Diluar dari polemik keberlakuan UU Cipta Kerja pasca putusan uji formil UU Cipta Kerja dan dampaknya terhadap kenaikan upah minimum saat ini yang secara konsep jika dikatakan sebagai jaring pengaman (safety net) diberikan hanya untuk pekerja dengan masa kerja baru, lajang (bukan untuk penghitungan kebutuhan keluarga), dan diberikan kepada pekerja yang tidak mampu bernegosiasi karena ditetapkan oleh pemerintah, Serikat Pekerja maupun pekerja dapat mengajukan permintaan kenaikan upah.
Kok bisa begitu? karena Konsep Upah berbeda dengan upah minimum
Pintu masuknya Bagaimana?
- Menggunakan hukum perburuhan heteronom (peraturan perundang-undangan)
- Menggunakan hukum perburuhan otonom yang disepakati pekerja/Serikat Pekerja dengan pemberi kerja, misalnya: Perjanjian Kerja ataupun Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yg mengatur mengenai kenaikan upah yang disepakati bersama Baik UU cipta Kerja (bagian ketenagakerjaan) maupun UU Ketenagakerjaan sama-sama menegaskan bahwa upah diatas upah minimum disepakati antara pengusaha dengan pekerja yg bisa diwakili oleh SP/SB nya (Cek pasal 90A UU cipta kerja dan pasal 91 UU ketenagakerjaan).
Apa artinya kesepakatan?
Karena konsep kesepakatan enggak bisa ditentukan sepihak, maka dapat diadakan perundingan untuk mencapai sepakat.
Bagaimana kalo enggak sepakat?
Mekanisme Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial bisa dilakukan dimulai dengan bipartit, mediasi hingga pengadilan (silahkan pelajari Permenaker 31 tahun 2008 dan UU No 2 tahun 2004 tentang PPHI)
Ukurannya kenaikan upahnya apa?
Secara obyektif tentu berdasarkan keMAMPUan (bukan sekedar keMAUan) pemberi kerja
Dimana lihat kemampuanya perusahaan?
Salah satunya dari Laporan keuangan tahunan perusahaan
Kalo enggak dikasih bagaimana?
Tadinya sebelum UU Cipta Kerja berlaku, perusahaan yang menyetor LKTP, pekerja/SP dapat minta tuh LKTP di Kementerian Perdagangan, nah karena UU No 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dicabut oleh UU Cipta Kerja (cek Bagian Kesembilan Wajib Daftar Perusahaan Pasal 1 16 halaman 680 UU Cipta Kerja), yang katanya dasar hukum dari lahirnya PP 24/1998 yang diubah terkahir oleh PP 64/1999 tentang informasi keuangan tahunan perusahaaan dan permendagri 25/2020 tentang LKTP maka enggak wajib lagi perusahaan lapor keuangan tahunan ke pemerintah (saya fotoin pengumumannya dari website kemendag).
![](https://spkep-spsi.org/wp-content/uploads/2022/02/273184947_10220665191594796_5861014082770369313_n-edited.jpg)
Kok bisa dan pertimbangannya apa LKTP enggak diwajibkan?
Ya tidak tahu saya… karena saya bukan yang mengilangin tuh kewajiban
Lagian UU Cipta Kerjanya kan inkonsititusional bersyarat oleh MK dan PP serta permendagrinya apa benar sudah dihapus atau dianggap serta merta diberlakukan jadi gercep banger memaknainya.
Tapi kalau boleh berpendapat, justru obyektivitas kenaikan upah dapat ditentukan dari LKTP itu sendiri, perusahaan yang mampu dan pendapatan bagus tentu hal yang wajar dibagi juga kepada pekerja.
jadi enggak hanya tantiem (Profit Sharing) yang bertambah, bonus direksi naik dsb, pekerja sebagai aset perusahaan juga dapat imbas baik dan wajar yang terukur salah satunya dari LKTP tersebut. Begitu pula sebaliknya terhadap pendapatan perusahaan yg sedang buruk. Maka ga ada alasan minta naik upah enggak wajar.
Disitulah saya rasa harmonisasi hubungan industrial bisa berjalan baik tanpa diiringi riak perselisihan tahunan. (Arlaz)