Melawan Privatisasi, Menghilangkan Ketergantungan Swasta, Memperkuat BUMN Ketenagalistrikan
Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS) yang di dalamnya terdapat serikat pekerja ketenagalistrikan seperti SP PLB, PP IP, dan SP PJB mendatangai Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (8/5). Kehadiran mereka ke MK untuk menghadiri persidangan uji konstitusional bagian ketenagalistrikan UU No 6 tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang dinilai melanggar konstitusi.
Ini sekaligus sebagai bentuk penegasan atas perlawanan terhadap privatisasi listrik melalui uji konstitusional UU Cipta Kerja dengan menghilangkan ketergantungan listrik dari swasta dan memperkuat BUMN Ketenagalistrikan sesuai cita konstitusi.
Ketua Umum SP PLN Muhammad Abrar Ali ketika membacakan siaran pers GEKANAS di depan Gedung MK mengatakan, data 2021, negara mengalami Kelebihan pasokan energy listrik dengan kasitas terpasang 72 GW dan daya rat-rat digunakan sebesar 40 GW. Dan perkirakan di tahun 2023, Indonesia Oversupply sebanyak 60% dari kebutuhan maksimal harian.
“Pasokan energi listrik saat ini disokong oleh Pembangkit swasta sebesar 28% atau sebesar 22 GW dan diperkirakan pada tahun 2023 ini mencapai 30 GW, dengan masuknya pembangkit yang tergabung dalam proyek 35 GW,” tegasnya.
Abrar melanjutkan, di dalam skema perjanjian Kerjasama dengan Pembangkit Swasta /Independence Power Producer (IPP) listrik yang dihasilkan digunakan atau tidak digunakan tetap harus dibayar.
Dijelaskan, pada tahun 2003 MK telah memutuskan bahwa usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum wajib dilakukan secara terintegrasi mulai dari bisnis pembangkitan, transmisi, distribusi dan penjualan.
“Listrik tak dapat disangkal, sudah menjadi kebutuhan dimana masyarakat sangat bergantung. Manusia mungkin masih bisa hidup tanpa listrik, tapi ketiadaan listrik membuat banyak hambatan bagi manusia,” ujarnya. Itu artinya, listrik sebagai hajat hidup masyarakat banyak senantiasa perlu dipastikan agar negara tetap menjalankan amanat konstitusi dan cita pancasila.
Dalam kesempatan ini juga disampaikan, beberapa dalil terkait pelanggaran konstitusi UU Cipta Kerja. Di mana UU Cipta Kerja mengaburkan frase usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan umum yang serharusya dilakukan secara terintegrasi berdasarkan 2 putusan MK terdahulu.
Selain itu, tidak adanya peran DPR RI dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional sehingga mengurangi pengawasan publik terhadap pelaksanaan usaha ketenagalistrikan oleh pemerintah, hingga perlu penegasan bahwa pembelian listrik berlebih tidak boleh dilakukan didaerah yang telah surplus listrik.
Bersama-sama dengan GEKANAS, setidaknya ada tiga hal yang hendak dipastikan oleh serikat pekerja ketenagalistrikan SP PLN, PPIP, dan SB PJB. Pertama, meminta agar Pemerintah dan DPR RI jangan malu melaksanakan putusan MK terkait ketenaglistrikan. Kedua, Negara harus menghilangkan ketergantungan pada pasokan listrik swasta (IPP) dan memberdayakan BUMN Ketenagalistrikan yang telah ada (PLN, PJB, dan Indonesia Power) sebagai pemasok energi listrik bagi bangsa ini.
Sedangakan yang terakhir, meminta negara membuka kontrak perjanjian kerjasama dengan IPP dengan skema take or pay yang merugikan bangsa jika dilakukan di wilayah surplus energi.
Sumber : https://psisaskenergyprojectindonesia.org/