Oleh : Afif Johan, S.T.,S.H (Sekretaris Umum Pimpinan Pusat FSP KEP SPSI)
Tantangan Globalisasi, Kemajuan teknologi dan Liberarisasi juga memberikan tantangan dalam ketenagakerjaan. Namun perkembangan Globalisasi, kemajuan teknologi, liberalisasi tidak boleh sedikitpun meleburkan nilai-nilai pancasila dan amanah UUD 1945. Seberat apapun tantangan, Negara tidak boleh hilang kemudi. Kemudi tersebut adalah nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, dengan demikian Negara kita tidak hilang jati diri bangsa.
Pancasila dan UUD 1945 tetap menjadi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak terkecuali dalam menjawab tantangan liberalisasi.. Oleh karenanya Kebijakan Pemerintah tak terkecuali Kebijakan ekonomi bangsa Indonesia tentunya harus mengacu pada Pancasila dan UUD 1945.
Sebagaimana yang terdapat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat bahwa tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social”. Dari rumusan tersebut, tersirat adanya tujuan nasional/Negara yang ingin dicapai sekaligus merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh Negara, yaitu:
- Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
- Memajukan kesejahteraan umum;
- Mencerdaskan kehidupan bangsa;
- Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.
Dengan demikian sangat jelas bahwa Negara harus hadir untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang didalamnya tidak terkecuali masyarakat kaum pekerja. Dalam hal ketenagakerjaan, perlindungan dan kesejahteraan kaum pekerja sangat jelas diamanahkan oleh konstitusi Negara kita dalam pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Pasca Kemerdekaan Bangsa Indonesia, Bangsa Kita telah berhasil membuat UU kali itu yaitu UU 12 1948 tentang UU Kerja yang dinyatakan berlakunya oleh UU nomor 1 tahun 1951.
Dan saat ini dalam hal ketenagakerjaan diatur Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dirasa telah membantu memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi kaum pekerja meskipun belum maksimal.
Oleh sebab itu, nilai kesejahteraan dan perlindungan bagi kaum pekerja yang terkandung dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 merupakan Hak Normatif yang tidak boleh dikurangi dan diturunkan nilainya serta tidak boleh diturunkan sanksi yang terdapat didalamnya dalam rangka optimalisasi pelaksanaannya.
Isu-isu yang sangat sensitif di bidang Ketenagakerjaan yang akan dibahas dalam pembuatan Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja antara lain ;
- Upah Minimum
- Besaran Pesangon
- Hubungan Kerja dan PKWTT
- Jam Kerja
- Kemudahan PHK
- TKA
- Outsourcing
- Jaminan Sosial
- Sanksi
Perihal kesejahteraan, Selama ini yang sudah menjadi normative, perusahaan-perusahaan tidak masalah melaksanakaannya. Justru Problematika UU ketenagakerjaan saat ini salah satunya ada Law Inforcement.
Bahkan bicara ketenagakerjaan, banyak perusahaan yang memberikan lebih tinggi dari undang-undang. Pertanyaannya, upaya pengurangan kesejahteraan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja itu usulan siapa?
Oknum Pengusaha yang keberatan atau oknum pengusaha yang tidak patuh terhadap aturan dan oknum pengusaha yang membandel?
PEKERJA JANGAN DIJADIKAN TUMBAL BERKEDOK INVESTASI
Survey World Economic Forum terhadap bisnis mengungkapkan sejumlah factor utama penghambat Investasi di Indonesia, dari 16 faktor, korupsi menempati urutan pertama dan peraturan tenaga kerja menempati urutan 13.
Lebih dari itu, survey World Bank menyatakan bahwa Pangsa Investasi Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara berpenghasilan menengah kebawah. Dan pangsa Investasi dalam PDB di Indonesia lebih tinggi daripada semua Negara ASEAN dan INDIA. Dan berdasarkan Asia Business Outlook Survey 2019. Indonesia , Cina India adalah termasuk 3 besar Negara yang paling diminati untuk meningkatkan Investasi pada tahun 2019.
Lalu kenapa Ketenagerjaan jadi sasaran???
Kenapa Pekerja/Buruh jadi korban??
Bisikan dari siapa Presiden Jokowi??
Kekhawatiran Buruh Terhadap Omnibus Law Cipta Kerja adalah Hal yang Wajar :
- Revisi UU 13 2003 hampir tiap tahun masuk dalam prolegnas : isinya terjadi penurunan kesejahteraan
- Proses pembuatan draft dari pemerintah kurang transparan, terkesan sembunyi-sembunyi (pasal 5 UU 12 2011 huruf g bahwa asas pembentukan peraturan perundang-undangan adalah keterbukaan)
- Pelibatan Stakeholder khususnya buruh tidak utuh :
PARTISIPASI MASYARAKAT dalam Pasal 96 UU 12 2011 dijelaskan :
(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a. rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan kerja; c. sosialisasi; dan/atau d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
- Tidak ada jaminan tidak terjadinya degradasi/penurunan kesejahteraan dan jaminan tidak adanya degradasi/penurunan nilai perlindungan terhadap tenaga kerja
Oleh karena itu, berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Sikap SP KEP SPSI dengan tegas Menolak RUU OMNIBUS LAW CIPTA KERJ Kluster Ketenagakerjaan dan Meminta DPR maupun Pemerintah untuk mencabut Kluster Ketenagakerjaan dari RUU Omnibuslaw Cipta Kerja.
Hidup Pekerja Indonesia, Hidup Rakyat Indonesia….!!!
Jakarta, 13 Februari 2020