PKB Tanpa Omnibus Law suatu keniscayaan

by -187 Views

Usai sudah lembar terakhir tahun 2021 terlewati, sebuah tahun yang ‘sesuatu sekali” bagi SP/SB di Indonesia, episode lanjutan dari tahun 2020 sebelumnya yang juga menguras energi dan stamina perjuangan kaum pekerja Indonesia, kombinasi antara Omnibuslaw dan Pandemi Covid-19 sungguh sangat tidak mudah untuk ditaklukan, setengah frustasi formasi perlawanan mulai terasa goyah dan kehilangan pijakan, bahkan dalam prosesnya tidak sedikit juga para aktivis yang harus bertumbangan, satu masa sulit yang memberikan pelajaran maha penting bagi gerakan buruh bagaimana pentingnya menjaga konsistensi nafas perjuangan, menjalin persatuan dan saling menguatkan.

Aturan turunan UU Cipta Kerja yang disahkan bulan Februari 2021 lalu seolah mengukuhkan bahwa ancaman terhadap perlindungan, kepastian hubungan kerja dan kesejahteraan memang sudah nyata dan secara langsung mencengkeram nadi kehidupan pekerja dan serikat pekerja, sebuah situasi hidup matinya gerakan yang menimbulkan frustasi lainnya, dari pengurus di tingkatan nasional sampai tingkatan perusahaan, karena urusan ‘perut’ pekerja di perusahaan yang sebelumnya diatur dalam PKB sudah pasti akan terganggu dan sangat mungkin terdegradasi, dan ini secara pasti efeknya akan merembet ke kekuatan serikat dari tingkat perusahaan sampai kekuatan serikat di tingkat Nasional di titik ini, tantangan dan kesulitan juga telah memaksa kita lebih terlatih dalam memperkuat perspektif gerakan, menajamkan strategi dan taktik perjuangan, PKB yang awalnya banyak dianggap hanya urusan sosial ekonominya satu SP di tingkat perusahaan bergeser ke arah yang lebih fundamental;

bahwa di dalamnya ada kepentingan yang sama diantara SP dari perusahaan dan industri sejenis atau yang terhubung dalam rantai pasoknya, sehingga meskipun belum pada mewujudkan bangunan PKB berbasis industri setidaknya konsolidasi dan diskusi dalam forum-forum perusahaan sejenis dan rantai pasok untuk membangun gerakan yang sama mempertahankan dan meningkatkan kualitas PKB secara bersama sama sudah mulai aktif.

Hal lainnya kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas pengurus SP dalam perundingan PKB tidak hanya terbatas di kapasitas tim perunding SP saja, ada penguatan partisipasi anggota yang perlu diperkuat, dari awal keterlibatan dalam perumusan materi PKB, memberikan support dalam perundingan PKB sampai pada tahapan mengambil aksi kolektif dengan sukarela dan penuh kesadaran.

Juga disadari pentingnya meningkatkan peran Federasi atau perangkat organisasi dalam proses perundingan PKB sebagai upaya untuk menyeimbangkan kekuatan dan posisi tawar dengan pengusaha, dari tahapan diskusi dan perumusan materi PKB, terlibat dalam perundingan sampai pendampingan ke mekanisme perselisihan juga sangat penting dan krusial untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas PKB.

Mengembangkan perspektif materi PKB agar lebih jelas keberpihakan terhadap hak dan kepentingan pekerja menjadi upaya yang diperlukan, tidak terjebak pada PKB yang modelnya cuma ‘Copy Paste’ aturan perundangan, oleh karenanya serikat harus jeli menganalisa apa yang dibutuhkan anggotanya, membaca apa kebutuhan hari ini dan kebutuhan yang muncul untuk setidaknya 2 tahun ke depan dalam masa berlakunya PKB, Tim perunding PKB juga perlu memahami bagaimana komparasi hak dan kepentingan pekerja di perusahaan sejenis, tidak akan ada peningkatan PKB bagi SP yang tidak mau belajar dan mencari tambahan referensi.

Serikat juga perlu memahami berbagai kode etik, nilai-nilai perusahaan di tingkat global, standar internasional dan berbagai konvensi yang menyangkut hak dan kepentingan pekerja untuk diperjuangkan untuk menambah khasanah materi PKB yang akan diajukan. Pengaturan cara dan mekanisme perundingan PKB juga menjadi aspek yang perlu mendapat perhatian serius, dimulai dengan penyusunan tata tertib perundingan, pendekatan lobby dan aksi selama proses perundingan PKB akan menjadi kunci kesuksesan perundingan PKB.

Penguasaan tim perunding SP terhadapap situasi dan kondisi perusahaan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan, data produksi, penjualan sampai keuntungan perusahaan merupakan dasar perundingan yang berhasil.

Pasca aturan turunan UU Cipta Kerja disahkan, saya banyak mencari tahu, seberapa banyak SP yang dapat mempertahankan kualitas PKB nya dari hantaman omnibuslaw di perusahaan, perlahan tapi pasti satu persatu mulai bermunculan, di Bekasi, Tangerang saya mendapatkan kisah sukses perundingan PKB yang pada akhirnya disepakati tanpa Omnibuslaw, cerita dari kawan pengurus PUK siang tadi yg berhasil menyelesaikan perundingan PKB tanpa OBL pada 31 Desember lalu menambah angka PKB tanpa OBL, fakta-fakta kecil yang akan berdampak besar seperti ini yang sungguh sangat menggembirakan, sejauh ini setidaknya saya sudah mendapatkan 5 perusahaan yang PKB nya tidak kemasukan OBL.

Dengan kenyataan seperti itu, tidak boleh ada lagi cerita dari kawan kawan pengurus SP di perusahaan yg bertanya mungkinkan ada PKB tanpa Omnibuslaw, karena selama kita melakukan perjuangan, selama nafas masih dihembuskan, selama itu juga kita masih memiliki harapan..

Bekasi, 1 Januari 2022 (Delas Jupat – Hermansyah, SH – Sekertaris PD FSP KEP SPSI Jawa Barat)