KELEBIHAN DAN KELEMAHAN SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERTUTUP DAN TERBUKA

by -546 Views
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERTUTUP DAN TERBUKA
Oleh: Indra Munaswar

Menjelang Pemilu 2024, saat ini sedang viral issue sistem Pemilu Proporsional Tertutup.
Sistem Pemilu Proporsional Tertutup ini sudah dipraktikan dalam Pemilu 1955 dan di era Orde Baru sejak Pemilu 1971 s.d Pemilu 1997 (26 tahun).

Dalam praktiknya, Pemilu Proporsional Tertutup adalah bahwa setiap pemilih hanya memilih/mencoblos Tanda Gambar Partai Peserta Pemilu.

Viralnya sistem Pemilu Proporsional Tertutup ini karena ada pihak yang memohon uji materi UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang mempermasalahkan Pasal 168 ayat (2), yang menyatakan bahwa: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

JR sistem Pemilu Proporsional Tertutup terdaftar di MK dalam Perkara No. 114/PUU-XX/2022, dengan para pemohon terdiri dari: 1. Demas Brian Wicaksono 2. Yuwono Pintadi 3. Fahrurrozi 4. Ibnu Rachman Jaya 5. Riyanto 6. Nono Marijono, dengan Kuasa Hukum Pemohon: 1. Sururudin 2. Aditya Setiawan 3. Iwan Maftukhan.

Tuntutan dilaksanakan kembali Sistem Pemilu Proporsional Tertutup ini didukung oleh PDIP. Sedang partai non parlemen yang mendukung adalah PBB, dan Partai Buruh dengan catatan.

Sedangkan 8 partai di DPR menolak sistem proporsional tertutup, yaitu partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, PPP. Partai di luar parlemen yang menolak proporsional tertutup adalah PSI yang juga bertindak sebagai pihak terkait di MK.

Untuk lebih jelasnya, dengan ini ditampilkan beberapa pendapat dari berbagai sumber mengenai Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup dan Terbuka.

KELEBIHAN SISTEM PROPORSIONAL TERTUTUP:

  1. Memperkuat partai politik melalui kaderisasi.
  2. Memberikan kesempatan lebih luas pada kader yang potensial.
  3. masyarakat cukup memilih tanda gambar partai dan partai yang akan menentukan kader-kader terbaiknya ke parlemen.
  4. Menekan potensi politik uang.
  5. Mempermudah dalam memenuhi kuota perempuan, atau etnis yang dianggap minoritas karena Parpol yang menentukan calon legislatornya.
  6. Meningkatkan peran Parpol dalam perkaderan sistem perwakilan, serta mendorong institusionalisasi partai.
  7. Biaya Pemilu menjadi murah, karena Surat Suara yang dicetak hanya gambar partai.

KELEMAHAN SISTEM PROPORSIONAL TERTUTUP:

  1. Partai berkuasa penuh dalam menentukan siapa-siapa yang akan duduk di kursi parlemen setelah perolehan suara partai dikonversikan ke jumlah kursi.
  2. Menutup kanal partisipasi publik yang lebih besar, karena masyarakat tidak memilih caleg.
  3. Menjauhkan akses hubungan antara pemilih dengan wakilnya pasca pemilu menjadi rentetan akumulasi kekecewaan publik.
  4. Membuat komunikasi politik tidak berjalan dan kesempatan calon terpilih lebih tidak adil.
  5. Krisis calon anggota legislatif (caleg) tak bisa dielakkan karena sedikit yang berminat dan serius maju jadi caleg, karena sudah bisa diprediksi siapa yang akan terpilih.
  6. Kurang sesuai untuk partai kecil atau partai baru yang belum banyak dikenal.
  7. Tidak responsif terhadap perubahan yang pesat.
  8. Berpotensi menguatkan oligarki di internal Parpol.
  9. Berpotensi dilakukannya politik uang di internal Parpol dalam menentukan nomor urut calon.
  10. Dianggap sebagai kemunduran demokrasi.

KELEBIHAN SISTEM PROPORSIONAL TERBUKA;

  1. Pemilih dapat memilih langsung wakilnya yang akan duduk di parlemen.
  2. Pemilih akan memilih satu nama calon anggota legislatif yang dia kenal tanpa melihat partai dan yang dianggap dapat mewakili aspirasinya.
  3. Terbangunnya kedekatan antara pemilih dengan kandidat.
  4. Partisipasi dan kendali masyarakat meningkat sehingga mendorong peningkatan kinerja partai dan parlemen.
  5. Mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan massa untuk kemenangan.
  6. Sistem proporsional terbuka merupakan kemajuan dalam berdemokrasi.

KELEMAHAN SISTEM PROPORSIONAL TERBUKA;

  1. Melahirkan wakil rakyat karbitan yang masih belajar, belum teruji dan sebagian bukan kader terbaik partai, sehingga terpilih wakil yang gagal menjaga pintu (gate keepers) moral dan tanggung jawab, alih-alih perjuangkan rakyat, fungsi pengawasan pun tidak maksimal.
  2. Rakyat berdaulat penuh. Namun realitas kondisi masyarakat yang masih lapar dan miskin, cenderung memilih wakil yang memiliki modal dan berduit, mengabaikan soal fatsun politik, moralitas apalagi kapasitas.
  3. Fakta selama ini menunjukkan trend proporsional terbuka melahirkan wakil rakyat instan, berbekal akses kapital dan popularitas semata.
  4. Konsekuensi dari proporsional terbuka, terjadi persaingan yang kurang sehat (politik destruktif) antar caleg dalam satu partai, tabiat ganjil kontestasi sesama caleg satu partai, bukan berperang dengan partai lain.
  5. Seorang caleg tidak perlu bersusah payah menjadi pengurus partai. Cukup menjadi penumpang gelap dan terpilih dalam sebuah hajatan pemilu lewat operasi sentuhan akhir (finishing touch) yang sempurna.
  6. Kader yang sudah berjuang dan berdarah-darah membesarkan partai selama ini tidak terpilih dalam pemilu legislatif karena minim modal.
  7. Bagi seorang caleg membutuhkan modal politik yang cukup besar sehingga peluang terjadinya politik uang sangat tinggi.
  8. Penghitungan hasil suara rumit.
  9. Sulit menegakkan kuota gender dan etnis.
  10. Muncul potensi mereduksi peran parpol.
  11. Persaingan antar kandidat di internal partai.
  12. Biaya pemilu menjadi sangat besar, terutama untuk mencetak Surat Suara, kertas Rekapitulasi Penghitungan Suara dari tingkat TPS, PPS, PPK, KPU Kab/Kota, KPUD dan KPU Nasional.

Selajutnya terserah Anda mau berpihak pada yang tertutup atau terbuka.

SUARA RAKYAT SUARA TUHAN 
Batavia, 16 Januari 2023