JUSTICE FOR ALL: Keadilan Untuk Korban PAK (Penyakit Akibat Hubungan Kerja) yang ditimbulkan oleh asbes.

by -137 Views

KEPTV News, Jakarta – “Buruh Bekerja Menjual Tenaga, Bukan Nyawa” adalah slogan yang akrab terdengar di telinga kita, sebagaimana ungkapan bernada sindiran pedas bahwa “Tempat Kerja Bukan Kuburan”, adalah merupakan bentuk ungkapan perasaan hati pekerja yang karena tugas dan perannya harus berjibaku bertaruh nyawa untuk bekerja di tempat 3D (Dark, Dirty, Dangerous atau Gelap, Kotor, Berbahaya).

Tak sedikit pula jumlahnya anggota FSP KEP SPSI yang juga mesti bekerja setiap hari pada pabrik yang lingkungan kerjanya memiliki tingkat paparan bahan beracun dan berbahaya dengan resiko yang tinggi terhadap kesehatannya, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Asbes atau Asbestos adalah salah satu bahan tambang yang terdiri dari Magnesium-Calsium-Silikat yang berbentuk serat (seperti silica atau pasir). Bahan ini memiliki kekuatan dan ketahanan tinggi terhadap api serta bahan kimia, disamping ekonomis dan murah harganya. Asbes adalah bahan baku yang umum digunakan sebagai campuran material bahan bangunan yang digunakan di Indonesia sejak tahun 1959.

Sekitar 97% bahan baku asbes yang digunakan untuk campuran produk atap semen, plafond an partisi, sedangkan sisanya digunakan untuk seal, gasket, kampas rem, kampas kompling dan lainya (INA-BAN, Juni 2022).

Namun demikian, disamping adanya beberapa kelebihan di atas, Asbes juga bahan berbahaya bagi kesehatan karena mengandung bahan hidroksida magnesium silikat yang mengandung karsinogen (pemicu penyakit kanker). Jika terhisab oleh manusia, serat atau debu asbes akan mengendap di dalam paru-paru dan karena bentuk serat asbes yang tajam maka serat asbes tersebut tidak bisa dikeluarkan oleh tubuh manusia. Gangguan kesehatan atau penyakit yang timbul ditentukan oleh seberapa banyak (dosis) serat asbes yang secara akumulatif masuk ke dalam tubuh manusia, mulai dari ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) sampai dengan penyakit kronis yang dapat menyebabkan kematian seperti kanker paru-paru, asbestosis, mesothelioma, kanker laring dan ovarium.

Sampai saat ini masih belum ditemukan pengobatan untuk penyakit mesothelioma yang disebabkan oleh paparan asbes.

Semua jenis asbes telah dinyatakan sebagai bahan KARSINOGENIK (Pemicu Kanker) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Diperkirakan terdapat 90 ribu penduduk dunia setiap tahunnya meninggal dunia karena penyakit yang berkaitan dengan asbes atau asbestos.

Setiap tahunnya jumlah Negara yang melarang asbes kian bertambah dan sampai saat ini 65 di seluruh dunia telah melarang penggunaan asbes baik secara total maupun parsial. Di Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia juga telah menegaskan bahwa Asbestosis, kanker paru dan mesothelioma adalah Penyakit Akibat Hubungan Kerja sebagaiaman tertulis dalam Keputusan Presiden nomor 22 tahun 1993, yang pada tahap selanjutnya Pemerintah juga telah menyatakan bahwa asbes atau asbestos adalah termasuk dalam kategori B3 (Bahan Beracun Berbahaya) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1999. 

Tingginya tingkat konsumsi penggunaan asbes yang mencapai lebih dari 14% untuk atap rumah rumah di Indonesia, ditambah dengan tingginya resiko bencana alam di Indonesia (gempa bumi, gunung meletus) yang dapat menyebabkan kehancuran atap asbes rumah, telah meningkatkan resiko yang harus dihadapi Indonesia.

