TIDAK BENAR PERMENAKER NO. 19/2015 BERTENTANGAN ATAU MELANGGAR UU NO. 40/2004 DAN PP NO. 46/2015 JO PP NO. 60/2015

by -93 Views

TIDAK BENAR PERMENAKER NO. 19/2015 BERTENTANGAN ATAU MELANGGAR UU NO. 40/2004 DAN PP NO. 46/2015 JO PP NO. 60/2015


oleh: Indra Munaswar

UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, mengatur di dalam Pasal 25 ayat (2) bahwa, JHT diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

Kemudian dalam Pasal 37 ayat (1) jo Pasal 22 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS disebutkan bahwa, Manfaat JHT berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun 56 (lima puluh enam) tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

Untuk menjalankan UU No. 40/2004 tersebut, dibentuklah Peraturan Pemerintah No. 46/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 60/2015.

Namun, baik dalam UU No. 40/2004 tentang SJSN maupun di dalam PP No. 46/2015 jo PP No. 60/2015 tidak atau terlewat mengatur mengenai hak peserta untuk mengambil tabungan JHT ketika berhenti bekerja karena mengundurkan diri, terkena PHK, dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya sebelum memasuki usia 56 tahun. Padahal sebelumnya sudah pernah diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsotek beserta Peraturan pelaksanaannya.

Hal itu bisa menjadi masalah nasional ketika kalangan pekerja/buruh sangat berkeberatan dengan tidak adanya ketentuan yang mengatur mengenai peserta yang mengalami PHK atau kontrak kerja selesai dan tidak diperpanjang lagi berhak untuk mengambil tabungan JHT yang sepenuhnya adalah miliknya 100%.

Ketika itu, 2015, bahkan hingga sekarang ini, di era Covid-19 sangat banyak pekerja yang mengalami PHK tanpa mendapatkan gak atas pesangon.

Sedangkan Pemerintah belum bisa sepenuhnya menyediakan lapangan pekerjaan.

Pada sisi lain, usia pekerja yg mengalami PHK kebanyakan sudah berusia lebih dari 25 tahun yang tentunya semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan.

Untuk dapat menyambung kehidupan bersama keluarganya, satu-satunya dana yang mudah didapat untuk bisa membuka usaha kecil-kecilan adalah dengan mengambil tabungan JHT yang tidak seberapa itu.

Tapi untuk mengambil uangnya sendiri itu, peserta terkendala dengan ketentuan yang diatur dalam UU dan PP. Tabungan JHT baru bisa dicairkan ketika peserta telah berusia 56 tahun atau mati.

Oleh karena itu tahun 2015 Pemerintah cq Menteri Tenaga Kerja melakukan terobosan hukum atau tepatnya Diskresi yang dibenarkan menurut hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang menyatakan bahwa, Diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

Atas dasar itu, sudah tepat menurut hukuman, Menteri Tenaga Kerja menerbitkan Permenaker No. 19/2015 sebagai aturan pelaksanaan dari Pasal 26 Peraturan Pemerintah No. 46/2015 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 60/2015, dengan menetapkan ketentuan sebagaimana tertuang di dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6, yang secara ringkas sebagai berikut:

a. Manfaat JHT bagi Peserta mencapai usia pensiun adalah termasuk juga Peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri, terkena PHK, dan Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;

b. Pemberian manfaat JHT bagi Peserta yang mengundurkan diri dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan;

c. Peserta yang terkena PHK, manfaat JHT dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal PHK.

Dengan diterbitkannya Permenaker No. 2/2022 ini yang menghapus ketentuan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Permenaker No. 19/2015 semakin membuktikan Pemerintah cq Menaker RI tidak punya kepekaan sosial terhadap kondisi sebagian besar rakyat Indonesia di dalam era Covid-19 ini.

Demi melindungi hak-hak pekerja/buruh yang menjadi Peserta Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, sudah sepatutnya Menteri Tenaga Kerja RI segera mencabut Permenaker No. 2 Tahun 2022 dan memberlakukan kembali Permenaker No. 19 Tahun 2015.

Kepada kalangan pekerja/buruh segera desak direksi BPJamsotek untuk membuka seterang-terangnya keberadaan Dana Jaminan Sosial (DJS) JHT sebagai Dana Amanat milik Peserta 100%, agar ketika setiap saat dibutuhkan oleh pemiliknya mudah untuk didapatkan.

Jakarta, 15 Februari 2022
*) Ketua Umum FSPI
Koordinator BPJS Watch
Presidium GEKANAS.