Masih seputar 78 tahun Kemerdekaan RI: APAPUN STATUS PEKERJA BERHAK BERSERIKAT Oleh: Indra Munaswar
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 menunjukkan bahwa, dari 63.880.500 pekerja, hanya sebanyak 7.509.721 pekerja yang berserikat (11,76%), dengan rincian sebagai berikut:
- Sebanyak 33.831.900 pekerja di sektor Jasa, yang berserikat hanya 5.256.254 pekerja (15,5%);
- Sebanyak 21.187.598 pekerja di sektor Industri, yang berserikat hanya 2.018.194 pekerja (9,53%);
- Sebanyak 8.861.002 pekerja di sektor Pertanian, yang berserikat hanya 235.273 pekerja (2,66%).
Data tersebut belum termasuk pekerja yang bekerja di sektor informal yang jumlahnya lebih dari 75 juta pekerja.
Nyaris mencapai 100% pekerja yang belum atau tidak berserikat itu adalah pekerja dengan status perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau disebut pekerja kontrak, pekerja alih daya atau outsourcing, maupun pekerja sektor informal.
Mengapa mereka belum atau tidak berserikat? Karena tidak banyak bahkan tidak ada pihak atau aktivis yang mau mengorganisir para pekerja PKWT, Alih Daya maupun pekerja sektor informal tersebut.
Dan mirisnya lagi, banyak serikat pekerja di tingkat perusahaan yang tidak bersedia mengorganisir pekerja PKWT dan/atau Alih Daya yang bekerja di perusahaan tersebut ke dalam ssrikat pekerja dengan dalih mereka bukan pekerja tetap.
Ketika di era FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia) tahun 1973 s.d tahun 1985, FBSI bisa mengorganisir pekerja-pekerja informal di pelabuhan, di pasar-pasar, bahkan termasuk driver angkot.
BETULKAH HANYA PEKERJA YANG BERSTATUS PEKERJA TETAP YANG BISA BERSERIKAT?
UUD 1945, dan seperangkat hukum lainnya seperti Piagam HAM PBB, UU No. 39/1999 tentang HAM, UU No. 21/2000 tentang SP/SB, UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat, telah mengatur dengan jelas mengenai kebebasan berserikat bagi setiap pekerja.
Menurut Pasal 1 angka 6 UU No. 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Pasal 1 angka 3 UU No. 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan, pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Menurut Pasal 23 ayat (4) Deklarasi Universal HAM PBB (Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa), setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.
Menurut Pasal 39 UU No. 39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia, setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan kententuan peraturan perundang-undangan.
Dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 39, bahwa yang dimaksud dengan “tidak boleh dihambat” adalah bahwa setiap orang atau pekerja tidak dapat dipaksa untuk menjadi anggota atau untuk tidak menjadi anggota dari suatu serikat pekerja.
Menurut Pasal 5 ayat (1) UU 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
Menurut Pasal 104 ayat (1) UU No. 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
Dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 104 ayat (1), bahwa kebebasan untuk membentuk, masuk atau tidak masuk menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh merupakan salah satu hak dasar pekerja/buruh.
Menurut Pasal 2 Konvensi ILO No. 87 Tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi, yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998, para pekerja dan pengusaha, tanpa perbedaan apapun, berhak untuk mendirikan dan, menurut aturan organisasi masing-masing, bergabung dengan organisasi-organisasi lain atas pilihan mereka sendiri tanpa pengaruh pihak lain.
Dari ketentuan dalam perundang-undangan tersebut di atas, dengan jelas dinyatakan bahwa pekerja dengan tanpa pembedaan apapun dalam hubungan kerja berhak dan perlu diajak membentuk dan/atau bergabung ke dalam serikat pekerja.
APA MANFAATNYA PEKERJA BERSERIKAT?
Setidaknya dengan berserikat, pekerja dapat terlindungi dari tindakan-tindakan yang merugikan atau dengan mudah dihilangkannya hak-hak normatif yang mestinya diterima.
Dengan berserikat dapat menyeimbangkan kedudukan, hak dan kewajiban pekerja dan majikan dalam hubungan kerja.
Serikat pekerja bagi pekerja merupakan sarana penyalur aspirasi dan tuntutan dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggota. Selain itu, juga sebagai sarana demi terciptanya hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan.
Selain daripada itu, dengan berserikat pekerja dapat membuat perjanjian kerja bersama (PKB), membuat perjanjian bersama, dan dapat menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui organisasi (tidak sendiri-sendiri).
Apalagi di era rezim Cipta Kerja sekarang ini, semakin berat bagi pekerja untuk melindungi diri dari tindakan semena-mena dari pengusaha dan penguasa tanpa berserikat.
MEMBENTUK KELOMPOK ORGANIZER
Sekarang ini praktis tidak ada kelompok organizer yang mengorganisir pekerja-pekerja tersebut. Padahal sampai sekarang ini masih banyak pekerja di sektor formal yang belum berserikat, apalagi yang bekerja di sektor informal seperti di pasar-pasar besar, super market, mal, terminal, pelabuhan, dan lain- lain.
Yang perlu dibangun dan dibentuk adalah kelompok-kelompok organizer guna mengurusi pembentukan serikat pekerja.
Serikat pekerja yang begitu banyak di tingkat nasional dan/atau aktivis sosial lannya dapat membentuk kelompok organizer serikat pekerja di sentra-sentra industri, sentra perdagangan, terminal, stasiun, pelabuhan, atau dilingkungan lainnya yang banyak mempekerjakan pekerja.
PEKERJA INDONESIA HARUS MERDEKA DI NEGERINYA SENDIRI!!!
Jakarta, 20 Agustus 2023