Peningkatan kebutuhan konsumen ini tentu akan dibarengi dengan meningkatnya jumlah pabrik (maupun kapasitas produksinya) yang menggunakan material asbes dimana sudah barang tentu di dalamnya terdapat semakin banyak SDM yang harus hidup berdekatan dengan bahan B3 tersebut, termasuk pada anggota FSP KEP SPSI yang bekerja di pabrik yang menggunakan asbes sebagai salah satu bahan baku produksinya.

Menyadari hal tersebut maka Pimpinan Pusat FSP KEP SPSI, merasa perlu untuk secara aktif dan bersama-sama stake holders lainnya terlibat dalam upaya terkait pengendalian bahaya asbestos secara komprehensif.

Sebagai bentuk komitmen untuk mendukung upaya pengendalian bahaya asbestos tersebut di atas, maka FSP KEP SPSI, yang diwakili oleh Tim yang dipimpin oleh Ir. Agung Susanto, SH., MM selaku Ketua Bidang Propaganda Positif PP FSP KEP SPSI, telah menghadiri acara FGD (Focus Group Discussion) yang diselenggarakan oleh INA-BAN bersama-sama dengan Australian Government Asbestos Safety and Eradication Agency pada tanggal 22 Juni 2022 di Jakarta dengan tujuan antara lain untuk memetakan berbagai kebijakan formal negara untuk melindungi masyarakat dari bahaya asbes, mendiskusikan bersama untuk mencegah penyakit akibat kanker dan faktor-faktor penting dalam pencegahan penyakit akibat asbes serta membangun rencana aksi kolaboratif untuk melindungi masyarkat dari bahaya asbes.

Acara tersebut juga dihadiri oleh dr. Anna Soraya, MD., Ph.D sebagai dokter ahli di bidang penyakit akibat hubungan kerja khususnya dampak dari absestor, perwakilan dari berbagai Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kemeterian Tenaga Kerja, Badan Standard Nasional Indonesia dan berbagai stake holder lainnya.

Setelah melalui rangkaian acara FGD yang telah tersusun secara apik tersebut di atas, pada akhir sessi seluruh peserta FGD menyusun policy paper yang akan menjadi tawaran kebijakan kepada Pemerintah Republik Indonesia, termasuk action plan rancangan program sebagai tawaran kerja kolabortif kepada Pemerintah Republik Indonesia, antara lain:

  • Menghadirkan Negara, dalam hal ini Kemeterian Tenaga Kerja, untuk mengintensifkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, khususnya para pekerja pabrik yang menggunakan material asbes, tentang adanya bahaya penyakit kanker akibat asbes.
  • Peningkatan peran dan fungsi Pengawas dari Kementerian Tenaga Kerja terhadap perusahaan yang menggunakan asbes sebagai bahan baku produksi dan produk turunan yang mengandung asbes.
  • Pembentukan Satuan Kerja Khusus (SKK) lintas departemen di Pemerintah, dengan melibatkan unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh, untuk melakukan pengumpulan data medis ilmiah tentang penderita kanker di Indonesia yang disebabkan oleh asbestos.
  • Perlu adanya klinik/rumah sakit yang memiliki kekhususan dan kemampuan untuk menganalisa secara ilmiah tentang pasien kanker yang disebabkan oleh asbes.
  • Dan lain-lain.

Forum juga menambahkan keterangan bahwa jumlah biaya pengobatan terbesar kedua yang harus ditanggung oleh BPJS Kesehatan di tahun 2021 adalah untuk pengobatan pasien penyakit kanker, yaitu sebanyak 2,2 juta orang pasien dengan biaya total sebesar 3,1 triliun rupiah. Nilai yang tidak kecil ini tentu sudah sangat layak untuk menjadi perhatian negara, yang dalam hal ini diwakili oleh BPJS Kesehatan, untuk memberikan porsi perhatian yang lebih besar terhadap pencegahan timbulnya penyakit kanker yang salah satunya disebabkan oleh asbes. (AG, KEPTV News 2022)