KEPTV News, Jakarta — Dua konfederasi Serikat Pekerja yakni, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 dengan menggunakan formula Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2021.
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea menegaskan, aksi besar-besaran buruh akan dilakukan jika pemerintah tetap menggunakan aturan tersebut dalam menetapkan UMP.
“Dua konfederasi serikat Pekerja besar menolak dengan sangat keras jika pemerintah menggunakan PP No. 36 Tahun 2021 sebagai dasar acuan penetapan upah,” kata Andi Gani di Jakarta, Kamis (17/11/2022).
Namun, Andi Gani meyakini Presiden Jokowi mau mendengarkan aspirasi buruh, karena jika PP No. 36 Tahun 2021 yang dipakai maka kenaikan upah sangat kecil.
Apalagi, kondisi ekonomi buruh sangat terpukul dengan kenaikan harga BBM, lalu kenaikan harga bahan pokok.
“Kami meminta kepada pemerintah segera menerbitkan formula pengupahan yang baru untuk menggantikan PP No. 36 Tahun 2021,” jelasnya.
Andi Gani mengakui, komunikasi intensif dengan Presiden Jokowi sudah dilakukan selama 4-5 bulan ini. Bukan hanya bicara soal upah, tapi juga Omnibus Law, masa depan buruh, produktivitas, peningkatan skill, dan vokasi.
“Kami menyampaikan dasar-dasar yang logis ke Presiden Jokowi dan mudah-mudah dapat diterima. Tapi, dapat saya pastikan PP No. 36 tidak lagi dipakai sebagai formula penetapan upah. Saya juga pastikan akan ada kabar yang sangat baik bagi buruh Indonesia terkait UMP ini,” ungkapnya.
Ia mengucapkan terima kasih yang apabila Presiden Jokowi benar-benar mau mendengarkan keinginan rakyat terutama buruh Indonesia.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, dasar hukum yang bisa digunakan jika PP No. 36 tidak lagi dipakai adalah Menteri Ketenagakerjaan bisa mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permanker) khusus untuk penentuan UMP 2023.
“Buruh menyarankan agar Menaker membuat Permenaker khusus untuk kenaikan UMP 2023,” katanya.
Iqbal juga mengusulkan kenaikan UMP bisa 13 persen. Ia menjelaskan, angka 13 persen bukan tiba-tiba muncul begitu saja.
Menurutnya, daya beli buruh sudah turun 30 persen akibat 3 tahun tidak ada kenaikan upah. Ditambah lagi, dengan kenaikan harga BBM yang membuat inflasi tembus lebih dari 6,5 persen.
Sementara itu pertumbuhan ekonomi saat ini sangat bagus 5,72 persen, maka kenaikan 13 persen sangatlah wajar.
“Jadi tidak masuk akal kalau kenaikan UMP di bawah nilai inflasi dengan rumus PP No. 36,” paparnya.
Untuk diketahui, tenggat penetapan UMP 2023 harus disampaikan pemerintah pada 20 November 2022.
Namun, sampai dengan saat ini belum ada keputusan dari pemerintah terkait penetapan upah tersebut.