Penanganan Kasus Pidana Ketenagakerjaan

by -6 Views

Oleh: Indra Munaswar (*)

20 Januari 2025 KAPOLRI secara resmi meluncurkan Desk Ketenagakerjaan Polri. Desk ini dibentuk untuk menyelesaikan berbagai permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia. Langkah ini diharapkan dapat menjadi solusi atas sengketa antara perusahaan dan tenaga kerja, sekaligus mendukung daya saing industri nasional.

Menurut KAPOLRI Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahwa Desk Ketenagakerjaan ini sebagai wadah untuk menyelesaikan sengketa industri dan tenaga kerja melalui tahapan yang jelas, mulai dari pelaporan, mediasi, hingga penegakan hukum jika diperlukan.

Desk Ketenagakerjaan ini adalah pertama di dunia, polisi memiliki subjek tenagakerjaan untuk menangani tindak pidana ketenagakerjaan.

Melalui kolaborasi antara Polri, pemerintah, dan gerakan buruh, Desk Ketenagakerjaan Polri diharapkan dapat menciptakan suasana kondusif bagi industri dan pekerja.

Desk Ketenagakerjaan menjadi bagian penting dari ekosistem ketenagakerjaan yang hadir untuk memberikan ketenangan bagi pekerja dan jaminan kepastian hukum.

APA ITU TINDAK PIDANA

Jika kita tinjau dari Pasal 1 angka 24 KUHAP, maka pekerja/buruh dapat melaporkan berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.

Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan/atau jadi korban tindak pidana berhak mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan/atau penyidik baik lisan maupun tertulis.

Tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar hukum dan dapat diancam dengan hukuman. Tindak pidana juga dapat diartikan sebagai perbuatan yang merugikan kepentingan orang lain atau kepentingan umum.

Unsur-unsur tindak pidana:

√ Perbuatan yang dilarang oleh undang-undang;

√ Perbuatan yang melanggar norma mengenai gangguan terhadap tertib hukum;

√ Perbuatan yang dilakukan secara sengaja (dolus) maupun tidak sengaja/kelalaian (culpa)

Jenis-jenis tindak pidana:

√ Kejahatan,
√ Pelanggaran,
√ Delik materiil,
√ Delik omisi (delik pasif/negatif),
√. Delik komisi (delik aktif/positif).

Apa yang dimaksud dengan tindak pidana?

Berdasarkan berbagai rumusan tentang tindak pidana, maka dapat disimpulkan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang melawan hukum yang mengakibatkan pembuatnya dapat dipidana.

Apa pengertian dari perbuatan pidana?

Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pidana yang merugikan kepentingan orang lain atau merugikan kepentingan umum.

Jenis tindak pidana apa saja?

Jenis-jenis tindak pidana terdiri dari:

√ tindak pidana kejahatan;
√ tindak pidana pelanggaran;
√ tindak pidana formil;
√ tindak pidana materil;
√ tindak pidana sengaja;
√ tindak pidana tidak sengaja;
√ tindak pidana aktif;
√ tindak pidana pasif.

Tindakan pidana apa saja?

Tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar hukum dan dapat dibedakan menjadi berbagai bentuk, di antaranya:

Tindak pidana umum: Contohnya pencurian, penganiayaan, perjudian, penggelapan, dan penipuan;

Tindak pidana khusus: Contohnya korupsi, pencucian uang, terorisme, psikotropika, narkotika, pornografi, dan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE);

Delik materil: Perbuatan yang mengakibatkan suatu akibat tertentu;

Delik formil: Perbuatan yang dianggap melanggar hukum tanpa melihat akibatnya;

Delik sengaja: Misalnya merencanakan dan melakukan pencurian;

Delik tidak sengaja: Misalnya menyebabkan kematian karena kelalaian mengemudi.

TINDAK PIDANA KETENAGAKERJAAN

Tindak pidana ketenagakerjaan adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pekerja atau pengusaha yang melanggar perjanjian kerja, peraturan perusahaan, PKB dan UU Ketenagakerjaan dan UU di bidang Ketenakerjaan yang ancaman sanksi pidananya hanya diatur dalam undang-undang tersebut.

Sedangkan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pengusaha, pekerja, atau pihak lain di luar perusahaan yang ancaman sanksi pidananya berdasarkan KUHP, UU Ketenagakerjaan, dan/atau undang-undang lainnya, baik yang dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Sahala Aritonang (2020: 20-24).

Dari uraian di atas tentang Pidana dan pidana ketenagakerjaan, maka pekerja/buruh dengan adanya Desk Ketenakerjaan POLRI dapat melaporkan ke MAPOLRI, MAPOLDA, POLRES, POLSEK (apabila sudah ada Desk Ketenakerjaan) jika terjadi tindak pidana kejahatan maupun tindak pidana pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha.

INILAH JENIS DAN BENTUK TINDAK PIDANA KETENAGAKERJAAN.

