sebesar 54%-70% dari total kesepakatan gas yang dijanjikan, dan kekurangannya para pelaku industri harus membayar harga gas regasifikasi atau dengan dengan harga komersial US$ 16,77/MMBTU. Hal ini karena PGN Defisit Stock pada wilayah barat diantaranya Sumatera, Banten dan Jawa Barat bahkan permasalahan defisit Stock ini bisa berlangsung hingga 2035 jika tidak diselesaikan secara serius.
Bahkan Afif menambahkan, ada Perusahaan sektor keramik di Kabupaten Tangerang, namun tidak masuk dalam Kepmen ESDM tersebut, sehingga perusahaan tersebut tidak masuk Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. Yang akhirnya berdampak kepada pekerja.
PRESIDEN PRABOWO HARUS TURUN TANGAN MENYELESAIKAN PERMASALAHAN INI JIKA TIDAK INGIN TERJADI PHK MASSAL LEBIH LUAS DAN ANJLOKNYA DAYA SAING INDUSTRI
Afif menyampaikan bahwa jika Pemerintah tidak ingin masalah ini menyebabkan masalah yang lebih luas diantaranya ancaman PHK Massal kepada tenaga kerja, karena memang sudah mulai terjadi dan menimpa anggotanya dan pekerja pada umumnya, maka Presiden harus turun tangan. Jika perlu diselidiki apa penyebab adanya defisit stock, apakah betul negara kita yang kaya akan gas ini mengalami defisit stcok. jika perlu bentuk tim dan panggil PGN ke istana.
Kami kaum pekerja yang terdampak karena masalah ini, memohon agar Presiden RI turun tangan menangani masalah ini. Jika tidak, maka apa yang diharapkan pemerintah mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai, karena daya saing usaha turun bahkan terancamnya kelangsungan usaha dan terjadinya PHK massal akibat permasalahan ini.
Ia mengharapkan agar harga gas industri diturunkan atau minimal sama dengan tahun lalu yaitu sebesar USD 6,5 per MMBTU dan terjaminnya supply gas industri ke perusahaan sehingga tidak ada masalah terdampak bagi para pekerja.
Dirinya mengaku setelah kegiatan ini, seluruh pekerja akan berkirim surat ke Presiden Prabowo, mungkin bisa ribuan pekerja atau bahkan puluhan ribu pekerja khususnya anggota SPSI yang akan membuat surat secara kolektif ke Presiden untuk menyampaikan keluhan dan aspiranya. Tutup pria yang juga merupakan dosen perburuhan tersebut.
Serang, 28 Mei 2025
Humas FSP KEP SPSI





