Aliansi Serikat Pekerja Kutai Timur mendatangi kantor DPRD Kutim

by -126 Views

Kaltim — Sejumlah perwakilan buruh yang tergabung dalam Aliansi Serikat Buruh/Pekerja Kutai Timur (Kutim) mendatangi kantor DPRD Kutim, Selasa (18/1/2022). Mereka mengikuti hearing bersama sang dewan, APINDO dan Disnakertrans terkait upah minimum kabupaten (UMK).

Hearing yang difasilitasi Wakil Ketua II DPRD Kutim Arfan beserta sejumlah Anggota DPRD Kutim seperti Basti Sanggalangi dan Jimmy, itu sebagai tindak lanjut dari surat aduan aliansi serikat buruh/pekerja pada 8 Desember 2021 lalu.

Secara garis besar, kalangan DPRD Kutim dalam hearing tersebut mendukung upaya kenaikan UMK yang berorientasi pada kesejahteraan buruh dan masyarakat.

Usai hearing, Ketua PC FSP KEP SPSI Kutim, Ridwan mengatakan, kalangan buruh mencermati penurunan kualitas pengupahan dalam proses penetapan UMK.

Sebab pemerintah menggunakan parameter survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang tidak sesuai dengan perkembangan kondisi daerah. Sehingga terjadi penurunan kualitas dalam penghitungan UMK.

“Kalau di Jawa naik satu persen mengenai KHL sebagaimana keputusan kementerian ketenagakerjaan sah-sah saja, tapi kalau di Kalimantan Timur, khususnya di Kutai Timur sudah pasti tidak sesuai, jauh,” ucap Ridwan.

Dia membandingkan UMK daerah lainnya di Kaltim yang berada di atas Kutim. “UMK kita kalah dengan Berau, PPU dan Mahakam Ulu,” lanjut Ridwan.

Sementara itu, Ketua KASBI Kutim-Kaltim B Aholiap Pong memberikan tanggapannya menyikapi UMK Kutim tahun 2022 yang disebut hanya sebesar Rp.3.175.472, berdasarkan surat keputusan Gubernur Kaltim.

Sebelumnya, UMK Kutim 2022 diusulkan sebasar Rp 3.175.443, berdasarkan hasil rapat dewan pengupahan Kutim yang terdiri dari serikat pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah daerah. Formulasi usulan UMK ini disebut merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021 dan upah minimum provinsi (UMP) Kaltim.

Meski sudah ada surat keputusan mengenai UMK tersebut, Aliansi Buruh Kutim berharap ada perubahan dan kenaikan upah tersebut.

“Kalau saya sih kita ambil acuan tahun 2019 aja, kenaikan upah 8,7 persen yang mana saat ini kondisi pertumbuhan ekonomi kita lebih baik dari waktu itu. Tapi perubahan dan kenaikan upah ini kita coba lewat jalur litigasi, mudah-mudahan berhasil,” tutup B Aholiap Pong. (Red).