TINDAK PIDANA KEJAHATAN DALAM UU 21/2000

Barang siapa melakukan tindak pidana kejahatan dengan cara menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh.(Pasal 43 Jo Pasal 28)

Pengusaha dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 dan paling banyak Rp 500.000.000,00. jika:

a. melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;

c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;

d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh;

TINDAK PIDANA KEJAHATAN YANG DIATUR DALAM UU 13/2003 JO UU 6/2023

Barang siapa melanggar pasal-pasal di bawah ini merupakan Tindak Pidana Kejahatan, dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 dan paling banyak Rp400.000.000,00. (Pasal 185):

  1. Pemberi Kerja orang perseorangan mempekerjakan TKA. [Pasal 42 ayat (2)];
  2. Pengusaha mempekerjakan anak. (Pasal 68);
  3. Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan tidak memenuhi persyaratan : a. izin tertulis dari orang tua atau wali; b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam; d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah; e. keselamatan dan kesehatan kerja; f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. [Pasal 69 ayat (2)];
  4. Pengusaha tidak memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya. (Pasal 80);
  5. Pengusaha tidak memberikan istirahat kepada pekerja/ buruh perempuan selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. [Pasal 82 ayat (1)];
  6. Pengusaha tidak memberikan istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan kepada pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan. [Pasal 82 ayat(2)];
  7. Pengusaha tidak membayar Upah kepada Pekerja/Buruh sesuai dengan kesepakatan. [Pasal 88A ayat (3)];
  8. Pengusaha membayar Upah lebih rendah dari Upah minimum. [Pasal 88E ayat (2)];
  9. Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai. [Pasal 143 ayat (1)];
  10. Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. [Pasal 143 ayat (2)];
  11. Pengusaha tidak membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja yang di PHK. [Pasal 156 ayat (1)];
  12. Pengusaha tidak mempekerjakan kembali Pekerja/Buruh yang berdasarkan putusan pengadilan dinyatakan tidak bersalah sebelum masa 6 (enam) bulan dalam proses perkara pidana. [Pasal 160 ayat (4)]

TINDAK PIDANA PELANGGARAN DALAM UU 13/2003 JO UU 6/2023

Barang siapa melanggar pasal-pasal di bawah ini merupakan Tindak Pidana Pelanggaran dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp10.000.000,00 dan paling banyak Rp400.000.000,00. (PASAL 186):

  1. Pelaksana penempatan tenaga kerja tidak memberikan perlindungan sejak rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja. [Pasal 35 ayat (2)];
  2. Pemberi kerja dalam mempekerjakan tenaga kerja tidak memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja. [Pasal 35 ayat (3)];
  3. Pengusaha tidak membayar upah pekerja/buruh karena: a. sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; c. tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan dan keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggora keluarga dalam satu rumah meninggal dunia; d. tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap agamanya; e. tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; f. bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak memperkerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; g. melaksanakan hak istirahat; h. melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan i. melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. [Pasal 93 ayat (2)];

TINDAK PIDANA PELANGGARAN DALAM UU 13/2003 JO UU 6/2023

Barang siapa melanggar pasal-pasal di bawah merupakan Tindak Pidana Pelanggaran ini dikenai sanksi pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau pidana denda paling sedikit Rp10.000.000,00 dan paling banyak Rp100.000.000,00. (PASAL 187):

  1. Pemberi Kerja TKA tidak menunjuk TK WNI sebagai tenaga pendamping TKA yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari TKA;
  2. Pemberi Kerja TKA tidak melaksanakan pendidikan dan Pelatihan Kerja bagi TK WNI yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA; dan
  3. Pemberi Kerja TKA tidak memulangkan TKA ke negara asalnya setelah Hubungan Kerjanya berakhir. [Pasal 45 ayat (1)]:
  4. Pengusaha yang mempekerjakan Tenaga Kerja penyandang disabilitas tidak memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kedisabilitasan. [Pasal 67 ayat (1)];
  5. Pengusaha yang mempekerjakan anak tidak memenuhi syarat: a. anak dipekerjakan tidak di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali; b. waktu kerja melebihi 3 (tiga) jam sehari; dan c. kondisi dan lingkungan kerja mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah. [Pasal 71 ayat (2)];
  6. Pengusaha mempekerjakan Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. [(Pasal 76 ayat (1)]
  7. Pengusaha mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. [Pasal 76 ayat (2)];
  8. Pengusaha tidak membayar Upah kerja lembur yang mempekerjakan Pekerja/Buruh melebihi waktu kerja. [Pasal 78 ayat (2)];
  9. Pengusaha tidak memberi: a. waktu istirahat; dan b. cuti. [Pasal 79 ayat (1)];
  10. Pengusaha tidak memberikan waktu istirahat kepada Pekerja/Buruh paling sedikit meliputi: a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan b. 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) pekan atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) pekan. [Pasal 79 ayat (2)];
  11. Pengusaha tidak memberikan cuti kepada Pekerja/Buruh, yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah Pekerja/Buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus. [Pasal 79 ayat (3)];
  12. Pengusaha tidak membayar upah kerja lembur kepada pekerja/buruh yang dipekerjakan pada hari libur resmi. [Pasal 85 ayat (3)];
  13. Pengusaha mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau pengusaha memberikan sanksi atau melakukan tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan. (Pasal 144);

