Bayi yang dipaksa lahir itu bernama UU Cipta Kerja

by -105 Views

| www.spkep-spsi.org | – UU Cipta Kerja dengan metodologi Omnibus Law ini lahirnya dipaksakan, UU Cipta Kerja menabarak UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dalam UU 12 tahun 2011 ini menyebutkan bahwa Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, artinya pembentukan sebuah UU harus memenuhi hukum formal, dari sisi perencanaan tentunya harus diawali ddengan DIM kemudian dianalisa dalam sebuah NA oleh para Ahli baru disusunlah sebuah UU itu.

UU Cipta Kerja ini sepertinya tidak begitu, kemudian dalam penyusunan dibentuklah team satuan tugas omnibus law namun dalam pembentukan team tersebut menkoperekonomian sebagai koordinator team juga tidak melibatkan semua unsur yang berkepentingan seperti buruh, pemerhati lingkungan, nelayan, petani dan lain-lain.

Sehingga materi pembuatan UU Cipta Kerja ini tidak komprehensif dalam mencakup semua stakeholder sehingga membuat kegaduhan, menimbulkan protes dimana-mana. Dalam pembahasan pun juga ternyata tidak teliti terbukti dari tujuan awal untuk menyederhanakan perijinan, memudahkan investasi, memangkas aturan yang tumpang tindih, akhirnya berkembang menjadi apa saja aturan yang terdiri dari sekitar 79 UU masuk dalam UU Cipta Kerja ini, kemudian dikatakan bahwa UU Cipta Kerja ini sebagai payung besar hukum di Indonesia.

Hal ini menabrak asas hukum lex superior derogat legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah (asas hierarki) dikatakan sebagai payung besar hukum seolah-olah UU Cipta Kerja berada di atas UU lainnya hal seperti ini tentunya tidak benar, karena sesama UU haruslah sama kedudukannya dengan UU lainnya. Kemudian UU Cipta Kerja ini juga menjadi kacau pada saat diserahkan kepada DPR RI oleh Pemerintah tanggal 12 Februari 2020 terdiri dari 1027 halaman setelah dibahas dan disahkan menjadi UU berubah menjadi 905 halaman kemudian berubah menjadi, 1035 halaman, 1057 halaman, 812 halaman dan terkhir ditandatangi menjadi 1187 halaman.

Hal ini jelas menunjukan bahwa UU Cipta Kerja ini cacat formil. Seharusnya setelah disahkannya sebuah UU tidak boleh ada penambahan dan pengurangan seperti itu karena sudah disepakati dan diputuskan oleh Bamus, Baleg, sampai terakhir Paripurna saat keputusan ditingkat Paripurna harusnya sudah fix tidak boleh lagi ada perubahan-perubahan.

Dan lebih kacau lagi UUCK ini, telah mengaburkan tujuan awal pada isinya pun kacau balau, contoh misal pada pasal 6 yang berbunyi, “Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi: a. penerapan perizinan berusaha berbasis risiki; b. penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha; c. penyederhanaan perizinan berusaha sektor, dan d. penyederhanaan persyaratan investasi. Disinilah kekacauan itu, pasal 6 UUCK merujuk Pasal 5 ayat (1), namun pasal 5 tidak memiliki satu ayat pun. Penjelasan Pasal 5 UU Cipta Kerja berbunyi, “Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.

Hal inilah yang mebunjukan bahwa UU Cipta Kerja ini dipaksakan lahir dengan proses yang cacat formil dan cacat materiil oleh karena itu UU Cipta Kerja ini harus dibatalkan diganti dengan Perpu untuk selanjutnya kalau hanya sekedar menyerhanakan perijinan dan kemudahan investasi harus dibahas ulang secara komprehensif dengan melibatkan semua stake holder yang berkepentingan ddengan UU tersebut. (cakjoss)