TINDAK PIDANA PELANGGARAN DALAM UU 13/2003 JO UU 6/2023

Barang siapa melanggar pasal-pasal di ini bawah merupakan Tindak Pidana Pelanggaran dikenai sanksi pidana denda paling sedikit Rp5.000.000,00 dan paling banyak Rp50.000.000,00. (Pasal 188):

  1. Lembaga penempatan tenaga kerja swasta memungut biaya penempatan tenaga kerja selain kepada pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan dan jabatan tertentu. [Pasal 38 ayat (2)];
  2. Dalam hal PKWT dibuat secara lisan, tapi pengusaha tidak membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. [Pasal 63 ayat (1)];
  3. Pengusaha mempekerjakan Pekerja/Buruh melebihi waktu kerja, tapi tidak memenuhi syarat: a. tidak ada persetujuan Pekerja/Buruh yang bersangkutan; dan b. waktu kerja lembur melebihi 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan lebih dari 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) pekan. [Pasal 78 ayat (1)];
  4. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang tidak membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri. [Pasal 108 ayat (1)];
  5. Pengusaha tidak memperbaharui Peraturan Perusahaan yang habis masa berlaku paling lama 2 (dua) tahun. [Pasal 111 ayat (3)];
  6. Pengusaha tidak memberitahukan dan tidak menjelaskan isi serta tidak memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh. (Pasal 114);
  7. Pengusaha tidak memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum penutupan perusahaan (lock out) dilaksanakan. [Pasal 148 ayat (1)];
  8. Dalam Pemberitahuan tersebut sekurang-kurangnya memuat : a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan perusahaan (lock out); dan b. alasan dan sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock out). [Pasal 148 ayat (2)];
  9. Pemberitahuan tersebut harus ditandatangani oleh pengusaha dan/atau pimpinan perusahaan yang bersangkutan. [Pasal 148 ayat (3)]]

PIDANA PELANGGARAN DALAM UU NO. 2 TAHUN 2004 TENTANG PPHI

Dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 dan paling banyak Rp 50.000.000,00. (Pasal 122):

  1. Barang siapa yang diminta keterangannya oleh mediator guna penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-undang ini, tidak memberikan keterangan termasuk tidak membukakan buku dan 1tidak* memperlihatkan surat-surat yang diperlukan. [Pasal 12 ayat (1)]
  2. Barang siapa yang diminta keterangannya oleh konsiliator guna penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-undang ini, tidak memberikan keterangan termasuk tidak membukakan buku dan tidak memperlihatkan surat-surat yang diperlukan. [Pasal 22 ayat (1)]
  3. Konsiliator tidak merahasiakan semua keterangan yang diminta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). [Pasal 22 ayat (3)]*
  4. Barang siapa yang diminta keterangannya oleh arbiter atau majelis arbiter guna penyelidikan untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-undang ini tidak memberikannya, termasuk tidak membukakan buku dan tidak memperlihatkan surat-surat yang diperlukan. [Pasal 47 ayat (1)]
  5. Arbiter tidak merahasiakan semua keterangan yang diminta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). [Pasal 47 ayat (3)]
  6. Setiap orang yang dipanggil untuk menjadi saksi atau saksi ahli tidak memenuhi panggilan tersebut dan memberikan kesaksiannya di bawah sumpah. [Pasal 90 ayat (2)]
  7. Barang siapa yang diminta keterangannya oleh Majelis Hakim guna penyelidikan untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-undang ini wajib memberikannya tanpa syarat, termasuk membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat yang diperlukan. [Pasal 91 ayat (1)]
  8. Hakim tidak merahasiakan semua keterangan yang diminta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). [Pasal 91 ayat (3)];

TINDAK PIDANA DALAM UU NO. 24/2011 TENTANG BPJS

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00. bagi anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, atau huruf m. (Pasal 54)

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (Pasal 55) bagi:

  1. Pemberi Kerja tidak memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS. [Pasal 19 (1)]
  2. Pemberi Kerja tidak membayar dan tidak menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. [Pasal 19 ayat (2)];

PIDANA PELANGGARAN DALAM UU NO. 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA

Untuk melaksanakan UU No. 1/1970 ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.

Peraturan perundangan tersebut dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) sebagai tindak pidana pelanggaran. (Pasal 15).

KETENTUAN PIDANA PELANGGARAN DALAM UU NO. 7 TAHUN 1981 TENTANG WAJIB LAPOR KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN

Pengusaha atau pengurus diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban: melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah mendirikan, menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan.

Laporan tersebut harus memuat keterangan: a. identitas perusahaan; b. hubungan ketenagakerjaan; c. perlindungan tenaga kerja; d. kesempatan kerja.

Laporkan tersebut harus dilaporkan setiap tahun secara tertulis mengenai ketenagakerjaan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pengusaha wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum memindahkan, menghentikan atau membubarkan perusahaan.
[Pasal 10 ayat (1) Jo Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1)]

Manggarai, 16 Maret 2025

(*) Ketua Umum FSPI